Rukhshah dalam Ushul Fiqh: Prinsip Kemudahan dalam Syariat
TATSQIF ONLINE – Rukhshah (الرخصة) adalah konsep penting dalam ushul fiqh yang menunjukkan kelenturan hukum Islam dalam menghadapi kondisi tertentu. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memberikan kemudahan dan fleksibilitas dalam situasi khusus, agar umat tetap bisa menjalankan ajaran agama tanpa terbebani.
Islam, melalui konsep rukhshah, mempermudah umat dalam menjalankan syariat meskipun dalam kondisi sulit. Syariat hadir bukan untuk memberatkan, tetapi untuk memberikan kemudahan bagi hamba-hamba Allah SWT.
Pengertian Rukhshah
Rukhshah secara bahasa berasal dari kata رخص yang berarti keringanan atau kemudahan. Dalam terminologi ushul fiqh, rukhshah berarti perubahan hukum dari yang asalnya berat menjadi ringan karena adanya kondisi tertentu yang menyulitkan.
Imam Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa, menyebut rukhshah sebagai izin dari syariat untuk melakukan sesuatu yang haram dalam kondisi normal, ketika ada kebutuhan mendesak. Misalnya, seseorang yang sakit boleh tidak berpuasa dan musafir boleh meng-qashar shalat.
Dasar-dasar Rukhshah dalam Al-Qur’an
Rukhshah memiliki landasan kuat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi umat-Nya, bukan kesulitan. Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar konsep rukhshah:
1. Surah Al-Baqarah ayat 185:
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kewajiban puasa, di mana Allah memberikan keringanan kepada orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan untuk berbuka dan menggantinya di hari lain. Ini menunjukkan bahwa Islam memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah saat kondisi yang menyulitkan.
2. Surah Al-Hajj ayat 78:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: “Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.”
Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT tidak menghendaki kesulitan dalam menjalankan agama. Ini merupakan prinsip utama bahwa agama Islam dirancang untuk menjadi rahmat bagi umat manusia, bukan untuk membebani mereka.
3. Surah An-Nisa ayat 28:
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًا
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan lemah, sehingga Allah memberikan kemudahan bagi mereka dalam menjalankan syariat.
Hadis-hadis tentang Rukhshah
Hadis-hadis Rasulullah SAW juga menegaskan konsep rukhshah sebagai bagian dari kasih sayang Allah kepada umat-Nya. Beberapa hadis yang berbicara tentang kemudahan dalam menjalankan agama antara lain:
Abu Hurairah RA meriwayatkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
Artinya: “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali ia akan dikalahkan oleh agama itu sendiri,” (HR Bukhari).
Hadis ini mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang memberikan kemudahan dan bahwa berlebihan dalam beragama akan membawa kepada kesulitan.
Dalam hadis riwayat yang lain, Imam Ahmad menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اَللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai jika keringanan-keringanan-Nya dilaksanakan sebagaimana Ia membenci jika kemaksiatan dilakukan,” (HR Ahmad).
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah SWT senang ketika hamba-Nya mengambil manfaat rukhshah yang terdapat dalam syariat.
Macam-macam Rukhshah
Rukhshah terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan kondisi yang menyebabkannya. Berikut adalah beberapa jenis rukhshah yang umum pembahasannya dalam ushul fiqh:
1. Rukhshah karena Sakit:
Seseorang yang sedang sakit mendapat keringanan dalam melaksanakan ibadah, misalnya dengan tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 184:
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: “Dan barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.”
2. Rukhshah karena Safar (Perjalanan):
Musafir mendapat kemudahan untuk meng-qashar shalat dan tidak berpuasa selama perjalanan. Anas bin Malik RA meriwayatkan sebuah hadis yang menyebutkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلاَ الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ
Artinya: “Dari Anas bin Malik, ia berkata, ‘Kami pernah bepergian bersama Nabi ﷺ, dan yang berpuasa tidak mencela yang berbuka, begitu pula yang berbuka tidak mencela yang berpuasa,'” (HR Bukhari).
3. Rukhshah karena Darurat
Ketika seseorang berada dalam situasi darurat, ia boleh melakukan sesuatu yang haram untuk menyelamatkan nyawanya. Allah SWT berfirman Alquran Surat Al-Baqarah ayat 173:
فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِۦ
Artinya: “Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.”
4. Rukhshah karena Paksaan (Ikrah)
Jika seseorang terpaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama, maka boleh baginya untuk melakukannya asalkan tidak sampai merugikan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Artinya: “Diangkat dari umatku kesalahan karena lupa, keliru, dan dipaksa,” (HR Ibn Majah).
Contoh Aplikasi Rukhshah dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Rukhshah dalam Shalat
Orang yang sakit mendapat keringanan untuk melaksanakan shalat dalam posisi duduk atau berbaring jika tidak mampu melakukannya dalam keadaan berdiri. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَىٰ جَنْبٍ
Artinya: “Shalatlah dalam keadaan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka duduklah. Jika tidak mampu juga, maka lakukanlah di atas lambung (berbaring),” (HR Bukhari).
