Fiqh & Ushul FiqhPernikahan & Keluarga

Urgensi Kehadiran Wali Nikah, Umat Muslim Harus Tahu Ini

TATSQIF ONLINESaat seorang perempuan muslimah hendak menikah, wajib baginya memiliki wali nikah. Mayoritas ulama sepakat bahwa wali nikah adalah rukun yang tidak bisa diabaikan dalam akad nikah. Salah satu keabsahan pernikahan mengharuskan adanya wali nikah.

Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Praktis 2, menjelaskan bahwa perwalian nikah adalah hak yang diberikan syariat kepada seseorang wali untuk melakukan akad pernikahan atas orang yang diwakilkan.

Pendapat serupa disampaikan oleh Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan. Wali nikah adalah orang yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya. Ketika seorang muslim melangsungkan akad nikah, yang melakukan ijab qabul adalah wali dari perempuan tersebut. Lafaz ijab diucapkan oleh si wali, sementara qabul dilafalkan oleh calon suami.

Perempuan tidak memiliki kewenangan untuk menikahkan dirinya sendiri, juga tidak diperbolehkan bagi orang lain selain wali untuk melaksanakan akad pernikahannya. Jika hal tersebut dilakukan, maka pernikahannya dianggap tidak sah.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا، فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِيْ تُزَوِّجُ نَفْسَهَا

Artinya: “Wanita tidak boleh menikahkan wanita, dan tidak boleh pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Sebab, hanya pezinalah yang menikahkan dirinya sendiri,” (HR Ibnu Majah).

Hadis ini menjelaskan bahwa menurut ajaran Islam, wanita tidak memiliki wewenang untuk menikahkan wanita lain, dan juga tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Tindakan tersebut dianggap tidak sah dalam Islam. Pernikahan harus dilakukan dengan izin dan wali yang sah menurut syariat Islam.

Pernyataan bahwa hanya pezina yang menikahkan dirinya sendiri menunjukkan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap norma-norma pernikahan dalam agama Islam. Oleh karena itu, hadis ini menegaskan pentingnya mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam terkait pernikahan dan proses akad nikah.

BACA JUGA: Pernikahan Beda Agama: Perspektif Hukum Islam dan HAM

Tentang posisi wali dalam akad nikah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mayoritas ulama sepakat bahwa wali adalah rukun pernikahan, seperti yang ditegaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Ayat ini menegaskan secara jelas larangan pernikahan beda agama. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan harus berdasarkan pada keyakinan yang kuat dalam Islam. Meskipun tidak secara langsung membahas peran wali, konteks ayat menegaskan pentingnya peran wali dalam memastikan pernikahan dilakukan sesuai syariat Islam untuk mencapai tujuan yang benar.

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam Alquran surat An-Nur ayat 32 berikut ini:

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”

Seringkali timbul masalah ketika tidak ada wali, terutama saat ada pasangan yang ingin menikah tanpa sepengetahuan orang tua. Namun, perlu dicatat bahwa pernikahan tanpa wali secara hukum tidak sah. Keharamannya ditegaskan dengan jelas oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis berikut ini:

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ، وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ وَلِيٍّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيُّ فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Artinya, “Tidak ada pernikahan tanpa wali. Perempuan mana pun—perawan atau janda—yang menikah tanpa wali, maka nikahnya adalah batal, batal, batal (tidak sah),” (HR Ahmad).

Hadis ini menegaskan bahwa pernikahan tidak sah kecuali dengan kehadiran seorang wali sebagai salah satu rukun nikah yang wajib dipenuhi. Jika seorang wanita, baik dia masih perawan atau janda, menikah tanpa wali, maka pernikahannya dianggap tidak sah atau batal.

Hal ini ditegaskan secara tegas tiga kali untuk menegaskan keabsahan hukumnya. Jika wanita tersebut tidak memiliki seorang wali, maka wali bagi mereka adalah penguasa atau sultan.

Namun, ada juga pandangan dari Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ulama lain yang menyatakan bahwa wali tidak termasuk rukun nikah, melainkan syarat. Mereka berpendapat bahwa perempuan dewasa yang berakal sehat dan mampu mengambil keputusan boleh melakukan akad nikah sendiri tanpa wali, meskipun pernikahan diwakilkan oleh wali dianggap lebih baik dan sangat dianjurkan.

Argumen ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 234:

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat ini menyatakan bahwa setelah meninggalnya seorang suami, istri-istri yang ditinggalkan harus menunggu masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Setelah itu, mereka tidak berdosa jika melakukan sesuatu terhadap diri mereka sendiri dengan cara yang patut.

Rasulullah SAW juga menyatakan bahwa para janda memiliki hak yang lebih atas diri mereka sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas sebagai berikut:

الثَّيِّب أحقُّ بنفسها مِن وَلِيِّها، والبِكر تُسْتَأمَر، وإذْنُها سُكُوتها

Artinya: “Wanita janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan kepada gadis (perawan) dimintai persetujuannya, dan persetujuannya jika dimintai, (gadis itu ) diam,” (HR Muslim).

Rizem Aizid dalam bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap, cenderung mendukung pandangan mayoritas ulama, khususnya Imam Syafi’i dan Imam Malik, yang menyatakan bahwa wali adalah rukun. Pendapat ini juga menjadi dasar kuat dalam praktik perkawinan di Indonesia.

  • Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

6 komentar pada “Urgensi Kehadiran Wali Nikah, Umat Muslim Harus Tahu Ini

  • Hikma Anisa siregar

    Tanggung jawab apa yang harus di penuhi oleh seorang wali nikah sesuai dengan ajaran agama dalam proses pernikahan?

    Balas
  • Yuyun damai atarinanta rambe

    Kan saudara Aris mengatakan tidak boleh menikah kalau tidak ada wali bagai mana dengan seorang laki laki dan seorang perempuan tersesat di hutan dari pada mereka berbuat yang tidak tida mereka menikah tanpa wali apakah boleh

    Balas
  • Adian halomoan aritonang

    Apa-apa saja persyaratan yang harus di persiapkan oleh wali,ketika menikahkan seorang laki-laki

    Balas
  • Putri Maya Sari Tanjung

    Artikelnya bagus dan mudah dipahami. Saya ingin bertanya bagaimana peran wali nikah dalam pernikahan di negara hukum islam dan non muslim. Terimakasih..

    Balas
  • Nur Kholilah

    Bagaimana jika terjadi perselisihan antara calon mempelai perempuan dengan walinya terkait pernikahan

    Balas
  • Fadli Samsuri Nasution

    apakah ada perbedaan dalam praktik peran wali nikah antara berbagai budaya atau negara di dunia Islam?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk