Fiqh & Ushul Fiqh

Qiyas dan Illat: Prinsip dan Aplikasinya dalam Ushul Fiqh, Simak

TATSQIF ONLINE Qiyas merupakan salah satu dari empat sumber hukum Islam yang diakui oleh mayoritas ulama, menduduki posisi keempat setelah Al-Qur’an, hadis, dan ijma. Qiyas memainkan peran penting dalam mengatasi masalah hukum baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau hadis.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa, menjelaskan bahwa secara bahasa, qiyas berasal dari kata قياس yang berarti “mengukur” atau “membandingkan.” Sedangkan secara istilah, qiyas adalah metode yang digunakan untuk menetapkan hukum suatu kasus baru dengan membandingkannya pada hukum kasus lama yang serupa, berdasarkan persamaan sebab atau illat hukum.

Dalil Al-Qur’an tentang Qiyas

Salah satu ayat yang dijadikan dasar untuk penggunaan qiyas adalah Alquran Surah An-Nisa’ ayat 59, di mana Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya).”

Ayat ini menunjukkan pentingnya mengembalikan perkara yang tidak dijelaskan langsung dalam Al-Qur’an dan hadis kepada prinsip-prinsip yang telah ada. Oleh karena itu, qiyas menjadi solusi untuk mencari hukum baru dengan menghubungkan kasus-kasus yang memiliki persamaan.

Definisi dan Konsep Illat

Illat adalah alasan atau sebab yang melatarbelakangi penetapan suatu hukum. Illat bisa berupa sifat atau kondisi yang konsisten dan sesuai dengan hikmah atau tujuan hukum syariat.

Menurut Abd al-Wahab Khallaf dalam Ilmu Ushul al-Fiqh, illat adalah sifat yang terdapat dalam hukum asal (ashl) yang kemudian digunakan untuk menetapkan hukum pada cabangnya (furu’).

Contoh Qiyas dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Narkotika dan Khamr

    Dalam Islam, khamr atau minuman memabukkan diharamkan karena sifat memabukkannya. Sifat memabukkan atau menutupi akal adalah illat yang mendasari larangan tersebut. Berdasarkan qiyas, narkotika yang memiliki efek memabukkan dan menutupi akal juga diharamkan meskipun tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur’an atau hadis.

    2. Membakar Harta Anak Yatim dan Memakan Harta Anak Yatim

      Dalam Alquran Surah An-Nisa’ ayat 10, Allah mengharamkan memakan harta anak yatim secara zalim:

      إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا

      Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya.”

      Berdasarkan qiyas, tindakan merusak atau membakar harta anak yatim diperlakukan sama karena illat-nya adalah perbuatan yang merugikan harta anak yatim.

      Rukun Qiyas

      Para ulama ushul fiqh menyebutkan empat rukun atau unsur utama dalam qiyas, yaitu:

      1. Al-Ashlu (hukum asal): Kasus yang sudah memiliki nash atau hukum yang jelas, seperti khamr sebagai al-ashl dalam kasus narkotika.

      2. Al-Far’u (cabang): Kasus baru yang belum memiliki hukum spesifik, seperti narkotika dalam contoh di atas.

      3. Al-Hukmu (hukum): Hukum yang terdapat dalam al-ashlu, seperti larangan terhadap khamr.

      4. Al-‘Illat (sebab): Sifat atau alasan hukum yang ada dalam al-ashlu dan dijadikan dasar untuk menetapkan hukum pada al-far’u, seperti sifat memabukkan yang menjadi alasan untuk melarang narkotika.

        Jenis-jenis Qiyas Berdasarkan Kekuatan Illat

        1. Qiyas Illat

        Qiyas ini menggunakan illat yang terlihat dan jelas. Misalnya, pengharaman khamr dan narkotika karena sama-sama memabukkan.

        2. Qiyas Dalalah

        Qiyas ini mengandalkan kesesuaian antara hukum yang ditetapkan dan illat. Sebagai contoh, larangan menyakiti orang lain didasarkan pada illat mencegah bahaya.

        3. Qiyas Syabah

        Qiyas ini diterapkan dalam hal yang kurang pasti atau hanya sebatas penyerupaan antara hukum asal dan cabang.

          Illat dalam Ushul Fiqh

          Illat memainkan peran penting karena menjadi penentu sahnya suatu qiyas. Menurut ulama seperti Ibn al-Hajib dan al-Amidi, illat harus memenuhi syarat-syarat tertentu: jelas, konsisten, dan sesuai dengan maqasid syariah (tujuan hukum).

          Abd al-Wahab Khallaf menekankan bahwa sifat memabukkan adalah illat dalam larangan khamr, yang kemudian berlaku pada semua zat yang memabukkan atau merusak akal, seperti narkotika. Sebagaimana dijelaskan dalam Ilmu Ushul al-Fiqh, illat ini bersifat maslahah karena menghindarkan umat dari hal yang dapat merusak akal mereka.

