4 Kiat Membedah Ayat Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Alquran
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW yang diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Wahyu pertama turun pada malam Lailatul Qadar, bulan Ramadhan, saat Nabi sedang bertahannuts di Gua Hira, dalam usia 40 tahun. Ayat pertama yang diterima Nabi SAW adalah lima ayat pertama dari Surah Al-‘Alaq yang termasuk kategori Makkiyyah. Sejak saat itu, Al-Qur’an terus diturunkan mengikuti perkembangan dakwah Nabi SAW.
Dalam kajian Ulumul Qur’an, ayat-ayat Al-Qur’an secara umum diklasifikasikan menjadi dua: Makkiyyah dan Madaniyyah. Klasifikasi ini tidak hanya berdasarkan lokasi turunnya wahyu, tetapi yang lebih akurat adalah waktu turunnya wahyu, yakni sebelum atau setelah hijrah Nabi SAW ke Madinah. Ayat Makkiyyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan ayat Madaniyyah adalah yang diturunkan setelah hijrah, meskipun bisa saja wahyu Madaniyyah turun di luar Madinah, seperti di Hudaibiyyah atau Makkah saat Fathu Makkah.
Menurut Imam al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, klasifikasi Makki dan Madani sangat penting untuk memahami konteks sosial dan historis ayat, serta pendekatan dakwah yang dilakukan Nabi pada masing-masing fase.
Ciri-Ciri Ayat Makkiyyah
Ayat-ayat Makkiyyah memiliki ciri khas tertentu yang sesuai dengan kondisi umat Islam awal di Makkah:
1. Isi dan Tema
Ayat-ayat Makkiyyah menitikberatkan pada dasar-dasar keimanan seperti tauhid, keesaan Allah, hari kiamat, surga dan neraka. Selain itu, banyak mengandung kisah para nabi terdahulu sebagai ibrah, serta penegasan risalah kenabian Muhammad SAW. Hukum-hukum syariat belum banyak disinggung karena fokus utama adalah penguatan akidah dan dakwah kepada masyarakat yang masih awam terhadap Islam.
2. Gaya Bahasa
Gaya bahasa ayat Makkiyyah sangat kuat, pendek-pendek, dan menggugah jiwa. Banyak ayat diawali dengan sumpah, seperti: “Demi fajar (QS. Al-Fajr: 1), Demi waktu dhuha (QS. Ad-Dhuha: 1), Demi malam (QS. Al-Lail: 1)”. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, hal ini disesuaikan dengan karakter masyarakat Quraisy yang fasih berbahasa Arab dan terkesan dengan keindahan retorika.
3. Sasaran Dakwah
Karena mayoritas penduduk Makkah belum memeluk Islam, maka seruan ayat-ayat Makkiyyah menggunakan panggilan umum seperti: “Yā ayyuhā an-nās” (Wahai manusia), menunjukkan bahwa pesan-pesan Al-Qur’an pada masa itu bersifat universal dan mengajak kepada tauhid tanpa memandang suku dan agama.
4. Tempat Turun
Sebagian besar ayat Makkiyyah turun di Makkah dan sekitarnya. Namun sekali lagi, yang menjadi patokan utama adalah waktu, bukan lokasi.
Ciri-Ciri Ayat Madaniyyah
Setelah hijrah ke Madinah, kondisi sosial-politik umat Islam berubah. Mereka membentuk komunitas dan negara, sehingga kebutuhan terhadap hukum syariat menjadi lebih besar. Maka ayat-ayat yang turun setelah hijrah memiliki karakter yang berbeda:
1. Isi dan Tema
Ayat-ayat Madaniyyah banyak berbicara tentang hukum-hukum syariat seperti zakat, puasa, haji, pernikahan, warisan, jihad, dan hubungan antara umat Islam dengan ahli kitab. Selain itu, terdapat ayat-ayat yang menyingkap ciri-ciri kaum munafik dan menjelaskan strategi dakwah terhadap orang Yahudi dan Nasrani.
2. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam ayat Madaniyyah cenderung lebih panjang, terperinci, dan mengandung aspek legal-formal. Ayat-ayatnya bersifat instruktif dan edukatif, membentuk masyarakat madani yang taat hukum.
3. Sasaran Dakwah
Karena umat Islam sudah mulai terorganisir, maka banyak ayat Madaniyyah yang dimulai dengan seruan: “Yā ayyuhā alladzīna āmanū” (Wahai orang-orang yang beriman), menunjukkan bahwa Al-Qur’an kini berbicara pada komunitas internal yang telah beriman dan siap menerima perintah-perintah syariat.
4. Tempat Turun
Sebagian besar ayat Madaniyyah turun di Madinah dan sekitarnya, walaupun tidak menutup kemungkinan diturunkan di tempat lain setelah peristiwa hijrah.
Urgensi Membedakan Ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Mengetahui karakteristik ayat Makkiyyah dan Madaniyyah sangat penting dalam memahami tujuan dan konteks wahyu. Menurut Manna’ al-Qaththan dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an, klasifikasi ini membantu dalam memahami pendekatan dakwah Rasulullah SAW, proses perkembangan syariat Islam, serta metode tafsir yang tepat sesuai dengan asbabul nuzul.
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Penurunan ini bertujuan untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW, menjawab berbagai pertanyaan masyarakat, serta memudahkan umat dalam memahami dan mengamalkan syariat Islam. Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Furqan ayat 32:
وَقَالَ الْذِيْنَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَلْنَاهُ تَرْتِيلًا
Artinya: “Orang-orang kafir berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus saja?’ Demikianlah, agar Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil.”
Kesimpulan
Klasifikasi ayat Makkiyyah dan Madaniyyah merupakan bagian penting dalam Ulumul Qur’an yang tidak boleh diabaikan. Ia bukan hanya persoalan teknis, melainkan mencerminkan perkembangan dakwah Islam, perubahan strategi komunikasi wahyu, serta peralihan dari pembinaan akidah menuju pembentukan masyarakat madani. Dengan memahami ciri-ciri keduanya, kita akan lebih mudah menghayati konteks turunnya ayat dan menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan secara lebih bijaksana. Wallahua’lam.
Mirai Madani (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Metode seperti apa yang di gunakan para sahabat untuk mengetahui bahwasanya ayat tersebut turun dari Mekkiyah dan madaniyyah