Asuransi dalam Islam: Antara Praktik Konvensional dan Syariah
TATSQIF ONLINE – Asuransi adalah salah satu instrumen finansial modern yang digunakan untuk menghadapi risiko tak terduga dalam kehidupan manusia, baik risiko kesehatan, kematian, kerusakan harta, maupun kehilangan pendapatan. Dalam sistem konvensional, asuransi merupakan praktik yang lumrah dan didasarkan pada hukum positif. Namun, dalam pandangan fikih muamalah, praktik asuransi harus dianalisis lebih mendalam agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, muncul sistem alternatif berupa asuransi syariah, yang dibangun atas prinsip tolong-menolong (ta’awun) dan keadilan (‘adl).
Pengertian Asuransi Konvensional dan Syariah
Asuransi konvensional, menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 1, adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung menerima premi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atas kerugian tertentu. Dalam KUHD Pasal 246, asuransi didefinisikan sebagai perjanjian di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung untuk memberikan ganti rugi atas suatu kerugian yang tidak pasti, dengan menerima premi sebagai imbalan.
Dalam literatur Islam, asuransi disebut dengan at-ta’min yang berasal dari kata amanah, yang bermakna rasa aman dan bebas dari ketakutan. Menurut Amrin dalam bukunya Asuransi dalam Tinjauan Syariah, istilah ta’min berarti upaya perlindungan terhadap kehilangan atau kerusakan melalui dana kolektif yang dikumpulkan dengan prinsip saling menolong.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong antar peserta melalui investasi aset dalam bentuk tabarru’ yang sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
Tujuan Asuransi Konvensional dan Syariah
Tujuan utama asuransi konvensional adalah mendapatkan keuntungan finansial. Semua premi menjadi milik perusahaan asuransi dan dikelola untuk profit perusahaan. Sebaliknya, asuransi syariah bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan umat dan perlindungan sosial berbasis ukhuwah Islamiyah.
Menurut Amrin dalam Asuransi dalam Tinjauan Syariah, asuransi syariah mengusung misi aqidah (menjaga iman umat), ibadah (pengabdian kepada Allah), iqtisadi (keadilan ekonomi), dan keumatan (kesejahteraan sosial). Oleh karena itu, asuransi syariah tidak semata mencari profit, melainkan nilai maslahat.
Prinsip Asuransi Konvensional dan Syariah
Asuransi konvensional berlandaskan enam prinsip utama:
- Insurable interest
- Utmost good faith
- Proximate cause
- Indemnity
- Subrogation
- Contribution
Prinsip-prinsip ini bersifat kontraktual dan hukum sekuler.
Sebaliknya, asuransi syariah berlandaskan prinsip syariah seperti:
- Ta’awun (tolong-menolong)
- Tabarru’ (hibah untuk kepentingan bersama)
- Akad syar’i (wakalah bil ujrah atau mudharabah)
- Tidak ada gharar, maysir, dan riba
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”
Perbedaan Substantif: Konvensional vs Syariah
1. Sistem Akuntansi
Asuransi konvensional menggunakan metode accrual basis, yang mengakui pendapatan dan beban meskipun belum terjadi transaksi kas. Sebaliknya, asuransi syariah menggunakan cash basis, yang mengakui pendapatan hanya ketika kas benar-benar diterima. Menurut Sula dalam bukunya Asuransi Syariah: Prinsip dan Praktik, penggunaan accrual dianggap tidak sesuai karena mengandung ketidakpastian yang bertentangan dengan syariah.
2. Akad
Asuransi konvensional menggunakan akad jual beli risiko (gharar), yang dalam fikih dianggap tidak sah karena objek akadnya tidak pasti.
Sementara asuransi syariah menggunakan akad:
- Mudharabah: pemisahan dana peserta dan pemegang saham, pengelola hanya sebagai manajer dana.
- Wakalah bil ujrah: perusahaan bertindak sebagai agen yang mendapat ujrah (fee) dari pengelolaan dana.
3. Kepemilikan Dana
Dana dalam asuransi konvensional menjadi milik perusahaan. Dalam asuransi syariah, dana adalah milik peserta yang dikumpulkan untuk saling membantu.
4. Pembagian Keuntungan
Dalam asuransi syariah, keuntungan dari investasi dibagi antara peserta dan pengelola sesuai akad. Dalam konvensional, seluruh keuntungan adalah milik perusahaan.
Skema Praktik Asuransi Syariah
Asuransi syariah diselenggarakan dengan skema gotong royong antar peserta. Terdapat tiga pihak utama:
- Peserta, sebagai penyumbang dana tabarru’
- Operator, sebagai pengelola dana
- Pihak ketiga, sebagai penerima manfaat investasi halal
Investasi hanya boleh dilakukan pada sektor yang halal. Sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Dana tabarru’ tidak dapat diambil kembali oleh peserta kecuali dalam bentuk klaim. Ini menegaskan semangat tolong-menolong, bukan semata transaksi bisnis.
Hadis Pendukung
Dalam sebuah hadis disebutkan:
“مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ”
Artinya: “Barang siapa melepaskan satu kesusahan dari seorang mukmin, Allah akan melepaskan satu kesusahan darinya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjadi landasan spiritual bahwa membantu sesama—seperti dalam praktik asuransi syariah—adalah amal yang dijanjikan pahala besar oleh Allah.
Kesimpulan
Asuransi adalah kebutuhan modern yang tidak dapat dihindari. Namun, bagi umat Islam, bentuk dan sistemnya harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Asuransi syariah menawarkan alternatif yang bersifat tolong-menolong dan jauh dari unsur gharar, riba, serta maysir. Sistem ini tidak hanya menjamin keuangan peserta, tetapi juga mendekatkan umat pada nilai-nilai solidaritas dan keadilan Islam.
Sebagaimana ditegaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, prinsip asuransi syariah dapat diterima selama menghindari transaksi yang batil dan menjunjung asas tolong-menolong serta kejelasan akad. Wallahua’lam.
Wildan Lubis (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Apakah yang menjadi kelemahan asuransi syariah dibandingkan dengan asuransi konvensional?
Bagaimana asuransi syariah dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat muslim dalam mengelola resiko?
Bagaimana asuransi konvensional dapat mengundang unsur gharar,riba dan maysir ?
Bagaimana cara kerja Asuransi Syariah dibandingkan dengan Asuransi konvensional?
Mengapa asuransi syariah dianggap lebih adil dibandingkan asuransi konvensional menurut perspektif Islam?