          Metode Penetapan Illat: Masalik Al-Illah

          1. Berdasarkan Nash

          Illat dapat ditemukan langsung dari nash atau melalui lafaz-lafaz yang mengisyaratkan adanya sifat yang mendasari hukum. Ini disebut dengan istilah ‘illat manshush ‘alaih.

          2. Ijma’

          Kesepakatan para ulama bisa menjadi metode untuk menetapkan illat. Misalnya, para ulama sepakat bahwa sifat memabukkan adalah illat dari pengharaman khamr.

          3. As-Sabru wat-Taqsim

          Metode ini meneliti sifat-sifat yang ada dalam kasus asal dan memilih yang paling sesuai sebagai illat. Contohnya, dalam hadis tentang larangan riba, ulama mengidentifikasi illat dengan meneliti karakteristik benda-benda yang disebutkan, yaitu takaran dan timbangan.

            Kesimpulan

            Qiyas adalah metode ijtihad yang sangat penting dalam hukum Islam. Dengan memahami rukun dan syarat-syaratnya serta peran illat, kita dapat mengaplikasikan hukum Islam pada masalah-masalah baru.

            Ulama Ushul Fiqh seperti Al-Ghazali dan Abd al-Wahab Khallaf telah memberikan kontribusi besar dalam memahami dan menetapkan konsep qiyas dan illat ini. Pemahaman mendalam akan qiyas dan illat membantu kita menyadari bahwa syariat Islam selalu relevan, memberikan kemaslahatan, dan menjaga keselamatan umat manusia di setiap zaman. Wallahua’lam.

            Abdul Hakim & Nurma’ani Dewi Bulan (Mahasiwa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

            Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

            Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

            35 komentar pada “Qiyas dan Illat: Prinsip dan Aplikasinya dalam Ushul Fiqh, Simak

            • Ikhmal Muhammad Rasyid

              Bagaimana peran qiyas dalam konteks modern, seperti dalam isu-isu teknologi atau kedokteran yang belum ada pada masa Nabi?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Qiyas adalah salah satu metode ijtihad dalam hukum Islam yang digunakan untuk menentukan hukum suatu perkara yang tidak ada ketentuan langsungnya dalam Al-Qur’an, Sunnah, atau Ijma’ (konsensus ulama), dengan cara membandingkannya kepada perkara lain yang sudah ada hukumnya berdasarkan kesamaan illat (sebab hukum).
                Peran Qiyas dalam Konteks Modern
                1. Menjawab Isu Teknologi
                Dalam dunia yang berkembang pesat dengan munculnya inovasi seperti kecerdasan buatan (AI), teknologi finansial (fintech), dan teknologi medis seperti transplantasi organ atau kloning, qiyas dapat digunakan untuk mengidentifikasi hukumnya.
                Contoh:
                Penggunaan mata uang digital seperti Bitcoin dapat dianalogikan dengan emas atau mata uang konvensional berdasarkan fungsi utamanya sebagai alat tukar. Ulama dapat mencari kesamaan illat untuk menetapkan hukumnya, seperti keharusan adanya nilai intrinsik dan keadilan dalam transaksi.
                2. Masalah Kedokteran Modern
                Dalam kedokteran, ada berbagai praktik baru seperti bayi tabung, transplantasi organ, euthanasia, dan donor tubuh. Karena praktik ini tidak dikenal pada zaman Nabi, qiyas digunakan untuk menentukan hukum berdasarkan prinsip-prinsip dasar dalam syariat, seperti menjaga kehidupan (hifz al-nafs) atau mencegah bahaya (dar’ al-mafasid).
                Contoh:
                Donor organ dianalogikan dengan keharusan menolong sesama manusia jika tidak membahayakan si pendonor, sebagaimana dianjurkan dalam ayat tentang menyelamatkan nyawa (QS Al-Maidah: 32).
                Kesimpulan
                Dalam dunia modern, qiyas memainkan peran kunci sebagai alat ijtihad untuk menentukan hukum isu-isu baru yang tidak ada presedennya di masa lalu. Dengan mengaitkan prinsip-prinsip syariat dengan fenomena kontemporer, qiyas menjaga relevansi hukum Islam dalam menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan esensi ajarannya.

                Balas
              • Abdul Hakim

                1. Melengkapi Sumber Hukum Islam
                2. Menyelesaikan Perkara Baru yang Kompleks
                3. Menjaga Konsistensi dalam Penerapan Hukum
                4. Memberikan Solusi Praktis dan Relevan
                5. Membantu Ulama dalam Ijtihad

