Tahapan Iman: Dari Sadz, Dzan, hingga Ilmu yang Kokoh, Simak
TATSQIF ONLINE – Iman kepada Allah adalah dasar utama dalam ajaran Islam. Keyakinan terhadap keberadaan dan keesaan-Nya merupakan prinsip fundamental yang membedakan seorang Muslim dari yang lain. Dalam Islam, iman kepada Allah tidak hanya sekadar pengakuan lisan tetapi juga harus dibuktikan dengan keyakinan hati serta perbuatan nyata.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 163)
Keimanan kepada Allah memiliki tahapan yang perlu dipahami agar seorang Muslim mencapai pemahaman yang mendalam dan keyakinan yang kokoh. Ulama tauhid menjelaskan bahwa iman kepada Allah dapat muncul melalui tiga tahapan utama, yaitu Sadz, Dzan, dan Ilmu.
Proses Munculnya Iman
Dalam kajian ilmu kalam dan tauhid, iman kepada Allah dapat terbentuk melalui proses bertahap. Tiga tahap utama dalam munculnya iman adalah sebagai berikut:
1. Sadz (Keyakinan Awal atau Dugaan Kuat)
Secara bahasa, “Sadz” berarti dugaan kuat yang cenderung benar, meskipun belum mencapai kepastian mutlak. Dalam konteks keimanan, tahap ini merupakan awal seseorang mengenal Tuhan berdasarkan naluri dan lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah ﷺ:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari, no. 1358; Muslim, no. 2658)
Dari hadits ini, dapat dipahami bahwa manusia secara naluriah telah memiliki potensi untuk mengenal Allah. Namun, lingkungan dan pendidikan sangat memengaruhi keyakinannya.
2. Dzan (Prasangka atau Dugaan yang Masih Bisa Salah)
“Dzan” dalam bahasa Arab bermakna prasangka atau anggapan yang belum mencapai kepastian penuh. Dalam konteks keimanan, seseorang berada pada tahap dzan ketika ia telah mengenal Allah tetapi masih memiliki keraguan atau belum memiliki pemahaman yang kuat.
Allah berfirman:
إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنَّ ٱلظَّنَّ لَا يُغْنِى مِنَ ٱلْحَقِّ شَيْـًٔا ۚ
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, padahal persangkaan itu sama sekali tidak berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. An-Najm: 28)
Dzan sering terjadi pada mereka yang belum mendalami agama secara menyeluruh. Keyakinan mereka terhadap Allah sudah ada, tetapi masih ada kebingungan dalam memahami keberadaan dan sifat-sifat-Nya.
3. Ilmu (Keyakinan yang Berdasarkan Pengetahuan dan Dalil yang Pasti)
Tahapan tertinggi dari iman adalah ilmu, yaitu keyakinan yang didasarkan pada pemahaman mendalam dan dalil yang jelas. Seorang Muslim yang mencapai tingkat ini tidak hanya beriman secara emosional, tetapi juga memahami dalil-dalil aqli (rasional) dan naqli (wahyu).
Allah berfirman:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Seorang yang berada dalam tahap ilmu memiliki keyakinan yang mantap dan tidak mudah tergoyahkan. Ia memahami tauhid secara rasional dan memiliki dasar dalil yang kuat dalam keyakinannya terhadap Allah.
Pentingnya Meningkatkan Kualitas Iman
Meningkatkan kualitas iman kepada Allah adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Rasulullah ﷺ bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah, no. 224)
Dalam Islam, iman yang benar harus didasarkan pada ilmu, bukan sekadar warisan budaya atau kebiasaan turun-temurun. Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat iman:
1. Mempelajari Al-Qur’an dan Hadits: Menjadikan wahyu sebagai sumber utama dalam memahami tauhid.
2. Menghadiri Majelis Ilmu: Berguru kepada ulama yang kredibel agar memperoleh pemahaman yang benar.
3. Merenungi Tanda-Tanda Keagungan Allah: Mengamati alam semesta dan segala ciptaan-Nya untuk menambah keyakinan.
4. Mengamalkan Ilmu yang Dipelajari: Iman tidak cukup hanya diyakini dalam hati, tetapi harus dibuktikan dengan amal perbuatan.
Kesimpulan
Iman kepada Allah merupakan fondasi utama dalam agama Islam yang harus dipahami dan dijaga dengan baik. Proses munculnya iman bisa melalui tiga tahap: Sadz (keyakinan awal), Dzan (prasangka atau dugaan), dan Ilmu (keyakinan yang berdasarkan pengetahuan yang pasti).
Seorang Muslim hendaknya tidak berhenti pada tahap Sadz atau Dzan, tetapi harus terus berusaha mencapai tahap Ilmu agar memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Allah. Dengan memahami dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits serta mendalami ilmu tauhid, seseorang akan memiliki iman yang kuat dan tidak mudah tergoyahkan.
Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Semoga Allah selalu meneguhkan hati kita dalam iman yang benar dan memberikan kita pemahaman yang mendalam tentang keesaan-Nya. Aamiin. Wallahua’lam.
Dimas Adrian (Mahasiswa Prodi Teknologi Informasi UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa dampaknya jika seseorang memiliki keyakinan tetapi tidak disertai keikhlasan dalam beribadah?
Apa dampaknya bila seseorang memiliki ilmu yang tinggi namun tidak dibarengi dengan iman yang tinggi
Bagaimana caranya menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi dalam mempertahankan iman kepada Allah?
Mengapa iman dianggap lebih umum daripada Islam?
Apa peran iman dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup
Apa perbedaan antara sadz, dzan, dan ilmu dalam membentuk keyakinan kepada Allah?
Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam untuk meningkatkan kualitas iman
Bagaimana ilmu dapat memperkuat dzan seseorang sehingga memperoleh iman yang lebih dalam jika hanya sekedar memperoleh ilmu saja tanpa diimplementasikan?
Apa dampak negatif jika seseorang hanya beriman secara emosional tanpa ilmu?
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar iman yang kuat dan iman yang lemah.
Bagaimana yang dimaksud dengan kata iman yang kuat dan iman yang lemah tersebut?
Jelaskan!