Contoh ini menunjukkan fleksibilitas syariat dalam memberikan kemudahan dalam pelaksanaan ibadah wajib ketika kondisi fisik seseorang tidak memungkinkan.
2. Rukhshah dalam Puasa
Seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib mengganti puasa tersebut di hari lain setelah Ramadhan.
Ini berdasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, sebagaimana di atas. Contoh ini menunjukkan bahwa syariat Islam tidak memberatkan umatnya dan memperhatikan kondisi mereka.
3. Rukhshah dalam Muamalah (Transaksi Keuangan)
Dalam kondisi tertentu, seperti ketika seseorang sangat membutuhkan pinjaman untuk mempertahankan hidupnya, transaksi yang biasanya haram seperti riba dapat memperoleh keringanan dengan syarat sangat terbatas.
Namun, dalam keadaan normal, riba tetap haram. Prinsip ini berdasarkan pada kaidah fiqh “al-dharurat tubih al-mahzhurat” (kondisi darurat membolehkan hal-hal yang terlarang), yang penerapannya harus dengan hati-hati dalam konteks darurat.
4. Rukhshah dalam Mengonsumsi Makanan yang Haram
Dalam situasi darurat, seperti ketika seseorang tidak menemukan makanan halal dan hanya ada makanan haram (seperti bangkai atau daging babi), Islam memberikan izin untuk memakan makanan haram tersebut demi mempertahankan hidup.
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 173:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيْرِ ٱللَّهِۖ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍۢ وَلَا عَادٍۢ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِۦۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Keringanan ini membantu manusia menjaga kelangsungan hidup dalam situasi mendesak. Dengan demikian, mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar meskipun menghadapi kesulitan.
Kaidah-kaidah Rukhshah
Dalam fiqh, terdapat beberapa kaidah yang berkaitan dengan penerapan rukhshah, di antaranya adalah:
1. اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيرَ (Kesulitan mendatangkan kemudahan). Kaidah ini menegaskan bahwa ketika seseorang menghadapi kesulitan, syariat Islam memberikan kemudahan dalam pelaksanaan hukum.
2. الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ (Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang terlarang). Ini berarti bahwa dalam kondisi darurat, larangan-larangan tertentu dapat diabaikan untuk sementara waktu demi menghindari bahaya yang lebih besar.
3. الأُمُورُ بِمَقَاصِدِهَا (Segala urusan itu bergantung pada tujuannya). Kaidah ini menunjukkan bahwa dalam penerapan rukhshah, niat seseorang sangat penting. Jika kemudahan diambil bukan karena niat yang benar atau dalam kondisi yang tidak darurat, maka rukhshah tidak berlaku.
Perbedaan Antara Rukhshah dan Azimah
Ilmu ushul fiqh sering membahas dua istilah penting, yaitu rukhshah dan azimah. Azimah berarti hukum asal yang ditetapkan syariat tanpa faktor meringankan. Contohnya, shalat lima waktu adalah hukum azimah yang harus dilaksanakan dalam kondisi normal. Rukhshah, di sisi lain, memberikan keringanan dalam situasi khusus, seperti shalat duduk bagi orang yang sakit.
Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa azimah berlaku dalam situasi normal, sementara rukhshah berlaku dalam kondisi yang memerlukan kemudahan.
Kesimpulan
Rukhshah adalah bentuk kasih sayang dan kemudahan yang Allah berikan kepada hamba-Nya dalam menjalankan syariat Islam. Melalui konsep ini, syariat menunjukkan bahwa agama Islam bukanlah agama yang memaksa atau memberatkan, melainkan agama yang memperhatikan kondisi individu dan memberikan kelenturan dalam menjalankan ibadah maupun muamalah.
Dengan memahami rukhshah, kita semakin menyadari bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan rahmat dan kemudahan. Harapannya, setiap muslim mampu memahami dan memanfaatkan keringanan ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas-batas yang berlaku dalam syariat. Wallahua’lam.
Bagaimana rukhsah berhubungan dengan kemudahan dalam ibadah?
Bagaimana hukum bagi seorang musafir yang terpaksa meninggalkan shalat Jumat karena kondisi cuaca yang sangat buruk? Apakah itu termasuk dalam kategori rukhsah?
apa dampak dari penyalahgunaan rukhshah dalam peraktik ibadah, dan bagaimana cara menghindari nya?
Apa peran Rukhshah dalam menjaga keseimbangan antara kemudahan dan kepatuhan dalam syariat?
Apakah ada batasan dalam penerapan rukhshah?
Coba sebutkan contohnya
Bagaimana konsep rukshsah dpt diterapkan untuk org yg memiliki keterbatasan fisik,dan apa saja panduan yg diberikan oleh ulama mengenai hal ini?
Jelaskan perbedaan rukshah dan azimah dan bagaimana kedua konsep ini mempengaruhi keputusan seorang muslim dalam menjalankan ibadah?
Selain sakit, jelaskan apa saja ketentuan lain sehingga kita bisa mendapat rukhshah?
Bagaimanakah contoh rukhsah yang diberikan Allah SWT terhadap suatu larangan tentang barang haram?