                Balas
              • Abdul Hakim

                Qiyas Syabah adalah salah satu jenis qiyas dalam hukum Islam yang didasarkan pada adanya kesamaan sifat (kemiripan) antara sesuatu yang sedang dicari hukumnya (far’) dengan beberapa kasus yang memiliki hukum tertentu. Dalam qiyas syabah, kemiripan sifat ini tidak didasarkan pada ‘illat hukum yang kuat (seperti pada qiyas biasa), tetapi lebih pada aspek kemiripan atau sifat umum yang dominan.
                Berbeda dengan qiyas biasa, yang menekankan pada adanya ‘illat hukum yang jelas dan terukur, qiyas syabah berfungsi untuk menetapkan hukum dalam kasus di mana ‘illat tidak sepenuhnya jelas, tetapi terdapat unsur-unsur tertentu yang mirip dengan hukum asal.
                Contoh
                Jika seorang budak melakukan kejahatan yang menyebabkan kerugian pada orang lain, siapa yang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian tersebut? Dalam hal ini, budak dianggap mirip dengan:
                Harta benda, karena budak dianggap milik tuannya dalam hukum Islam klasik.
                Manusia merdeka, karena budak adalah makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab.
                Dengan menggunakan qiyas syabah, ulama memutuskan bahwa budak lebih dekat dengan manusia merdeka daripada benda mati. Karena itu, budak bertanggung jawab atas tindakannya, tetapi tanggung jawab finansialnya dapat disesuaikan dengan statusnya sebagai budak.

                Balas
            • Perianti Nasution

              Apa saja syarat agar suatu Qiyas dapat dijadikan sebagai sumber hukum?

              Balas
              • sejauh mana qiyas dalam islam berperan dalam mengatasi penentuan perkara-perkara yang terjadi di saat ini?

                Balas
                • Abdul Hakim

                  Qiyas dalam Islam memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan hukum perkara-perkara baru yang muncul seiring dengan perkembangan zaman. Sifat hukum Islam yang dinamis dan fleksibel membuat qiyas menjadi salah satu alat penting dalam menjaga relevansi hukum Islam dengan kebutuhan umat manusia. Berikut adalah penjelasan sejauh mana qiyas berperan dalam mengatasi perkara modern:
                  1. Menjawab Perkara-Perkara Baru yang Tidak Disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis
                  2. Menjaga Konsistensi dan Keadilan Hukum
                  3. Menyesuaikan dengan Perubahan Sosial dan Teknologi
                  4. Memberikan Panduan dalam Masalah Kontemporer yang Kompleks
                  5. Mempertahankan Relevansi Syariat Islam
                  6. Membantu Fatwa dalam Masalah yang Tidak Pernah Dibahas Sebelumnya

                  Balas
              • Abdul Hakim

                Agar qiyas dapat diterima sebagai sumber hukum dalam Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini penting untuk memastikan bahwa qiyas dilakukan dengan benar dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariat. Berikut adalah syarat-syarat utama qiyas:
                1. Syarat Asal (العصر)
                Asal adalah kasus yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, atau ijma. Syaratnya:
                Hukum asal harus jelas dan bersumber dari dalil syar’i yang sahih.
                Hukum asal harus bersifat pasti dan tidak boleh merupakan hasil ijtihad yang masih diperdebatkan.
                Hukum asal harus dapat diqiyaskan, yaitu tidak bersifat khusus (khususiyyah), seperti hukum-hukum tertentu untuk Rasulullah.
                2. Syarat Far’ (الفرع)
                Far’ adalah kasus baru yang ingin dicari hukumnya. Syaratnya
                Far’ harus memiliki kemiripan atau hubungan dengan asal, sehingga memungkinkan untuk dilakukan qiyas.
                Far’ tidak boleh memiliki dalil tersendiri yang langsung menetapkan hukumnya, karena jika ada dalil, maka qiyas tidak diperlukan.
                Far’ harus sesuatu yang nyata dan membutuhkan hukum, bukan sesuatu yang bersifat hipotetis.
                3. Syarat ‘Illat (العلة)
                ‘Illat adalah alasan hukum atau sifat yang menjadi dasar penghubung antara asal dan far’. Syaratnya:
                Jelas: ‘Illat harus merupakan sifat yang nyata dan dapat dipahami oleh akal, seperti memabukkan, membahayakan, atau mendatangkan kemaslahatan.
                Tetap: ‘Illat harus konsisten dan tidak berubah-ubah berdasarkan waktu atau tempat.
                Sesuai syariat: ‘Illat harus disetujui oleh syariat Islam dan bukan hasil spekulasi semata.
                Umum berlaku: ‘Illat harus dapat diterapkan pada berbagai kasus serupa.
                4. Syarat Hukum (الحكم)
                Hukum adalah keputusan syariat yang ditetapkan pada asal, yang kemudian ditarik ke far’ melalui qiyas. Syaratnya:
                Hukum asal harus bersifat syar’i, bukan sekadar pendapat manusia.
                Hukum asal harus bersifat umum, sehingga dapat diterapkan pada kasus baru.
                Hukum asal tidak boleh bertentangan dengan dalil-dalil lain dalam syariat.
                5. Kesamaan antara ‘Illat Asal dan Far’
                Untuk menetapkan hukum melalui qiyas, ‘illat yang ada pada asal harus sama dengan ‘illat yang terdapat pada far’. Kesamaan ini menjadi penghubung yang sah untuk menerapkan hukum asal pada kasus baru.
                Agar qiyas dapat dijadikan sebagai sumber hukum, keempat komponen utama qiyas (asal, far’, ‘illat, dan hukum) harus memenuhi syarat-syarat yang ketat. Ini memastikan bahwa qiyas dilakukan secara ilmiah dan sesuai dengan prinsip syariat Islam, sehingga dapat menghasilkan keputusan hukum yang adil dan relevan.

