Al-Qur'an & Hadis

Alquran dan Hadis: Pilar Utama dalam Panduan Kehidupan Muslim

TATSQIF ONLINEHadis merupakan salah satu pilar utama dalam Islam yang memberikan penjelasan rinci tentang ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alquran. Melalui hadis, umat Muslim memperoleh panduan konkret tentang bagaimana menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat Islam.

Setiap perkataan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW yang tercatat dalam hadis menjadi sumber inspirasi dan pedoman bagi umat Islam di seluruh dunia. Tanpa kehadiran hadis, banyak ajaran agama yang tidak akan terjabarkan dengan detail, sehingga hadis menjadi penuntun yang sangat penting dalam menjalankan ibadah dan akhlak sehari-hari.

Lebih dari sekadar catatan sejarah, hadis merupakan panduan hidup yang menjelaskan hukum-hukum syariah secara praktis. Pemahaman yang tepat tentang hadis akan membantu umat Islam untuk menjalankan agama dengan benar dan konsisten.

Namun, karena tidak semua hadis memiliki derajat yang sama, penting bagi umat Muslim untuk memahami klasifikasi dan kualitas hadis. Dengan memahami perbedaan antara hadis yang shahih, hasan, dan dhaif, setiap Muslim dapat memilah mana yang dapat menjadi sumber hukum dan pegangan kuat dalam menjalankan syariat Islam.

Kata hadis berasal dari bahasa Arab, yaitu الحديث (al-hadits), yang memiliki beberapa makna, di antaranya الجديد (al-jadid) yang berarti sesuatu yang baru, dan الخبر (al-khabar) yang berarti berita atau kabar. Dalam konteks Islam, hadis merujuk pada segala sesuatu yang bersandar kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu perkataan, perbuatan, persetujuan (taqrir), atau sifat-sifat beliau.

Menurut Muhammad Syuhudi Ismail dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadis (2007: 43), hadis berfungsi sebagai pedoman hidup umat Islam setelah Alquran. Melalui hadis, umat Islam dapat memahami ajaran Islam secara lebih rinci dan aplikatif.

Hadis merupakan salah satu dari dua sumber utama hukum dalam Islam, setelah Alquran. Oleh karena itu, memahami hadis dengan baik sangat penting bagi setiap Muslim agar dapat menjalankan syariat Islam dengan benar sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Secara terminologis, para ahli Hadis dan ahli Ushul memiliki pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan hadis. Bahkan di antara ahli hadis sendiri, terdapat beberapa perbedaan dalam memberikan definisi yang satu dengan yang lainnya. Berikut di antaranya:

1. Menurut Para Muhadditsun (Ahli Hadis)

Muhadditsun mendefinisikan hadis sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat fisik, maupun perilaku beliau. Definisi ini mencakup seluruh aktivitas Nabi sebelum dan sesudah pengangkatannya menjadi rasul, seperti tahannuts di Gua Hira. Para Muhadditsun memandang Nabi sebagai uswatun hasanah; teladan yang sempurna, sehingga segala sesuatu yang berasal dari beliau, baik terkait hukum maupun tidak, merupakan hadis.

2. Menurut Ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun)

Para ahli ushul fiqh mendefinisikan hadis sebagai semua yang bersandar kepada Nabi SAW selain Alquran, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir), yang dapat dijadikan dalil dalam hukum syariah. Para ushuliyyun menilai bahwa Nabi Muhammad SAW berperan sebagai pembuat hukum selain Alquran, sehingga hadis memiliki peran penting sebagai dasar ijtihad bagi mujtahid setelah beliau dan memberikan penjelasan terkait aturan hukum Islam.

3. Menurut Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama)

Jumhur ulama, termasuk at-Thiby yang dikutip oleh M. Syuhudi Ismail, menyatakan bahwa hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi SAW, serta mencakup juga tindakan para sahabat dan tabi’in. Dalam pandangan ini, hadis tidak hanya terbatas pada Nabi Muhammad, tetapi juga mencakup sikap dan perilaku generasi sahabat dan tabiin yang mendapat pengakuan dari Nabi.

