Rahasia Fikih Muamalah: Kunci Transaksi Halal dan Berkah, Simak
TATSQIF ONLINE – Keberkahan menjadi fondasi dalam setiap transaksi ekonomi. Dengan demikian, pemahaman fikih muamalah tidak hanya menjadi kebutuhan akademik, tetapi juga menjadi pedoman praktis dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap Muslim.
Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa fikih muamalah mengatur interaksi ekonomi agar sesuai dengan syariat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Pengertian Fikih Muamalah
Fikih muamalah adalah cabang ilmu fikih yang mengatur interaksi sosial dan transaksi ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Mustafa Ahmad Az-Zarqa dalam Al-Madkhal Al-Fiqhi Al-‘Am menyebutkan bahwa ilmu ini mencakup berbagai aspek hukum terkait perdagangan, kontrak, utang-piutang, dan transaksi keuangan lainnya. Dalam Islam, setiap transaksi harus memenuhi prinsip keadilan dan kejujuran agar memperoleh keberkahan.
Prinsip-Prinsip Fikih Muamalah
Dalam praktiknya, fikih muamalah memiliki beberapa prinsip utama:
1. Prinsip Keadilan – Muhammad Abu Zahrah dalam Al-Fiqh Al-Islami menegaskan bahwa setiap transaksi harus dilakukan dengan adil dan tidak merugikan salah satu pihak.
2. Prinsip Kerelaan (Ridha’iyah) – Abdullah Alwan dalam Fiqh Muamalah menjelaskan bahwa semua pihak yang terlibat harus sepakat tanpa ada unsur paksaan.
3. Prinsip Kejujuran (Shidq) – Yusuf Al-Qaradawi dalam Fiqh Al-Mu’amalat Al-Maliyah menekankan bahwa informasi mengenai transaksi harus disampaikan secara jujur dan tidak menipu.
4. Prinsip Larangan Riba – Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah menyatakan bahwa Islam melarang praktik riba karena dapat menimbulkan ketidakadilan ekonomi.
5. Prinsip Larangan Gharar – Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa setiap transaksi harus jelas dan tidak mengandung ketidakpastian yang berlebihan.
Ruang Lingkup Fikih Muamalah
Fikih muamalah mencakup berbagai aspek kehidupan ekonomi, di antaranya:
1. Perdagangan dan Jual Beli – Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menjelaskan bahwa transaksi jual beli harus dilakukan dengan akad yang sah dan memenuhi syarat syariah.
2. Sewa-Menyewa (Ijarah) – Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa menegaskan bahwa ketentuan dalam menyewakan barang atau jasa harus adil dan sesuai kesepakatan.
3. Perbankan Syariah – Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam Bank Islam: Teori dan Praktek menyebutkan bahwa sistem keuangan berbasis syariah harus menghindari riba dan praktik yang tidak transparan.
4. Wakaf dan Zakat – Abu Ubaid dalam Al-Amwal menegaskan bahwa instrumen keuangan Islam ini bertujuan untuk kesejahteraan sosial.
5. Asuransi Syariah (Takaful) – Mohammad Hashim Kamali dalam Islamic Commercial Law menjelaskan bahwa takaful adalah bentuk perlindungan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Relevansinya di Era Modern
Di era globalisasi, tantangan dalam muamalah semakin kompleks. M. Umer Chapra dalam Islam and the Economic Challenge menyatakan bahwa fikih muamalah berperan dalam memberikan solusi terhadap berbagai isu ekonomi modern, seperti investasi halal, fintech syariah, dan ekonomi digital. Dengan memahami prinsip-prinsip fikih muamalah, umat Islam dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi tanpa melanggar aturan syariah.
Kesimpulan
Fikih muamalah adalah pedoman penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menekankan bahwa prinsip-prinsipnya menekankan keadilan, kejujuran, dan keberkahan dalam setiap transaksi. Dengan memahami dan menerapkannya, umat Islam dapat menjaga integritas ekonomi dan sosial dalam kehidupan modern. Wallahua’lam.
Rizka Amanda Pane (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa yang membuat bank umum itu haram dan bank syariah itu halal?
Sementara dalam bank syariah juga sama sama memiliki biaya, seperti biaya administrasi, biaya transaksi, dan biaya akad.
Bank umum dianggap haram karena beberapa alasan, antara lain:
1. _Riba_: Bank umum mengenakan bunga atas pinjaman dan tabungan, yang dianggap sebagai riba (bunga) yang haram dalam Islam.
2. _Gharar_: Bank umum seringkali melakukan transaksi yang tidak jelas dan tidak transparan, yang dapat menyebabkan kerugian bagi nasabah.
3. _Maysir_: Bank umum dapat melakukan spekulasi dan perjudian dengan dana nasabah, yang dianggap sebagai maysir (perjudian) yang haram dalam Islam.
Sementara itu, bank syariah dianggap halal karena:
1. _Tidak menggunakan riba_: Bank syariah tidak mengenakan bunga atas pinjaman dan tabungan, melainkan menggunakan sistem bagi hasil dan keuntungan yang adil.