                Balas
              • Abdul Hakim

                Agar qiyas dapat diterima sebagai sumber hukum dalam Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini penting untuk memastikan bahwa qiyas dilakukan dengan benar dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariat. Berikut adalah syarat-syarat utama qiyas:
                1. Syarat Asal (العصر)
                Asal adalah kasus yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, atau ijma. Syaratnya:
                Hukum asal harus jelas dan bersumber dari dalil syar’i yang sahih.
                Hukum asal harus bersifat pasti dan tidak boleh merupakan hasil ijtihad yang masih diperdebatkan.
                Hukum asal harus dapat diqiyaskan, yaitu tidak bersifat khusus (khususiyyah), seperti hukum-hukum tertentu untuk Rasulullah.
                2. Syarat Far’ (الفرع)
                Far’ adalah kasus baru yang ingin dicari hukumnya. Syaratnya
                Far’ harus memiliki kemiripan atau hubungan dengan asal, sehingga memungkinkan untuk dilakukan qiyas.
                Far’ tidak boleh memiliki dalil tersendiri yang langsung menetapkan hukumnya, karena jika ada dalil, maka qiyas tidak diperlukan.
                Far’ harus sesuatu yang nyata dan membutuhkan hukum, bukan sesuatu yang bersifat hipotetis.
                3. Syarat ‘Illat (العلة)
                ‘Illat adalah alasan hukum atau sifat yang menjadi dasar penghubung antara asal dan far’. Syaratnya:
                Jelas: ‘Illat harus merupakan sifat yang nyata dan dapat dipahami oleh akal, seperti memabukkan, membahayakan, atau mendatangkan kemaslahatan.
                Tetap: ‘Illat harus konsisten dan tidak berubah-ubah berdasarkan waktu atau tempat.
                Sesuai syariat: ‘Illat harus disetujui oleh syariat Islam dan bukan hasil spekulasi semata.
                Umum berlaku: ‘Illat harus dapat diterapkan pada berbagai kasus serupa.
                4. Syarat Hukum (الحكم)
                Hukum adalah keputusan syariat yang ditetapkan pada asal, yang kemudian ditarik ke far’ melalui qiyas. Syaratnya:
                Hukum asal harus bersifat syar’i, bukan sekadar pendapat manusia.
                Hukum asal harus bersifat umum, sehingga dapat diterapkan pada kasus baru.
                Hukum asal tidak boleh bertentangan dengan dalil-dalil lain dalam syariat.
                5. Kesamaan antara ‘Illat Asal dan Far’
                Untuk menetapkan hukum melalui qiyas, ‘illat yang ada pada asal harus sama dengan ‘illat yang terdapat pada far’. Kesamaan ini menjadi penghubung yang sah untuk menerapkan hukum asal pada kasus baru.
                Agar qiyas dapat dijadikan sebagai sumber hukum, keempat komponen utama qiyas (asal, far’, ‘illat, dan hukum) harus memenuhi syarat-syarat yang ketat. Ini memastikan bahwa qiyas dilakukan secara ilmiah dan sesuai dengan prinsip syariat Islam, sehingga dapat menghasilkan keputusan hukum .

                Balas
              • Abdul Hakim

                Agar qiyas dapat diterima sebagai sumber hukum dalam Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini penting untuk memastikan bahwa qiyas dilakukan dengan benar dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariat. Berikut adalah syarat-syarat utama qiyas:
                1. Syarat Asal (العصر)
                Asal adalah kasus yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, atau ijma. Syaratnya:
                Hukum asal harus jelas dan bersumber dari dalil syar’i yang sahih.
                Hukum asal harus bersifat pasti dan tidak boleh merupakan hasil ijtihad yang masih diperdebatkan.
                Hukum asal harus dapat diqiyaskan, yaitu tidak bersifat khusus (khususiyyah), seperti hukum-hukum tertentu untuk Rasulullah.
                2. Syarat Far’ (الفرع)
                Far’ adalah kasus baru yang ingin dicari hukumnya. Syaratnya
                Far’ harus memiliki kemiripan atau hubungan dengan asal, sehingga memungkinkan untuk dilakukan qiyas.
                Far’ tidak boleh memiliki dalil tersendiri yang langsung menetapkan hukumnya, karena jika ada dalil, maka qiyas tidak diperlukan.
                Far’ harus sesuatu yang nyata dan membutuhkan hukum, bukan sesuatu yang bersifat hipotetis.
                3. Syarat ‘Illat (العلة)
                ‘Illat adalah alasan hukum atau sifat yang menjadi dasar penghubung antara asal dan far’. Syaratnya:
                Jelas: ‘Illat harus merupakan sifat yang nyata dan dapat dipahami oleh akal, seperti memabukkan, membahayakan, atau mendatangkan kemaslahatan.
                Tetap: ‘Illat harus konsisten dan tidak berubah-ubah berdasarkan waktu atau tempat.
                Sesuai syariat: ‘Illat harus disetujui oleh syariat Islam dan bukan hasil spekulasi semata.
                Umum berlaku: ‘Illat harus dapat diterapkan pada berbagai kasus serupa.
                4. Syarat Hukum (الحكم)
                Hukum adalah keputusan syariat yang ditetapkan pada asal, yang kemudian ditarik ke far’ melalui qiyas. Syaratnya:
                Hukum asal harus bersifat syar’i, bukan sekadar pendapat manusia.
                Hukum asal harus bersifat umum, sehingga dapat diterapkan pada kasus baru.
                Hukum asal tidak boleh bertentangan dengan dalil-dalil lain dalam syariat.
                5. Kesamaan antara ‘Illat Asal dan Far’
                Untuk menetapkan hukum melalui qiyas, ‘illat yang ada pada asal harus sama dengan ‘illat yang terdapat pada far’. Kesamaan ini menjadi penghubung yang sah untuk menerapkan hukum asal pada kasus baru.
                Agar qiyas dapat dijadikan sebagai sumber hukum, keempat komponen utama qiyas (asal, far’, ‘illat, dan hukum) harus memenuhi syarat-syarat yang ketat. Ini memastikan bahwa qiyas dilakukan secara ilmiah dan sesuai dengan prinsip syariat Islam, sehingga dapat menghasilkan keputusan .

