Fiqh & Ushul Fiqh

Sejarah Tasyri’ dalam Islam dari Era Nabi Hingga Masa Modern

TATSQIF ONLINE Tasyri’, atau legislasi dalam Islam, melibatkan proses panjang pembentukan hukum berdasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah. Sejak era Nabi Muhammad SAW hingga era modern, sahabat, tabi’in, ulama mazhab, dan pembaharu hukum Islam memainkan peran penting dalam perkembangannya.

Setiap periode sejarah tasyri’ memberikan kontribusi signifikan terhadap evolusi sistem hukum Islam. Hukum ini terus berkembang dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim di setiap zaman.

Pada masa Rasulullah SAW, tasyri’ berpusat pada wahyu dari Allah SWT yang berupa Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Rasulullah menjadi pemimpin agama dan negara yang memutuskan segala persoalan hukum berdasarkan wahyu. Rasulullah juga memberikan persetujuan (taqrir) terhadap ijtihad sahabat, sehingga keputusan tersebut menjadi bagian dari syariat.

Contoh Ijtihad pada Masa Nabi adalah kisah Mu’adz bin Jabal, yang diutus ke Yaman, menunjukkan metode ijtihad yang disetujui oleh Rasulullah. Mu’adz menyatakan akan memutuskan perkara berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan jika tidak ada keduanya, ia akan berijtihad.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, para Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) melanjutkan proses tasyri’. Mereka sering menggunakan ijtihad dalam menghadapi masalah baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an atau sunnah. Umar bin Khattab, misalnya, menerapkan kebijakan zakat dan distribusi harta rampasan perang, yang tidak secara eksplisit tercantum dalam teks-teks syariat.

Pada masa ini, hukum Islam masih dalam tahap penyesuaian terhadap keadaan sosial-politik yang lebih kompleks. Namun, meskipun ijtihad tetap berlangsung, periode ini masih menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap sumber-sumber utama hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah.

Masa ini ditandai oleh kebangkitan peran para tabi’in dan sahabat kecil dalam melanjutkan tasyri’. Pada masa Dinasti Umayyah, terjadi kodifikasi pendapat-pendapat hukum yang berkembang, dan ulama-ulama seperti Sa’id bin al-Musayyib dan al-Hasan al-Basri mulai menyusun karya-karya yang berfungsi sebagai referensi hukum.

Tasyri’ pada masa ini lebih berfokus pada penyusunan dan pemantapan hukum-hukum yang sudah berlaku sejak masa sahabat terdahulu. Banyak keputusan hukum yang terambil berdasarkan pertimbangan maslahat, sesuai dengan perkembangan konteks sosial-politik.

Dinasti Abbasiyah merupakan masa keemasan perkembangan hukum Islam. Mazhab-mazhab fiqh utama seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah muncul dan berkembang pesat pada masa ini. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal menjadi pionir dalam pembentukan sistem hukum Islam yang lebih sistematis.

Empat Mazhab Utama dalam Islam:

1. Mazhab Hanafiyah: Pendirinya ialah Imam Abu Hanifah (699-767 M), mazhab ini terkenal dengan pendekatannya yang rasional dan fleksibel dalam menerapkan qiyas (analogi) dan istihsan (preferensi hukum).

2. Mazhab Malikiyah: Pendirinya adalah Imam Malik bin Anas (711-795 M), mazhab ini berfokus pada amal ahl al-Madinah (praktik masyarakat Madinah) sebagai salah satu sumber hukum, selain Al-Qur’an dan sunnah.

3. Mazhab Syafi’iyah: Pendirinya ialah Imam al-Syafi’i (767-820 M), yang terkenal sebagai pembentuk ilmu ushul fiqh. Beliau menekankan pentingnya ijma’ (kesepakatan ulama) dan qiyas sebagai metode ijtihad yang sah.

4. Mazhab Hanabilah: Pendirinya adalah Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M), yang terkenal dengan pendekatan yang sangat konservatif dan ketat dalam penerimaan hadis.

    Pada periode ini juga lahir ushul fiqh atau metodologi penetapan hukum, yang menjadi landasan bagi perkembangan hukum Islam di kemudian hari. Ilmu ini mempermudah ulama dalam melakukan ijtihad dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Al-Qur’an dan sunnah. Mazhab-mazhab fiqh menjadi pedoman bagi umat Islam dalam beramal, tetapi pada saat yang sama, mulai terjadi fanatisme terhadap mazhab tertentu.

    Setelah era keemasan, tasyri’ mengalami stagnasi intelektual yang terkenal sebagai “masa kejumudan.” Pada masa ini, banyak ulama yang menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan lebih memilih untuk mengikuti pendapat imam mazhab tanpa melakukan ijtihad sendiri.

    Hal ini mengakibatkan keterpakuan terhadap mazhab dan menghambat perkembangan hukum Islam. Fanatisme terhadap mazhab-mazhab tertentu menjadi ciri utama periode ini, di mana para ulama lebih cenderung memperdebatkan perbedaan mazhab daripada melakukan kajian hukum yang inovatif.

