Iman kepada Allah: Hakikat, Dalil, dan Buahnya dalam Kehidupan
TATSQIF ONLINE – Iman kepada Allah merupakan dasar utama dalam Islam. Keimanan ini menjadi pondasi bagi seluruh aspek ajaran Islam, karena tanpa iman, amal perbuatan seseorang tidak akan bernilai di sisi Allah. Oleh karena itu, memahami hakikat iman secara mendalam sangatlah penting agar seorang Muslim dapat menjalankan kehidupannya sesuai dengan tuntunan yang benar.
Keimanan kepada Allah mencakup keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, bahwa Allah memiliki sifat-sifat kesempurnaan, serta bahwa seluruh kehidupan berada di bawah kekuasaan dan kehendak-Nya. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadis, iman disebut sebagai faktor utama yang membedakan antara orang yang beriman dan yang kafir, antara penghuni surga dan penghuni neraka.
Kajian tentang hakikat iman telah dibahas secara luas oleh para ulama sejak masa klasik hingga era modern. Pemikiran Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi’i, Ibnu Taimiyah, dan banyak ulama lainnya menjadi rujukan dalam memahami konsep iman secara komprehensif. Dengan memahami definisi dan hakikat iman, kita akan mampu menjadikan keimanan sebagai pilar utama dalam kehidupan, baik dalam aspek ibadah, akhlak, maupun interaksi sosial.
Pengertian Iman kepada Allah
1. Definisi Iman dalam Perspektif Bahasa dan Istilah
Secara bahasa, kata “iman” berasal dari bahasa Arab آمَنَ – يُؤْمِنُ – إِيمَانًا, yang berarti percaya, membenarkan, atau memberikan rasa aman. Makna ini menunjukkan bahwa iman adalah bentuk keyakinan yang kokoh yang membawa ketenangan bagi seseorang yang memilikinya.
Sedangkan secara istilah, iman didefinisikan sebagai keyakinan yang teguh dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dalam perbuatan. Definisi ini merangkum tiga aspek penting dari iman yang disepakati oleh mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Imam Al-Bukhari dalam Shahih Bukhari menyebutkan bahwa iman memiliki tiga unsur utama:
1. تصديق بالقلب (Membenarkan dalam hati)
2. إقرار باللسان (Mengucapkan dengan lisan)
3. أمل بالجوارح (Mengamalkan dengan perbuatan)
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa seseorang yang hanya mengucapkan syahadat tetapi tidak meyakini dalam hati, maka ia termasuk munafik. Sebaliknya, orang yang meyakini dalam hati tetapi menolak mengucapkannya karena kesombongan, seperti yang dilakukan oleh Iblis dan Fir’aun, maka ia tetap tergolong sebagai orang kafir (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).
2. Iman Bertambah dan Berkurang
Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa iman seseorang dapat bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman terjadi melalui ketaatan kepada Allah, seperti melaksanakan ibadah, berzikir, membaca Al-Qur’an, dan menjauhi maksiat. Sebaliknya, iman dapat berkurang akibat perbuatan dosa dan kelalaian dalam menjalankan perintah Allah.
Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Anfal ayat 2:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambah (kuat) iman mereka, dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Ayat ini menunjukkan bahwa keimanan dapat bertambah dengan meningkatkan interaksi dengan ayat-ayat Allah serta bertawakal kepada-Nya dalam setiap keadaan.
Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
الإيمانُ بضعٌ وسبعون شعبةً ، أعلاها قولُ لا إله إلا اللهُ ، وأدناها إماطةُ الأذى عن الطريقِ
Artinya: “Iman memiliki lebih dari 70 cabang. Yang tertinggi adalah ucapan Laa ilaaha illallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan,” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa iman memiliki tingkatan yang berbeda-beda, dan setiap Muslim perlu berusaha untuk meningkatkan kualitas keimanannya dengan amal yang lebih baik.
Pandangan Ulama tentang Hakikat Iman
1. Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Iman:
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa iman bukan hanya sekadar keyakinan dalam hati, tetapi harus dibuktikan dengan ucapan dan amal perbuatan. Tanpa amal, maka keimanan seseorang tidak akan sempurna (Ibnu Taimiyah, Kitab Al-Iman).
2. Imam Abu Hanifah dalam Al-Fiqh Al-Akbar:
Menurut Imam Abu Hanifah, iman adalah membenarkan dalam hati dan mengucapkan dengan lisan. Ia berpendapat bahwa perbuatan bukan bagian dari iman, tetapi merupakan konsekuensinya (Abu Hanifah, Al-Fiqh Al-Akbar).
3. Imam Asy-Syafi’i dalam Ar-Risalah:
Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa iman mencakup keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Ia juga menegaskan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang (Asy-Syafi’i, Ar-Risalah).
Buah Iman kepada Allah
1. Ketenangan Hati
Allah berfirman dalam Alquran Surah Ar-Ra’d ayat 28:
أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram.”
Iman yang kuat akan membuat hati seseorang selalu tenang dalam menghadapi berbagai ujian hidup.
2. Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Allah berfirman dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًۭا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةًۭ طَيِّبَةًۭ
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Ayat ini menegaskan bahwa kehidupan yang baik di dunia dan akhirat hanya akan diperoleh oleh orang yang beriman dan beramal saleh.
Kesimpulan
Iman kepada Allah adalah fondasi utama Islam yang mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Iman bukan hanya sebatas keyakinan dalam hati, tetapi harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami hakikat iman, seorang Muslim akan memperoleh ketenangan hati, kebahagiaan hidup, dan keberkahan di dunia serta akhirat.
Oleh karena itu, setiap Muslim harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan keimanannya dengan memperbanyak ibadah dan menjauhi perbuatan dosa agar keimanannya tetap kokoh hingga akhir hayat. Wallahua’lam.
Tazki Aziz Kurniawan Baeha (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana iman mempengaruhi kehidupan seseorang dalam berbagai aspek seperti ibadah dan akhlak
𝑱𝒆𝒍𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒅𝒆𝒕𝒂𝒊𝒍 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒊𝒎𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒈𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒖𝒋𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏?
Pertanyaan saya adalah tentang buah iman adalah mendapatkan kebahagiaan didunia dan di akhirat di kuat kan dengan dalil surah An-nahl ayat 97 sekira ² artinya ” barang siapa yg mengerjakan kebajikan baik laki laki maupun perempuan dengan beriman kepada Allah ,pasti di berikan kehidupan yang baik”.
Pertanyaan saya.. kenapa banyak orang beriman kepada allah tapi hidupnya itu bisa di katakan melarat padahal dia sering kemesjid misalnya teruss bersedekah..tapi hidupnya penuh dengan kemiskinan,kebalikannya orang yg tidak pernah beribadah kepada,bersedah malahan bisa di katakan sholatnya setahun sekali..tapi kehidupan nya penuh dengan kekayaan.?jadi bagaimana tanggapan anda
Iman kepada Qadha dan Qadar yaitu percaya kepada takdir yang akan datang baik itu takdir baik dan buruk. Bagaimana seseorang Iman nya akan bertambah jika takdir yang datang itu kebanyakan takdir yang buruk yang namanya manusiawi pasti punya rasa lelah. Tolong beri solusi untuk permasalahan tersebut !
Apakah kita bisa meningkatkan keimanan kita tanpa memiliki ilmu pengetahuan?
Bagaimana cara kita meningkatkan keimanan kita kepada allah?