                Balas
            • Basariah ritonga

              Apa saja syarat yang harus dipenuhi agar suatu illat dapat dianggap sah dan digunakan dalam Qiyas?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Syarat ‘Illat (العلة)
                ‘Illat adalah alasan hukum atau sifat yang menjadi dasar penghubung antara asal dan far’. Syaratnya:
                Jelas: ‘Illat harus merupakan sifat yang nyata dan dapat dipahami oleh akal, seperti memabukkan, membahayakan, atau mendatangkan kemaslahatan.
                Tetap: ‘Illat harus konsisten dan tidak berubah-ubah berdasarkan waktu atau tempat.
                Sesuai syariat: ‘Illat harus disetujui oleh syariat Islam dan bukan hasil spekulasi semata.
                Umum berlaku: ‘Illat harus dapat diterapkan pada berbagai kasus serupa.

                Balas
            • Rizka Amanda Pane

              Berikan contoh kasus dimana qiyas digunakan untuk menetapkan hukum

              Balas
              • Abdul Hakim

                Qiyas digunakan untuk menetapkan hukum dalam kasus-kasus yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau Hadis, baik dalam konteks muamalat maupun ibadah. Dengan mencocokkan illat (sebab hukum) pada kasus baru dengan kasus yang sudah ada, qiyas memungkinkan penetapan hukum yang relevan dan aplikatif sesuai dengan perkembangan zaman dan situasi.

                Balas
                • Abdul Hakim

                  Contoh Qiyas dalam Muamalat: Transaksi Kartu Kredit dan Riba
                  Contoh Qiyas dalam Ibadah: Shalat di Daerah Kutub Utara
                  Contoh Qiyas dalam Zakat: Zakat atas Saham
                  Contoh Qiyas dalam Ibadah: Wudhu pada Penggunaan Obat Tetes Mata

                  Balas
            • Yulia Amanda

              Bagaimana illat yang bersifat zhanni (asumsi) dan yang bersifat qath’i (pasti) dalam memengaruhi keputusan hukum?

              Balas
              • Abdul Hakim

                1. ‘Illat yang Bersifat Qath’i (Pasti)
                Pengaruh Terhadap Keputusan Hukum:
                Keputusan hukum yang didasarkan pada ‘illat qath’i bersifat kuat, pasti, dan mengikat.
                Tidak memungkinkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama karena kejelasan dan kekuatan dalil.
                2. ‘Illat yang Bersifat Zhanni (Asumsi)
                Pengaruh Terhadap Keputusan Hukum:
                Keputusan hukum yang didasarkan pada ‘illat zhanni bersifat fleksibel dan terbuka untuk perbedaan pendapat.
                Hukum ini dapat berubah jika ditemukan ijtihad baru yang lebih relevan dengan konteks zaman.