    Gerakan rekonstruksi hukum Islam muncul pada periode kebangkitan kembali, ketika para ulama dan pemikir Muslim mulai menentang keterpakuan terhadap teks-teks mazhab klasik. Salah satu gerakan penting pada masa ini adalah purifikasi ajaran Islam yang berusaha merujuk langsung pada Al-Qur’an dan sunnah.

    Tokoh-Tokoh Gerakan Purifikasi:

    Muhammad Abdul Wahab (1703-1792 M): Pendiri gerakan Wahabi yang menyerukan kembalinya umat Islam kepada ajaran Al-Qur’an dan sunnah secara murni. Ia menentang otoritas ulama abad kedua Hijriyah dan menyerukan penerapan ajaran Islam secara radikal di Jazirah Arab. Abdul Wahab juga terkenal dengan slogannya madzhab al-muwahhidin (mazhab pemersatu).

    Shah Waliyullah al-Dahlawi (1703-1762 M): Seorang filsuf dan ulama asal India, yang melalui karyanya Hujjatullah al-Balighah, menekankan pentingnya gerakan ijtihad sebagai kunci kebangkitan umat Islam. Ia menolak fanatisme mazhab dan mendukung pembaharuan hukum Islam melalui kajian kritis.

    Gerakan ini menginspirasi banyak pembaharuan hukum Islam di berbagai wilayah, terutama dalam rangka merespon tantangan modernitas dan kolonialisme.

    Pada abad ke-19 dan 20, para pembaharu seperti Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani berusaha membuka kembali pintu ijtihad dan menolak doktrin bahwa ijtihad telah tertutup. Mereka berpendapat bahwa syariat Islam harus terus berkembang dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan prinsip dasarnya.

    Muhammad Abduh menegaskan dalam karyanya Risalat al-Tauhid bahwa ijtihad berperan penting dalam menjawab masalah-masalah kontemporer, termasuk persoalan sosial, politik, dan ekonomi. Abduh menekankan bahwa hukum Islam harus relevan dengan perkembangan zaman dan tetap berlandaskan pada kemaslahatan umum.

    Mazhab-mazhab hukum Islam muncul sebagai hasil dari perkembangan pemikiran dan ijtihad ulama pada masa tabi’in dan generasi setelahnya. Setiap mazhab lahir dari konteks sosial yang berbeda, yang memengaruhi metode mereka dalam menerapkan hukum. Mazhab Hanafiyah, misalnya, lahir di Irak, di mana kondisi sosial-politik yang lebih kompleks mendorong penggunaan qiyas dan istihsan.

    Perbedaan metode ijtihad antara mazhab-mazhab ini justru memperkaya khazanah hukum Islam. Para ulama mazhab menggunakan sumber yang sama, yaitu Al-Qur’an dan sunnah, tetapi mereka memiliki pendekatan yang berbeda dalam menginterpretasikan teks-teks tersebut.

    Sejarah tasyri’ menggambarkan perkembangan hukum Islam yang berkelanjutan sepanjang waktu. Pada masa Nabi dan sahabat, hukum Islam dibentuk dan dikonsolidasikan, kemudian berkembang menjadi mazhab-mazhab sistematis di era klasik.

    Setelah mengalami stagnasi, gerakan purifikasi dan pembaharuan di era modern membangkitkan kembali hukum Islam. Pembukaan pintu ijtihad di abad modern menjadi cara untuk menghadapi tantangan baru sambil mempertahankan prinsip-prinsip dasar syariah. Wallahua’lam.

    Sri Hartati Pasaribu & Zatia Febrianti Siregar (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan) 

    Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

    Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    7 komentar pada “Sejarah Tasyri’ dalam Islam dari Era Nabi Hingga Masa Modern

    • Zulpadli

      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tasyri’ pada masa sahabat kecil dan tabi’in?
      Jawaban:

      Balas
    • Apa faktor- faktor yang mendorong munculnya Mazhab – Mazhab fiqih ( hukum) pada era klasik dalam sejarah tasyrik Islam?

      Balas
    • Desy juniati Harahap

      Bagaimana cara mengetahui perbedaan antara tasiry’ illahi dan tasyri’ wadhi’

      Balas
    • Nora ayu marito sormin

      Bagaimana masa keemasan hukum islam mempengaruhi tasyri’ modern?

      Balas
    • Ahmat Rifandi Ritonga

      Bagaimana pandangan penulis tentang metode tasyri’ dalam penetapan hukum diera globalisasi yg terus berkembang?

      Balas
    • Bagaimana proses pembentukan hukum Islam (tasyri’) berlangsung pada masa Nabi Muhammad dan apa saja karakteristiknya?

      Balas
    • Gea Anisa

      Mengapa dalam lahirnya atau perkembangan hukum islam itu timbul mazhab dan mengapa umat islam terpecah dalam banyak mazhab.?

      Balas

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Chat Kami Yuk