Fiqh KontemporerLifestyle

Suami Berpoligami, Istri Gugat Cerai: Hukumnya dalam Islam

TATSQIF ONLINEIsu perceraian menjadi topik yang selalu menarik untuk dibahas. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, perceraian sering kali dihadapkan pada dua perspektif: hukum Islam dan hukum negara.

Salah satu alasan perceraian yang kerap muncul adalah terkait poligami. Meski poligami diizinkan dalam Islam, tidak jarang poligami justru menjadi penyebab ketidakstabilan rumah tangga dan memicu istri untuk menggugat cerai.

Fenomena ini menggugah pertanyaan: apakah poligami sah dijadikan alasan istri untuk menggugat cerai? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum istri menggugat cerai suami karena poligami dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia, serta dalil-dalil yang mendasari hal tersebut.

Poligami dalam Islam

Poligami dalam Islam merupakan praktik yang diizinkan, namun dengan syarat-syarat tertentu. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa: 3).

Ayat ini menegaskan bahwa seorang suami diperbolehkan memiliki lebih dari satu istri, namun dengan syarat mampu berlaku adil. Ketidakmampuan untuk berlaku adil terhadap istri-istri akan menjadi alasan kuat untuk membatasi pernikahan hanya pada satu istri saja.

Namun, dalam praktiknya, poligami sering kali menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga. Ketidakadilan dalam memperlakukan istri seringkali menjadi alasan seorang istri mengajukan gugatan cerai, karena merasa diabaikan atau tersakiti oleh perlakuan suami yang lebih memprioritaskan istri yang lebih baru.

Hak Istri Menggugat Cerai dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam, istri memiliki hak untuk menggugat cerai melalui konsep khulu’. Khulu’ adalah bentuk perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami dengan memberikan tebusan kepada suami sebagai syarat perceraian. Salah satu hadis yang mendukung praktik ini adalah sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً

“Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mengingkari akhlak dan agama Tsabit, tetapi aku tidak bisa hidup bersamanya.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Maukah engkau mengembalikan kebun yang ia berikan kepadamu?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasulullah SAW pun menyuruh Tsabit untuk menerima kembali kebunnya dan menceraikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa istri memiliki hak untuk meminta cerai meskipun alasannya bukan karena perilaku buruk suami, melainkan karena ketidakmampuan istri untuk hidup bersama suaminya. Jika diterapkan dalam konteks poligami, ketika istri merasa tidak nyaman dengan poligami yang dilakukan suaminya, ia memiliki hak untuk meminta perceraian.

Hukum Poligami di Indonesia

Di Indonesia, praktik poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Meskipun UU tersebut tidak melarang poligami, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang suami yang ingin berpoligami. Pasal 4 ayat 2 UU Perkawinan menyebutkan bahwa poligami hanya dapat dilakukan jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri cacat atau tidak bisa melahirkan anak, atau alasan-alasan lain yang sah menurut hukum.

Lebih lanjut, Pasal 5 UU yang sama menyebutkan bahwa seorang suami harus mendapatkan persetujuan dari istri untuk bisa berpoligami. Selain itu, suami juga harus dapat menjamin kebutuhan hidup istri-istri dan anak-anaknya, serta mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya.

Namun, dalam praktiknya, banyak kasus poligami yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, baik dari segi keadilan maupun pemberian nafkah. Ketidakmampuan suami dalam menjalankan kewajiban-kewajiban ini sering kali menjadi dasar istri menggugat cerai suami.

Alasan Istri Menggugat Cerai Karena Poligami

Dalam hukum Islam, poligami yang tidak dijalankan dengan adil dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan perceraian. Ketidakadilan ini dapat berupa ketimpangan dalam pembagian waktu, perhatian, serta nafkah antara istri-istri. Ketika seorang suami gagal memenuhi syarat-syarat tersebut, maka istri berhak untuk mengajukan gugatan cerai.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh As-Sunnah, “Adil dalam poligami adalah keadilan dalam perkara yang dapat diukur, seperti pembagian waktu dan pemberian nafkah, bukan dalam perkara perasaan yang sulit diukur.” Ketika keadilan ini tidak terpenuhi, maka hak istri untuk meminta perceraian menjadi sah menurut hukum Islam.

Dalam konteks hukum positif Indonesia, UU Perkawinan Pasal 39 menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak melakukan perbuatan yang menyakiti pihak lain secara fisik maupun mental, atau karena salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. Ketidakadilan dalam poligami dapat digolongkan sebagai bentuk pengabaian kewajiban suami terhadap istri.

Dalil Al-Qur’an dan Hadis Terkait Perceraian

Al-Qur’an dan hadis memberikan dasar yang kuat untuk perceraian dalam situasi yang memang tidak memungkinkan bagi suami dan istri untuk mempertahankan rumah tangga. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 231, Allah SWT berfirman:

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

“Dan apabila kamu menceraikan istri-istrimu, lalu sampai pada akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula).” (QS. Al-Baqarah: 231).

