Peran Penting Dua Orang Saksi dalam Akad Pernikahan, Simak
TATSQIF ONLINE – Pernikahan merupakan ibadah bagi umat Islam yang telah memenuhi segala syarat dan ketentuan yang ditetapkan. Selain peran wali dan kedua mempelai, keberadaan serta posisi saksi dalam akad pernikahan juga sangat penting. Begitu pentingnya, bahwa suatu pernikahan dianggap tidak sah tanpa adanya dua orang saksi, karena saksi merupakan salah satu dari rukun nikah.
Istilah ‘saksi’ berasal dari bahasa Arab (شھد) yang berarti ‘berita pasti’. Dalam konteks fikih, ‘kesaksian’ diambil dari kata (مشاھدة) yang artinya ‘melihat dengan mata kepala’. Dengan demikian, saksi dapat diartikan sebagai individu yang memberikan laporan tentang apa yang telah mereka lihat atau saksikan.
Menurut Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, saksi nikah adalah orang yang secara langsung melihat, mendengar, atau mengetahui sendiri peristiwa atau proses akad nikah antara wali nikah atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Tujuannya adalah agar mereka dapat memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan perkara terkait pernikahan.
Pandangan Ulama Terkait Saksi Nikah
Mengutip dari buku al-Fiqh ‘alā al-Mażāhib al-Arba’ah karya Abdurrahman al-Jaziiriy, bahwa mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali sepakat bahwa suatu pernikahan tidak akan dianggap sah kecuali jika ada saksi yang menyaksikan. Artinya, proses ijab dan kabul harus disaksikan oleh minimal dua orang saksi.
Namun, mazhab Malikiyah memiliki pandangan yang berbeda dari ketiga ulama tersebut. Baginya, ijab dan kabul tidak memerlukan kehadiran saksi. Pernikahan dianggap sah bahkan tanpa kehadiran saksi. Meskipun demikian, jika pasangan tersebut hendak melakukan hubungan suami istri, mereka berdua harus memberitahu orang lain bahwa mereka telah sah secara pernikahan.
Abu Muhammad Abdullah bin Ahnmad bin Qudamah, dalam kitab Al-Mughniy menukil sebuah riwayat lain dari Ahmad, perkawinan dianggap sah bahkan tanpa kehadiran saksi-saksi. Banyak sahabat dan tabi’in yang menikah tanpa adanya saksi.
Di antara mereka adalah Abdullah bin Umar bin Khattab, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair bin Awwam, Salim bin Abdullah bin Umar, dan Hamzah bin Abdullah bin Umar. Pendapat ini juga didukung oleh sejumlah fuqaha, termasuk Abdullah bin Idris, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, al-Anbariy, Abu Tsaur, Ibnu Mundzir, dan al-Zuhri.
Mereka yang tidak mensyaratkan kehadiran saksi dalam keabsahan pernikahan berdasarkan pada argumen bahwa tidak ada satu pun nash (dalil syar’i) yang menetapkan persyaratan kesaksian dalam proses pernikahan.
Oleh karena itu, berlaku kaidah hukum Islam yang menyatakan: al-aşlu fī al-taklīfi barā’atu al-żimmah, yang berarti “pada asalnya, dalam hal pembebanan taklif (tanggungan agama), seseorang dianggap bebas dari tanggung jawab sampai ada dalil yang mengharuskannya.”
Beberapa Hadis yang Mengharuskan Adanya Saksi Nikah
Para ulama yang mengharuskan adanya saksi dalam akad nikah berpegang pada hadis berikut:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ وَشَاهِدَىْ عَدْلٍ
Artinya: “Tiada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil.
Hadis ini disahihkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Al-Jami’ as-Sahih dan telah diterima oleh ulama hadis serta disebut dalam banyak referensi ilmiah dalam bidang ilmu fiqh dan usul al-fiqh. Kaidah yang terkandung dalam hadis ini menekankan bahwa pernikahan harus memiliki wali dan dua saksi yang adil.
Wali bertanggung jawab melindungi kepentingan wanita, sementara saksi harus memiliki integritas. Hadis ini memiliki sanad yang bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil, tanpa kejanggalan, dan telah disahihkan oleh sejumlah ulama hadis seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Tirmidzi.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda:
لاَ بُدَّ فِى النِّكَاحِ مِنْ أَرْبَعَةٍ الْوَلِىِّ وَالزَّوْجِ وَالشَّاهِدَيْنِ
Artinya: “Haruslah ada di dalam nikah itu empat hal: wali, suami, dan dua orang saksi.”