    Hadis terbagi berdasarkan kontennya, yaitu perkataan, perbuatan, atau persetujuan Nabi Muhammad SAW. Berikut beberapa jenis hadis yang penting untuk dipahami:

    1. Hadis Qauli

    Hadis qauli adalah hadis yang berupa perkataan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Perkataan ini biasanya terkait dengan hukum syariat, akidah, atau akhlak. Contohnya adalah hadis yang sangat terkenal tentang niat:

    إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

    Artinya:“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan,” (HR Bukhari dan Muslim).

    Hadis ini mengajarkan bahwa niat adalah elemen paling penting dalam setiap amal perbuatan seorang Muslim. Tanpa niat yang benar, suatu amal tidak memiliki nilai di sisi Allah SWT. Menurut Idri dalam bukunya Studi Hadits (2010: 23), hadis qauli memiliki keutamaan dalam menjelaskan dasar-dasar hukum Islam, terutama yang bersifat umum seperti niat, akhlak, dan ibadah.

    2. Hadis Fi’li

    Hadis fi’li adalah hadis yang mencatat perbuatan Nabi Muhammad SAW yang menjadi teladan bagi umat Islam. Sebagai contoh, cara Rasulullah melaksanakan ibadah shalat merupakan panduan praktis bagi umat Islam melalui hadis fi’li.

    Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW bersabda:

    صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

    Artinya:“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat,” (HR Bukhari).

    Melalui hadis ini, umat Islam mendapat tuntunan mengenai tata cara shalat yang benar, baik dari segi gerakan maupun bacaan.

    3. Hadis Taqriri

    Hadis taqriri adalah hadis yang mencatat persetujuan Nabi Muhammad SAW atas tindakan seseorang, yang terjadi hadapan beliau, tanpa beliau mengkritik atau melarangnya. Diamnya Nabi atas perbuatan tersebut menjadi bukti bahwa tindakan itu boleh dalam Islam.

    Contohnya adalah ketika seorang sahabat tayammum karena tidak menemukan air untuk berwudhu, kemudian Nabi Muhammad SAW menyetujui tindakan tersebut. Hadis ini menunjukkan bahwa tayammum sah pelaksanaannya dalam keadaan darurat. Nabi SAW bersabda kepada sahabat yang tayammum tersebut:

    إِنَّمَا تَمَسَحْتَ، أَوْ لَمَسْتَ الرَّمْلَ صَحِيحٌ

    Artinya:“Engkau telah melakukan sunnahku,” (HR Abu Dawud).

    4. Hadis Hammi

    Hadis hammi adalah hadis yang berisi niat atau rencana Rasulullah SAW yang belum terlaksana. Misalnya, Nabi pernah berkeinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram, namun belum sempat terlaksana karena beliau wafat sebelum bulan Muharram berikutnya. Hadis-hadis seperti ini mengajarkan umat Muslim bahwa meskipun niat itu baik, kadang ada faktor yang menyebabkan niat tidak terlaksana.

    5. Hadis Ahwali

    Hadis ahwali mencakup segala hal yang berkaitan dengan keadaan fisik dan sifat-sifat pribadi Rasulullah SAW. Contohnya adalah hadis yang menggambarkan kesederhanaan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Hadis ini memberikan gambaran tentang bagaimana Nabi SAW menjalani kehidupan yang penuh kerendahan hati meski beliau memiliki kedudukan tinggi.

      Setiap hadis terdiri dari dua bagian utama, yaitu sanad dan matan. Sanad adalah rangkaian perawi yang meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW hingga sampai kepada perawi hadis terakhir. Sanad sangat penting dalam menilai keaslian sebuah hadis, karena melalui sanad, para ulama dapat mengetahui siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut dan menilai apakah mereka adalah perawi yang terpercaya.

