Ghisysy dan Tadlis: Bentuk Penipuan dan Hukumnya dalam Islam
TATSQIF ONLINE – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menjumpai praktik kecurangan dan penipuan dalam berbagai bentuk, baik dalam transaksi jual beli, perekrutan tenaga kerja, maupun dalam pelayanan jasa. Dalam ajaran Islam, tindakan tersebut dikenal dengan istilah “ghisysy” dan “tadlis”, dua konsep yang sangat dicela karena bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran, amanah, dan transparansi.
Islam sangat menekankan pentingnya berlaku jujur dan adil dalam seluruh aspek kehidupan, terutama dalam interaksi sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, memahami konsep ghisysy dan tadlis sangat penting bagi umat Islam agar dapat menjalani kehidupan yang bersih dari praktik haram yang merusak hubungan sosial.
Pengertian Ghisysy dan Tadlis
Secara bahasa, ghisysy (الغِشّ) berarti menipu atau berbuat curang. Sedangkan secara istilah, ghisysy adalah tindakan menyembunyikan cacat atau kekurangan suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk mengelabui dan mendapatkan keuntungan secara tidak jujur. Ghisysy bisa terjadi dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk penipuan kualitas, jumlah, harga, maupun informasi.
Tadlis berasal dari kata “dalasa” yang berarti menyembunyikan atau menyamarkan. Secara istilah, tadlis berarti menyamarkan cacat atau kekurangan yang seharusnya diketahui oleh pihak lain agar dapat mengambil keputusan dengan informasi yang benar. Tadlis sering dikaitkan dengan kebohongan halus, yaitu memanipulasi fakta agar tampak seolah-olah sesuai harapan pembeli atau pengguna jasa.
Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, tadlis adalah menyembunyikan informasi penting yang jika diketahui akan menyebabkan perubahan dalam keputusan akad. Oleh karena itu, tadlis termasuk dalam perbuatan tercela karena melanggar prinsip kejujuran dalam muamalah.
Dalil-dalil tentang Larangan Ghisysy dan Tadlis
1. Dalil dari Al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Muthaffifin ayat 1-3:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Ayat ini menegaskan bahwa perbuatan curang, baik dalam bentuk pengurangan takaran maupun bentuk lainnya, merupakan tindakan yang sangat dibenci oleh Allah dan akan mendapat ancaman azab.
2. Dalil dari Hadis Nabi Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya: “Barang siapa yang menipu, maka ia bukan golongan kami.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa pelaku penipuan dan kecurangan telah keluar dari nilai-nilai moral umat Islam. Kalimat “bukan dari golongan kami” menunjukkan sikap tegas Islam dalam menolak segala bentuk ketidakjujuran.
Bentuk-Bentuk Ghisysy dan Tadlis dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Menjual Barang Cacat tanpa Pemberitahuan
Contohnya, pedagang menjual handphone bekas yang memiliki kerusakan pada baterai dan layar, namun tidak menginformasikan kepada pembeli. Ini termasuk dalam ghisysy karena menyembunyikan cacat barang.
2. Mengoplos Barang
Seorang penjual mencampur beras kualitas premium dengan beras kualitas rendah, lalu menjualnya dengan harga premium. Ini merupakan bentuk penipuan kualitas barang.
3. Pemalsuan Sertifikat
Seorang produsen mencantumkan label halal dari MUI pada produknya padahal tidak memiliki sertifikasi tersebut. Ini adalah bentuk tadlis karena menyamarkan legalitas produk.
4. Menyembunyikan Informasi dalam Transaksi Properti
Penjual rumah menyembunyikan informasi tentang kondisi bangunan yang retak atau sering banjir. Ini termasuk tadlis karena menyembunyikan fakta penting.
5. Tadlis dalam Lamaran Kerja
Seorang pelamar kerja menambahkan pengalaman kerja fiktif atau memalsukan ijazah untuk meningkatkan peluang diterima. Ini termasuk tadlis karena menyembunyikan fakta yang seharusnya disampaikan.
6. Menjual Barang Palsu
Menjual tas, sepatu, atau jam tangan tiruan bermerek tanpa menyebutkan bahwa itu adalah barang imitasi. Ini adalah ghisysy karena menyamarkan identitas barang.
Solusi Islam terhadap Ghisysy dan Tadlis
1. Pendidikan Kejujuran
Pendidikan sejak dini harus menanamkan nilai kejujuran dan amanah dalam setiap aspek kehidupan. Sekolah, keluarga, dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini.
2. Pengawasan Pasar
Pemerintah dan lembaga terkait harus meningkatkan pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran untuk mencegah beredarnya barang palsu, barang kadaluarsa, atau barang yang tidak layak konsumsi.
3. Sertifikasi dan Standar Halal
Lembaga seperti MUI dan BPOM perlu lebih tegas dalam memberikan sertifikasi dan memastikan bahwa semua produk telah memenuhi standar kualitas dan kehalalan.
4. Meningkatkan Kesadaran Spiritual
Setiap Muslim harus menyadari bahwa Allah selalu mengawasi setiap perbuatannya, termasuk dalam jual beli dan muamalah lainnya. Kesadaran akan hisab (perhitungan amal) di akhirat dapat mencegah seseorang dari melakukan penipuan.
Kesimpulan
Ghisysy dan tadlis adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam karena mengandung unsur penipuan, ketidakjujuran, dan pengkhianatan. Islam menekankan pentingnya kejujuran, amanah, dan transparansi dalam setiap transaksi dan interaksi sosial. Dengan memahami konsep dan sanksi dari perbuatan ini, diharapkan umat Islam dapat menjauhi praktik-praktik curang yang merusak tatanan masyarakat. Penegakan hukum, pendidikan moral, dan peningkatan kesadaran akan pentingnya kejujuran merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang adil dan diridhai Allah SWT. Wallahua’lam.
Fadil Igabsa Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana bentuk-bentuk ghisy yang sering terjadi dalam aktivitas ekonomi modern, dan apa hukumnya menurut fikih muamalah?
Bagaimana jika seorang penjual yang memberikan barang dan harga yang sesuai dengan kualitas barang dan harga barang tersebut, tetapi ia mengembalikan uang kembalian dengan uang palsu, apakah hukum perbuatan tersebut?
Bagaimana contoh penipuan digital (online) menurut hukum Islam, dan apa tanggung jawab pelaku secara syar’i?