Ayat ini menekankan pentingnya menjalankan perceraian dengan cara yang baik, sebagai upaya untuk menjaga kehormatan kedua belah pihak. Sementara itu, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ أَبْغَضَ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR. Tirmidzi).

Hadis ini menunjukkan bahwa perceraian, meskipun dibolehkan, sebaiknya menjadi pilihan terakhir setelah upaya-upaya lain untuk mempertahankan pernikahan telah dilakukan.

Hikmah Dibolehkannya Perceraian dalam Islam

Islam membolehkan perceraian sebagai solusi terakhir untuk menyelamatkan pasangan dari situasi yang tidak sehat. Muhammad Syaifuddin dalam bukunya Fiqh Munakahat menjelaskan bahwa perceraian dalam Islam adalah solusi untuk menghindari bahaya yang lebih besar, seperti perselisihan yang berkepanjangan dan permusuhan dalam rumah tangga.

Dengan demikian, perceraian bukanlah sebuah tujuan, melainkan solusi terakhir ketika pernikahan tidak lagi dapat dipertahankan. Dalam kasus poligami, jika istri merasa diperlakukan tidak adil, ia memiliki hak untuk menggugat cerai sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-haknya.

Kesimpulan

Dalam pandangan hukum Islam, poligami diperbolehkan dengan syarat suami dapat berlaku adil. Ketidakadilan dalam poligami, baik dalam hal nafkah, perhatian, maupun pembagian waktu, dapat menjadi alasan sah bagi istri untuk menggugat cerai. Hal ini sesuai dengan prinsip khulu’ dalam Islam yang memberikan hak kepada istri untuk meminta perceraian.

Di Indonesia, poligami diatur secara ketat dalam UU Perkawinan, yang mensyaratkan adanya persetujuan istri serta kemampuan suami untuk berlaku adil dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ketidakmampuan suami dalam menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut dapat menjadi dasar hukum bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama.

Dengan demikian, istri yang menggugat cerai karena poligami memiliki dasar hukum yang kuat, baik dalam perspektif Islam maupun hukum positif di Indonesia. Namun, perceraian hendaknya tetap menjadi jalan terakhir setelah segala upaya untuk memperbaiki hubungan telah dilakukan, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan hadis.

Tukmaida Sari Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

11 komentar pada “Suami Berpoligami, Istri Gugat Cerai: Hukumnya dalam Islam

  • Ari alfhayeni fitria rangkuti

    Apa hukum poligami jika istri tidak ikhlas dan apakah si istri berdosa jika tidak mengizin kan suaminya berpoligami?

    Balas
  • Ilmi Amaliah Nasution

    Bagaimana hukum Islam memandang keputusan suami yang berpoligami tanpa memperoleh persetujuan dari istri pertama?

    Balas
  • Siti Apriani Hasibuan

    Bagaimana cara menilai keadilan seorang suami dalam mengelola hubungan dengan lebih dari satu istri?

    Balas
  • Hidayat Nur Wahid Hsb

    Bagaimana dengan pernikahan misalnya seorang suami menikah dengan wanita lain akan tetapi istri yg pertama tidak mengetahuinya?

    Balas
  • Misronida Harahap

    Bagaimana konteks sosial dan budaya di Indonesia mempengaruhi penerimaan atau penolakan terhadap poligami dalam masyarakat Muslim?

    Balas
  • Yuliana Siregar

    Bagaimana syarat- syarat yang harus dipenuhi suami sebelum melakukan pilogami terhadap istrinya?

    Balas
  • Putri Ruhqhaiyyah

    Dalam konteks poligami, bagaimana seharusnya keadilan ditegakkan antara istri-istri dalam praktik sehari-hari?

    Balas
  • Siti Rabiah Rangkuti

    Apakah ada kendala diantara kedua belah pihak sehingga terjadinya perceraian akibat poligami atau apakah terjadinya ketidak puasan antara keduanya atau masalah yang lainnya?

    Balas
  • Nabila rispa izzzaty

    Menurut pemakalah, jika poligami dapat membuat hubungan retak, mengapa Allah memperbolehkan melakukan poligami?

    Balas
  • Nia Ramayanti

    Artikelnya sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi para pembaca 👍🏻

    Balas
  • Nia Ramayanti

    Bagaimana poligami yang dilakukan seorang laki laki secara diam diam , namun memiliki tujuan yang baik .
    Misalnya begini , ada seorang laki laki , iya bertemu dengan wanita yg ingin bunuh diri karna dia di perkosa khawatir akan latar belakang anaknya nanti , jadi kalau laki laki tersebut ingin menyelamatkan nyawa perempuan itu, ia harus menikahi perempuan tersebut ( seperti yg dikatakan perempuan itu) , tapi pernikahan mereka tidak diketahui oleh Istrinya , bagaimana menurut pemakalah mengenai hal tersebut, baik dalam hal hukum ,dll

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk