DOKUMEN TATSQIF – Dalam Islam, hak pemeliharaan anak setelah perceraian atau kematian orang tua diatur dengan ketat. Hadits-hadits Rasulullah SAW memberikan pedoman mengenai hak pemeliharaan anak.
Hak Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian:
Selama Anak Masih Kecil (Belum Baligh): Ibu berhak memelihara anak tersebut, sebagaimana hadits yang menyebutkan bahwa ibu lebih berhak memelihara anak selama ia belum menikah lagi.
Jika Anak Sudah Dapat Membuat Pilihan: Anak berhak memilih antara tinggal bersama ayah atau ibu setelah usia tujuh tahun, seperti yang dicontohkan dalam hadits.
Status Bibi dalam Hak Pemeliharaan Anak:Jika ibu atau kedua orang tua meninggal, bibi (saudara perempuan ibu) berhak memelihara anak tersebut. Hal ini berdasarkan hadits yang menyamakan kedudukan bibi dengan ibu dalam hal pemeliharaan.
Memperhatikan Kesejahteraan Pengasuh Anak: Kesejahteraan pengasuh anak harus diperhatikan. Keluarga harus memperlakukan pengasuh dengan adil dan tidak membeda-bedakan mereka dari anggota keluarga lainnya.
Hal ini sesuai dengan hadits yang mengajarkan untuk memberi perhatian dan hak yang layak kepada pelayan dan pengasuh.Hadits-hadits ini menunjukkan pentingnya pemeliharaan anak yang adil dan sesuai dengan ketentuan Islam.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai materi ini, silahkan klik download.
7 komentar pada “Hadhanah: Hak Anak yang Harus Dipenuhi, Orang Tua Harus Tahu”
Mengapa hak hadhanah ada pada ibu?
Bagaimana jika seorang istri berselingkuh,apakah hak hadonah masih jatuh kepada ibu
Apakah anak memiliki hak untuk memilih dengan siapa dia tinggal????
Bagaimana jika kasus nya ada sepasang suami istri yg bercerai dan mereka memiliki seorang anak yg belum baligh, nah otomatis kan hak asuhnya ada pada ibunya, namun ibunya ini terkenal suka menyiksa anaknya nah bagaimana kah penyelesaian kasus tersebut menurut pemakalah
Artikel saudari sudah sangat bagus, saya ingin bertanya jikalau hadhanah jatuh ke pihak ibunya dan ternyata 2 tahun kemudian ibunya tersebut tekena penyakit gangguan mental dampak dari perceraian itu, dan apakah hak asu nya dapat otomatis jatuh ke pihak ayahnya atau bagaimana?
Bagaimana menurut penulis, jika ada seorang suami istri yg sudah bercerai lalu hak asuh anak jatuh ke tangan istrinya, lalu mantan suaminya tersebut ingin berjumpa dengan anaknya tetapi, pihak keluarga mantan istrinya tersebut tidak membolehkan atau melarangnya untuk berjumpa dengan anaknya tersebut, apakah mantan suaminya tersebut bisa menuntut keluarga mantan istrinya tersebut?
Bagaimana jika perempuan tidak ada yang melakukan hadhonah tersebut