      Matan adalah isi atau teks dari hadis itu sendiri, yaitu perkataan atau tindakan yang bersumber dari Rasulullah SAW. Sebagai contoh, sanad dan matan dari hadis tentang doa perlindungan dari hal-hal yang buruk, berikut ini:

      حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

      Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Musaddad, telah mengabarkan kepada kami Mu’tamir, dia berkata: ‘Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Anas bin Malik -semoga Allah meridhainya- berkata: ‘Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasa berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ketidakmampuan, kemalasan, kepengecutan, dan kepikunan. Aku juga berlindung kepada-Mu dari cobaan hidup dan mati, serta dari siksa kubur,'” (HR Bukhari).

      Uraian Sanad dan Matan Hadis

      Sanad hadis ini menghubungkan Imam Bukhari hingga kepada Rasulullah SAW. Pertama, Imam Bukhari (wafat 256 Hijriah) meriwayatkan dari Musaddad (w. 228 H), seorang perawi terpercaya. Musaddad kemudian menyampaikan kepada Mu’tamir (w. 203 H), yang meriwayatkan hadis dari ayahnya, Sulaiman bin Dawud. Sulaiman adalah perawi yang kredibel dan meriwayatkan dari Anas bin Malik (w. 93 H), salah satu sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis. Akhirnya, semua riwayat ini bersumber dari Rasulullah Muhammad SAW, menunjukkan keautentikan dan kredibilitas hadis melalui jalur yang jelas.

      Sementara matan hadis ini adalah teks yang berisi kalimat yang terucap oleh lisan Nabi Muhammad SAW yang mulia, yang menunjukkan doa dan permohonan perlindungan kepada Allah dari berbagai kelemahan dan cobaan.

      Menurut Mustafa al-Azami dalam bukunya Ulum al-Hadits (2009: 112), kualitas sanad dan matan adalah faktor utama yang menentukan apakah sebuah hadis dapat dianggap sahih atau lemah. Sanad yang kuat dan matan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam merupakan ciri dari hadis shahih.

      Hadis memiliki posisi yang sangat penting dalam ajaran Islam. Alquran dan hadis saling melengkapi, di mana hadis berfungsi sebagai penjelas dan perinci dari ayat-ayat Alquran yang masih bersifat umum.

      Sebagai contoh, perintah untuk melaksanakan shalat disebutkan dalam Alquran, namun tata cara pelaksanaannya dijelaskan melalui hadis. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Hasyr ayat 7:

      وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

      Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”

      Ayat ini menegaskan bahwa setiap Muslim wajib mengikuti ajaran dan sunnah Rasulullah SAW. Oleh karena itu, memahami hadis merupakan bagian yang sangat penting dalam menjalankan syariat Islam dengan benar.

      Selain sebagai sumber hukum, hadis juga berperan dalam pendidikan dan pengembangan akhlak. Nabi Muhammad SAW bersabda:

      إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

      Artinya:“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,” (HR Ahmad).

      Hadis ini menekankan pentingnya akhlak dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama bagi umat Islam dalam hal akhlak dan perilaku. Oleh karena itu, hadis-hadis tentang akhlak sering kali menjadi rujukan bagi para pendidik dan orang tua dalam membentuk karakter generasi muda.

      Hadis memainkan peranan yang sangat vital dalam ajaran Islam. Melalui hadis, umat Islam dapat memahami ajaran-ajaran Alquran dengan lebih rinci dan praktis. Sebagai sumber hukum kedua setelah Alquran, hadis menjadi pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hal ibadah, muamalah, maupun akhlak. Pemahaman yang benar terhadap hadis akan membantu umat Islam menjalani kehidupan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, sehingga mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat. Wallahua’lam.

      Fitri Ayu Rambe (
      Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

      Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

      Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

      Tinggalkan Balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      × Chat Kami Yuk