Hadis ini menjelaskan bahwa dalam proses pernikahan (nikah), terdapat empat unsur yang harus ada agar akad nikah sah secara syar’i, yaitu wali, suami, dan dua orang saksi.
Wali: Wali adalah pihak yang bertanggung jawab atas kepentingan dan perlindungan seorang wanita dalam proses pernikahan. Wali bisa berupa ayah, kakek, saudara laki-laki, atau wali yang sah lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Suami: Suami adalah pihak laki-laki yang melakukan akad nikah dengan wanita, yang menjadi pasangan hidupnya sesuai dengan ketentuan Islam.
Dua orang saksi: Diperlukan kehadiran dua orang saksi yang adil dan berintegritas untuk menyaksikan proses pernikahan. Mereka memberikan kesaksian bahwa akad nikah telah dilakukan secara sah dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Tanpa kehadiran salah satu dari keempat unsur tersebut, pernikahan dianggap batal menurut syariat Islam. Oleh karena itu, hadis ini menegaskan pentingnya memenuhi syarat-syarat tersebut dalam proses pernikahan dalam Islam.
Riwayat lain menyatakan:
الْبَغَايَا اللَّاتِي يُنْكِحْنَ أَنْفُسَهُنَّ بِغَيْرِ بَيِّنَةٍ
Artinya: “Adalah pezina para wanita yang menikahkan dirinya sendiri dengan tanpa saksi.”
Hadis ini menyatakan bahwa wanita-wanita yang menikahkan diri mereka sendiri tanpa kesaksian adalah pezina. Ini menekankan bahwa dalam Islam, pernikahan harus dilakukan secara sah dengan kehadiran wali, suami, dan dua orang saksi yang adil.
Jika seorang wanita menikah tanpa prosedur yang sesuai, seperti tanpa kesaksian yang jelas, maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah menurut syariat Islam. Dalam konteks ini, hadis ini menekankan pentingnya menjalankan pernikahan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Islam untuk menjaga kesucian dan keabsahan pernikahan.
Wallahu A’lam
Oleh Chaidiruddin Harahap (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
-
Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.
Lihat semua pos Lecturer
Kan, saksi nikahnya itu dua orang
Apakah boleh ayahnya atau anak laki laki menjadi saksi dari salah satu saksi yang dua itu?
MashaAllah artikelnya bagus sekali, lengkap dan mudah dipahami.
Tetapi diantara perbedaan mazhab di atas, Ibnu Hazm berpendapat bahwa kesaksian 2 orang perempuan sama dengan 1 orang saksi laki-laki. Lalu bagaimana pendapat penulis tentang keabsahan perempuan sebagai saksi pernikahan?
Apakah saksi nikah itu bisa lebih dari 2 orang ?
Bagaimana menurut pemateri apakah kawin lari juga butuh saksi?
Bagaimana pendapat saudara mengenai pendapat Mazhab imam Maliki, yang mana imam Maliki mengatakan di dalam pernikahan itu tidak diperlukan kehadiran saksi dan pernikahan itu tetap sah tanpa kehadiran seorang saksi, padahal pendapat imam Maliki ini bertolak belakang dengan hadits yang ada di bawahnya, yang mana di hadits itu dikatakan bahwa si wanita itu harus dituntut untuk menghadirkan saksi jikalau tidak maka dia termasuk golongan pezina?
Bagaimana tanggung jawab para saksi dalam pernikahan dan apakah jika terjadi masalah dalam proses pernikahan apakah saksi memiliki kewenangan untuk membatalkannya?
Masyaallah artikelnya bagus sekali,materi yang dijelaskan juga sangat jelas sehingga mudah untuk dipahami hadist yang dituliskan di artikel sudah sangat Bagus sekali.sekian komentar saya assalamualaikum wrb.
Di dalam pernikahan siapa saja yang dapat dipanggil saksi, dan siapa yg tidak boleh menjadi saksi?
Apa tanggung jawab saksi nikah dalam islam?
Apa saja tanggung jawab saksi terhadap suatu pernikahan??
Apakah pernikahan sah apabila tidak memenuhi yang Empat hal tersebut :yaitu,wali,suami,dan dua orang saksi??