                Balas
            • Fitri Amanah Dalimunthe

              Apa peran qiyas dalam pengembangan fiqh Islam pada masa modern, terutama dalam menyikapi isu-isu baru seperti teknologi, ekonomi digital, atau bioetika?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Qiyas berperan penting dalam pengembangan fiqh Islam, terutama dalam menyikapi isu-isu baru di era modern seperti teknologi, ekonomi digital, dan bioetika. Sebagai metode istinbat hukum, qiyas membantu ulama menerapkan prinsip-prinsip syariat Islam pada masalah yang tidak secara eksplisit dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadis. Berikut adalah peran qiyas dalam pengembangan fiqh Islam di masa modern:
                1. Mengakomodasi Perubahan Zaman
                Qiyas memungkinkan hukum Islam tetap relevan dalam menghadapi perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Dalam kasus-kasus baru, qiyas digunakan untuk mencari analogi dengan hukum yang telah ada, sehingga nilai-nilai syariat tetap terjaga.
                2. Memberikan Solusi dalam Teknologi Kesehatan dan Bioetika
                Qiyas menjadi alat penting dalam merespons tantangan di bidang bioetika dan kesehatan, termasuk masalah-masalah baru seperti transplantasi organ, kloning, dan teknologi reproduksi. Ulama menggunakan qiyas untuk menghubungkan kasus-kasus ini dengan prinsip-prinsip yang sudah ada dalam syariat.
                3. Menangani Kompleksitas Hukum Ekonomi
                Dalam era modern, ekonomi menjadi lebih kompleks, dengan hadirnya produk-produk keuangan baru seperti obligasi syariah (sukuk), asuransi syariah (takaful), dan investasi saham. Qiyas digunakan untuk menilai kehalalan produk-produk ini berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
                4. Memastikan Hukum Tetap Sesuai dengan Maqashid Syariah
                Qiyas membantu menghubungkan hukum dengan tujuan utama syariat Islam (maqashid syariah), yaitu melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam isu-isu baru, qiyas memastikan bahwa keputusan hukum tetap menjaga kemaslahatan umat.
                5. Mengatasi Tantangan Hukum dalam Ruang Digital
                Qiyas juga berperan dalam menangani masalah-masalah hukum di ruang digital, seperti hak cipta, perlindungan data pribadi, dan kejahatan siber.
                6. Menjadi Panduan Ijtihad Kolektif
                Dalam menyelesaikan isu-isu baru yang kompleks, qiyas sering digunakan dalam proses ijtihad kolektif oleh lembaga-lembaga fatwa, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Dewan Fiqh Internasional. Qiyas menjadi kerangka dasar dalam menetapkan hukum melalui pendekatan yang sistematis.

                Balas
            • Bagaimana kriteria qias yang bisa di jadikan sebuah hujjah dalam menentukan solusi dari masalah, dan siapa yang berhak mengeluarkan qias untuk menentukan hukum?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Kriteria Qiyas yang Dapat Dijadikan Hujjah
                qiyas yang sah dan dapat dijadikan hujjah harus memenuhi syarat-syarat berikut:
                1. Adanya Unsur Dasar Qiyas (Rukun Qiyas)
                2. ‘Illat yang Jelas dan Sah
                3. Tidak Bertentangan dengan Dalil Qath’i
                4. Menghasilkan Maslahah
                5. Tidak dalam Ruang Lingkup yang Dikecualikan
                6. Didukung oleh Konsensus Ulama
                Berhak Melakukan Qiyas
                1. Harus Seorang Mujtahid
                2. Institusi atau Dewan Fatwa
                3. Ulama Spesialis

                Balas
            • Syamsiah

              Jelaskan bagaimana qiyas diterapkan dalam penetapan hukum merokok dalam Islam

              Balas
              • Abdul Hakim

                Berdasarkan qiyas, merokok cenderung dihukumi haram karena memiliki sifat yang sama dengan larangan-larangan dalam Islam, yaitu membahayakan tubuh, melanggar maqashid syariah, dan bertentangan dengan prinsip tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Namun, ada ulama yang menyatakan makruh karena mempertimbangkan dampaknya yang tidak langsung. Keputusan ini menunjukkan fleksibilitas qiyas dalam menerapkan hukum Islam pada masalah-masalah kontemporer.

                Balas
            • KHAIRUL ANWAR

              Bagaimana cara mengidentifikasi illat dalam suatu kasus hukum?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Mengidentifikasi ‘illat (alasan hukum) dalam suatu kasus hukum adalah proses penting dalam qiyas, karena ‘illat menjadi penghubung antara kasus asal dan kasus baru. Untuk memastikan bahwa ‘illat sahih dan relevan, diperlukan metode yang sistematis sesuai dengan prinsip-prinsip ushul fiqh. Berikut adalah langkah-langkah dan cara mengidentifikasi ‘illat dalam suatu kasus hukum:
                1. Memahami Konsep ‘Illat
                Syarat ‘Illat:
                Harus bersifat jelas, logis, dan dapat diidentifikasi.
                Harus ditemukan pada kasus asal dan kasus baru.
                Harus memiliki hubungan kausal dengan hukum (tidak asal-asalan).
                2. Sumber Penentuan ‘Illat
                Ulama menggunakan berbagai metode untuk menemukan ‘illat dalam sebuah kasus hukum:
                Nash (Dalil Tekstual)
                Ijma (Konsensus Ulama)
                Ijtihad (Rasionalisasi):
                3. Langkah-Langkah Mengidentifikasi ‘Illat
                a. Meninjau Kasus Asal yang Memiliki Hukum Jelas
                b. Mencari Kesamaan Sifat pada Kasus Baru
                c. Menggunakan Metode Induktif (Tanqih al-Manath)
                d. Memastikan Kesahihan ‘Illat
                ‘Illat harus memenuhi kriteria:
                1. Zahir (jelas): Mudah dipahami dan diidentifikasi.
                2. Munasib (relevan): Sesuai dengan maqashid syariah, seperti menjaga jiwa, akal, harta, atau agama.
                3. Mutaridah (konsisten): Ditemukan pada setiap kasus serupa, tidak hanya sebagian.
                4. Mu’aththirah (berpengaruh): Menjadi sebab langsung bagi hukum yang ditetapkan.
                e. Uji Validitas dengan Penguatan Dalil
                Jika ‘illat ditemukan melalui ijtihad, maka harus diuji dengan dalil atau prinsip syariat lainnya.Pastikan tidak bertentangan dengan nash atau maqashid syariah.

