Pembagian Waris dalam Islam: Fardh dan ‘Asabah Secara Adil
TATSQIF ONLINE – Hukum waris dalam Islam merupakan salah satu aspek penting dalam fiqh muamalah yang bertujuan untuk menjaga keadilan dan keseimbangan dalam pembagian harta warisan. Pembagian warisan diatur secara rinci dalam Al-Qur’an, hadits, serta ijtihad para ulama agar tidak terjadi konflik di antara ahli waris. Dalam hukum Islam, pembagian warisan memiliki dua kategori utama, yaitu dengan fardh (furudh muqaddarah) dan ‘asabah. Furudh adalah bagian waris yang telah ditentukan jumlahnya berdasarkan ketetapan syariat, sedangkan ‘asabah adalah bagian waris yang diperoleh setelah pembagian fardh, jika masih ada sisa harta warisan.
Hukum waris Islam memiliki keistimewaan dibandingkan sistem waris lainnya karena memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjunjung keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak-anak. Seperti yang dijelaskan oleh Ahmad Azhar Basyir dalam Hukum Waris Islam (2000), sistem waris Islam menekankan bahwa harta yang ditinggalkan oleh pewaris harus dibagikan dengan prinsip keadilan dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan syariat. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap pembagian harta waris dengan fardh dan ‘asabah sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dan sengketa dalam keluarga.
Pembagian Warisan dalam Islam
1. Pembagian Harta Waris dengan Fardh
Fardh dalam hukum waris Islam adalah bagian tertentu yang telah ditetapkan secara pasti bagi ahli waris sesuai dengan ketentuan syariat. Jumlah bagian ini disebutkan dalam Al-Qur’an, misalnya dalam Surah An-Nisa’ ayat 11-12. Berikut adalah beberapa bagian yang termasuk dalam kategori fardh:
a. Suami mendapat 1/2 dari harta warisan istrinya jika istrinya tidak memiliki anak, dan 1/4 jika istrinya memiliki anak.
b. Istri mendapat 1/4 dari harta warisan suaminya jika suaminya tidak memiliki anak, dan 1/8 jika suaminya memiliki anak.
c. Anak perempuan jika sendirian mendapatkan 1/2, jika dua orang atau lebih mendapatkan 2/3, dan jika bersama anak laki-laki, maka anak laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari anak perempuan sebagai ‘asabah.
d. Ibu mendapat 1/3 jika pewaris tidak memiliki anak dan tidak memiliki saudara, dan 1/6 jika pewaris memiliki anak atau memiliki dua saudara atau lebih.
e. Ayah mendapat 1/6 jika pewaris memiliki anak, dan jika tidak memiliki anak, maka ia mendapatkan bagian ‘asabah.
f. Saudara perempuan kandung atau seayah mendapat 1/2 jika sendirian dan 2/3 jika dua orang atau lebih, dengan ketentuan tidak ada anak laki-laki atau ayah sebagai ‘asabah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh Islam wa Adillatuhu (2011), bagian-bagian ini telah ditetapkan dengan ketentuan yang jelas berdasarkan dalil syar’i, sehingga tidak dapat diubah kecuali dalam kondisi tertentu yang diperbolehkan oleh hukum Islam, seperti dalam kasus al-radd (pengembalian sisa harta kepada ahli waris fardh jika tidak ada ashabah).
2. Pembagian Harta Waris dengan ‘Asabah
‘Asabah adalah bagian waris yang diperoleh tanpa adanya ketetapan jumlah tertentu dalam Al-Qur’an, melainkan berdasarkan kaidah bahwa seorang ahli waris mendapatkan sisa harta setelah pembagian fardh. Dalam hal ini, ‘asabah memiliki peran yang sangat penting dalam menyelesaikan pembagian warisan.
Menurut definisi yang dikemukakan oleh Syekh Abu Zahrah dalam Ahkam al-Mirats fil Islam (1999), ahli waris yang tergolong sebagai ‘asabah adalah mereka yang tidak memiliki bagian tertentu (furudh muqaddarah) tetapi mendapatkan sisa warisan. Pembagian ‘asabah dalam Islam dikategorikan menjadi tiga jenis utama:
a. ‘Asabah bin nafsi (ashabah karena dirinya sendiri), yaitu para ahli waris laki-laki dari garis keturunan pewaris, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki (dari anak laki-laki), ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, dan paman.
b. ‘Asabah bil ghair (ashabah karena orang lain), yaitu perempuan yang menjadi ashabah karena bersama saudara laki-lakinya, seperti anak perempuan yang bersama anak laki-laki atau saudara perempuan kandung yang bersama saudara laki-laki kandung.
c. ‘Asabah ma‘al ghair (ashabah karena bersama pihak lain), yaitu saudara perempuan kandung atau seayah yang menjadi ashabah karena bersama anak perempuan atau cucu perempuan (dari anak laki-laki).
Sebagai contoh dalam pembagian ‘asabah, apabila pewaris meninggalkan seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan, maka anak laki-laki akan memperoleh bagian dua kali lipat dari anak perempuan sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-nisa’ ayat 11:
يُوصِيكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ ۗ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…”
Dengan demikian, jika harta warisan setelah dikurangi bagian fardh masih menyisakan Rp 60.000.000, maka pembagian ‘asabah dilakukan dengan aturan dua berbanding satu antara anak laki-laki dan anak perempuan.
3. Ilustrasi Perhitungan Pembagian Warisan
Sebagai contoh, seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, seorang anak laki-laki, dan dua anak perempuan. Jika jumlah harta warisan adalah Rp 120.000.000, maka pembagiannya sebagai berikut:
Bagian fardh:
Istri mendapatkan 1/8: Rp 120.000.000 × 1/8 = Rp 15.000.000
Sisa harta setelah bagian fardh:
Rp 120.000.000 – Rp 15.000.000 = Rp 105.000.000
Pembagian ‘asabah antara anak laki-laki dan anak perempuan
– Anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari anak perempuan.
– Total bagian = 2+1+1 = 4 bagian.
– Anak laki-laki mendapatkan (2/4) × Rp 105.000.000 = Rp 52.500.000
– Masing-masing anak perempuan mendapatkan (1/4) × Rp 105.000.000 = Rp 26.250.000
Ilustrasi ini menunjukkan bagaimana hukum waris Islam memastikan bahwa setiap ahli waris mendapatkan haknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam syariat.
Kesimpulan
Pembagian harta waris dalam Islam merupakan sistem yang sangat terstruktur dengan dua kategori utama, yaitu pembagian dengan fardh dan ‘asabah. Bagian fardh diberikan kepada ahli waris tertentu dengan jumlah yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an, sedangkan bagian ‘asabah diberikan kepada ahli waris yang berhak menerima sisa warisan setelah pembagian fardh selesai. Dengan memahami hukum waris Islam, masyarakat dapat menghindari perselisihan dalam keluarga dan memastikan bahwa harta warisan dibagikan secara adil sesuai dengan ketentuan syariat. Wallahua’lam.
Iffah Raihani (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana hukum Islam mengatur pembagian waris bagi keluarga yang terdiri dari ahli waris yang mendapatkan bagian fardh dan ‘asabah secara bersamaan?
Apa yang terjadi jika ahli waris fardh telah menerima bagiannya dan masih ada sisah harta?
Seorang istri meninggal dunia dan meninggalkan suami, ayah, seorang anak laki-laki, dan tiga anak perempuan. Dengan menggunakan prinsip fardh dan ‘asabah, bagaimana cara menghitung pembagian warisan bagi masing-masing ahli waris? Jelaskan proses pembagian ini secara rinci.