                Balas
              • Abdul Hakim

                Definisi Qiyas dalam Ushul Fiqh:
                Qiyas adalah penetapan hukum suatu perkara (far’) dengan menggunakan hukum perkara lain (asal) yang sudah ada hukumnya dalam Al-Qur’an atau Hadis, karena adanya kesamaan pada ‘illat (alasan hukum) yang menjadi dasar hukum tersebut.
                Rukun Qiyas terdiri dari empat unsur utama:
                1. Asal (عَصْل): Kasus yang sudah ada hukum jelasnya berdasarkan nas.
                2. Far’ (فَرْع): Kasus baru yang belum ada hukumnya secara eksplisit dalam nas.
                3. Illat (عِلَّة): Alasan atau sifat yang menjadi dasar pengambilan hukum dari asal untuk diterapkan pada far’.
                4. Hukum Asal (حُكْمُ الأَصْل): Keputusan hukum yang diterapkan pada kasus asal, yang kemudian diterapkan pada kasus baru berdasarkan kesamaan ‘illat.
                Mengapa Qiyas Penting dalam Penetapan Hukum Islam?
                Qiyas memiliki peran yang sangat penting dalam penetapan hukum Islam, terutama ketika menghadapi isu-isu baru yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau Hadis. Berikut adalah alasan mengapa qiyas penting:
                1. Menyelesaikan Masalah Baru yang Tidak Ada Nasnya
                2. Menghindari Kekosongan Hukum
                3. Memastikan Keadilan dan Kesesuaian dengan Prinsip-Prinsip Syariat
                4. Fleksibilitas dalam Hukum Islam
                5. Konsistensi dan Keteraturan Hukum
                6. Memudahkan Ijtihad Ulama

                Balas
              • Abdul Hakim

                Metode As-Sabru wat-Taqsim adalah sebuah pendekatan dalam fiqh untuk menentukan illat (sebab hukum) suatu hukum. Dalam bahasa Indonesia, metode ini bisa diartikan sebagai kesabaran dan pembagian.
                Berikut adalah penjelasan mengenai metode tersebut:
                1. As-Sabru (Kesabaran): Ini merujuk pada proses yang panjang dalam memahami suatu permasalahan fiqh. Penggunaan metode ini mengharuskan para fuqaha (ahli fiqh) untuk memiliki ketelitian dan kesabaran dalam menggali alasan atau illat dari suatu hukum. Mereka harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik teks al-Qur’an, hadits, ijma’ (kesepakatan), maupun qiyas (analogi), dengan penuh kesabaran dan ketelitian untuk memastikan kesesuaian hukum dengan kondisi zaman atau konteks tertentu.
                2. Wat-Taqsim (Pembagian): Pembagian ini merujuk pada analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi illat yang tepat dan membaginya menjadi beberapa kategori. Pembagian ini dilakukan untuk lebih memahami hubungan antara hukum dan sebab-sebab yang mendasarinya, yang pada gilirannya membantu menetapkan hukum dengan lebih tepat. Pembagian bisa mencakup klasifikasi hukum berdasarkan jenis atau keadaan yang memengaruhi penerapannya.
                Tujuan Metode As-Sabru wat-Taqsim:
                Tujuan dari penerapan metode ini adalah untuk memastikan bahwa suatu hukum atau keputusan yang diambil bersumber pada alasan yang jelas dan tepat. Dengan menggunakan metode ini, para fuqaha dapat menilai sebab-sebab hukum dengan lebih terperinci dan bijaksana, serta menyesuaikan hukum dengan kondisi dan konteks zaman tanpa mengabaikan dasar-dasar syariat. Sebagai hasilnya, metode ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dan relevansi hukum Islam dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.
                Secara keseluruhan, metode As-Sabru wat-Taqsim bertujuan untuk memperdalam pemahaman terhadap illat suatu hukum dan memberikan solusi fiqh yang lebih akurat dan kontekstual.

                Balas
            • Fadil igabsa siregar

              Bagaimana qiyas dapat digunakan dalam permasalahan yang tidak diatur dalam Al-Qur’an atau Hadis?

              Balas
              • Abdul Hakim

                Qiyas adalah metode analogi dalam fiqh yang digunakan untuk menetapkan hukum pada permasalahan yang tidak secara langsung diatur dalam Al-Qur’an atau Hadis. Qiyas digunakan ketika suatu masalah baru atau tidak jelas hukumnya, tetapi memiliki kesamaan dengan masalah yang sudah ada dalam sumber-sumber hukum Islam. Prinsip utama dari qiyas adalah mencocokkan illat (sebab hukum) yang ada pada masalah yang sudah ada dalam teks-teks syariat dan mengaplikasikannya pada permasalahan baru.
                Langkah-langkah Qiyas:
                1. Menentukan Hukum yang Ada: Langkah pertama dalam qiyas adalah mengidentifikasi masalah yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur’an atau Hadis. Hukum yang ada ini akan menjadi dasar untuk perbandingan.
                2. Menentukan Illat (Sebab Hukum): Setelah hukum yang ada ditentukan, langkah selanjutnya adalah menemukan illat atau sebab yang mendasari hukum tersebut. Misalnya, dalam hukum larangan khamar (minuman keras), illatnya adalah efek memabukkan yang merusak akal.
                3. Menentukan Kesamaan: Permasalahan baru kemudian dianalisis untuk melihat apakah ada illat yang sama dengan masalah yang sudah ada. Jika permasalahan baru memiliki illat yang serupa, maka hukum yang berlaku pada masalah yang sudah ada bisa diterapkan pada masalah baru tersebut.
                4. Menetapkan Hukum untuk Masalah Baru: Setelah kesamaan illat ditemukan, maka hukum yang sudah ada dapat diterapkan pada permasalahan baru tersebut.
                Tujuan Qiyas:
                Tujuan utama dari penggunaan qiyas adalah untuk menjaga agar hukum Islam tetap relevan dan aplikatif dalam menghadapi perkembangan zaman dan permasalahan baru yang tidak secara eksplisit dibahas dalam teks-teks syariat. Qiyas membantu para fuqaha untuk mencari solusi hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam, meskipun teksnya tidak secara langsung memberikan petunjuk.
                Kesimpulan:
                Qiyas digunakan untuk mengatasi kekosongan hukum dengan menganalogikan suatu masalah baru dengan masalah yang sudah ada yang diatur dalam Al-Qur’an atau Hadis. Dengan cara ini, hukum Islam tetap dapat memberikan petunjuk dalam situasi yang tidak langsung disebutkan dalam sumber-sumber teks, sambil tetap memelihara prinsip-prinsip dasar agama.

                Balas
            • Apakah qiyas dapat digunakan untuk menetapkan hukum yang bersifat ibadah,
              Atau hanya urusan muamlah saja?
              Jelaskan!

              Balas
              • Abdul Hakim

                Bisa akan terapi Qiyas dalam prinsip hukum Islam pada umumnya digunakan untuk menetapkan hukum pada masalah yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau Hadis, baik dalam urusan muamalat (hubungan sosial dan transaksi) maupun ibadah (ritual agama). Namun, penerapan qiyas pada ibadah memiliki batasan tertentu dan lebih hati-hati dibandingkan dengan penggunaannya dalam muamalat. Mari kita uraikan lebih lanjut.
                1.Qiyas dalam Ibadah
                Ibadah mencakup segala bentuk peribadatan dan ritual yang ditetapkan oleh syariat Islam, seperti salat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Secara umum, ibadah bersifat lebih ketat dan harus mengikuti aturan yang jelas dari Al-Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, qiyas dalam ibadah digunakan dengan sangat hati-hati, dan tidak dapat diterapkan sembarangan pada hal-hal yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam sumber-sumber agama.
                Namun, qiyas dapat digunakan dalam ibadah, tetapi hanya dalam situasi tertentu, ketika ada prinsip atau sebab hukum yang bisa diterapkan secara analogis.
                Contoh:
                Qiyas pada Penentuan Waktu Shalat: Misalnya, jika ada sebuah keadaan yang tidak disebutkan dalam teks-teks syariat, seperti penentuan waktu salat di daerah kutub utara yang hampir tidak memiliki malam atau siang dalam setahun. Dalam hal ini, para ulama menggunakan qiyas dengan membandingkannya dengan masalah yang lebih umum, seperti waktu salat di daerah dengan siang dan malam yang normal, dan menetapkan aturan yang sesuai.
                Qiyas pada Hukum Zakat: Misalnya, pada zakat emas dan perak, jika ada jenis kekayaan lain yang mirip dengan emas dan perak dalam hal pertumbuhannya (seperti saham yang memberikan keuntungan), qiyas dapat digunakan untuk menentukan kewajiban zakat pada saham tersebut.
                2. Batasan Qiyas dalam Ibadah
                Namun, dalam ibadah, qiyas harus sangat hati-hati dan sering kali lebih dibatasi, karena ibadah adalah bentuk ketaatan langsung kepada Allah, dan hukum-hukumnya umumnya bersifat tegas dan tidak bisa berubah.
                Ibadah tidak selalu dapat dianalogikan dengan situasi lain karena ibadah terkait dengan ketetapan langsung dari syariat, yang lebih sering bersifat ‘ibtidaiyah’ (asal mula atau ditetapkan langsung) dan bukan hasil dari suatu proses yang bisa dianalogi.
                Oleh karena itu, jika tidak ada dasar dari Al-Qur’an atau Hadis, maka ulama umumnya akan berhati-hati dalam menggunakan qiyas dalam ibadah, dan jika perlu, lebih memilih untuk menghindari penggunaan qiyas.

                Balas

            Tinggalkan Balasan

            Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

            × Chat Kami Yuk