2. _Transparan dan jelas_: Bank syariah melakukan transaksi yang transparan dan jelas, sehingga nasabah dapat memahami dengan baik tentang apa yang mereka lakukan.
3. _Tidak melakukan gharar dan maysir_: Bank syariah tidak melakukan transaksi yang tidak jelas dan tidak transparan, serta tidak melakukan spekulasi dan perjudian dengan dana nasabah.
Biaya administrasi, biaya transaksi, dan biaya akad yang dikenakan oleh bank syariah bukanlah riba, melainkan biaya yang diperlukan untuk operasional bank dan pelayanan kepada nasabah. Biaya-biaya ini dianggap sebagai biaya yang halal karena:
1. _Biaya yang jelas_: Biaya-biaya tersebut dihitung dengan jelas dan transparan, sehingga nasabah dapat memahami dengan baik tentang apa yang mereka bayar.
2. _Biaya yang adil_: Biaya-biaya tersebut dihitung berdasarkan biaya operasional bank dan pelayanan kepada nasabah, sehingga dianggap sebagai biaya yang adil.
3. _Tidak mengandung unsur riba_: Biaya-biaya tersebut tidak mengandung unsur riba, sehingga dianggap sebagai biaya yang halal.
dalam Islam transaksi jual beli harus dilakukan dengan akad yang sah,
Jadi pertanyaan bagaimana jika seseorang membeli suatu barang tanpa ada nya sebuah akad yang sah,antara penjual dan pembeli, seperti belanja online,(shopee, Lazada,atau pun lainnya).
Bagaimana hukum bekerja sama dengan non muslim dalam membangun bisnis?
Jelaskan bagaimana bentuk penerapan(contoh) dari prinsip-prinsip yang diterapkan pada setiap transaksi agar dapat berjalan dengan halal dan berkah dan konsisten untuk dijalankan
Berikut beberapa contoh penerapan prinsip-prinsip dalam transaksi agar dapat berjalan dengan halal dan berkah:
1. *Prinsip Keadilan*: Dalam transaksi jual beli, penjual harus memberikan harga yang wajar dan tidak menipu pembeli tentang kualitas barang.
– Contoh: Seorang penjual menjual barang dengan harga yang sesuai dengan kualitasnya, dan tidak menambahkan biaya tambahan yang tidak jelas.
2. *Prinsip Kebenaran*: Dalam transaksi, semua pihak harus menjaga kebenaran dan tidak melakukan penipuan.
– Contoh: Seorang pembeli harus membayar harga yang sesuai dengan barang yang dibeli, dan tidak melakukan penipuan tentang kemampuan membayar.
3. *Prinsip Transparansi*: Dalam transaksi, semua pihak harus transparan tentang syarat-syarat dan biaya yang terkait.
– Contoh: Sebuah perusahaan harus transparan tentang biaya yang dikenakan kepada pelanggan, dan tidak menyembunyikan biaya tambahan yang tidak jelas.
4. *Prinsip Tidak Merugikan*: Dalam transaksi, semua pihak harus berusaha tidak merugikan pihak lain.
– Contoh: Seorang penjual harus memastikan bahwa barang yang dijual tidak merugikan pembeli, dan tidak melakukan penipuan tentang kualitas barang.
5. *Prinsip Menghindari Riba*: Dalam transaksi, semua pihak harus menghindari riba (bunga) yang tidak halal.
– Contoh: Sebuah bank syariah harus menghindari mengenakan bunga yang tidak halal kepada nasabah, dan menggunakan sistem bagi hasil yang adil.
Dalam menjalankan transaksi yang halal dan berkah, beberapa contoh penerapan prinsip-prinsip di atas adalah:
– Menggunakan akad yang sah dan transparan
– Menghindari penipuan dan kecurangan
– Menggunakan sistem bagi hasil yang adil
– Menghindari riba dan bunga yang tidak halal
– Berusaha tidak merugikan pihak lain
Dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas, transaksi dapat berjalan dengan halal dan berkah, dan semua pihak dapat merasa puas dan aman.
Bagaimana cara menyelesaikan sengketa dalam transaksi menurut hukum Islam
Dalam hukum Islam, sengketa dalam transaksi dapat diselesaikan melalui beberapa cara, antara lain:
1. *Musyawarah*: Pihak-pihak yang bersengketa harus melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan.
2. *Arbitrase*: Pihak-pihak yang bersengketa dapat meminta bantuan dari seorang arbitrator yang netral dan memiliki pengetahuan tentang hukum Islam untuk menyelesaikan sengketa.
3. *Hakim*: Jika musyawarah dan arbitrase tidak berhasil, maka pihak-pihak yang bersengketa dapat membawa sengketa ke pengadilan Islam untuk diselesaikan oleh seorang hakim yang memiliki pengetahuan tentang hukum Islam.
4. *Majelis Tahkim*: Dalam beberapa kasus, sengketa dapat diselesaikan melalui majelis tahkim, yaitu sebuah badan yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum Islam dan dapat menyelesaikan sengketa dengan adil dan bijaksana.
Dalam menyeles
Dalam fikih muamalah ada yang namanya perdagangan, kontrak, utang piutang.
Kontrak sering dilakukan dalam suatu perusahaan.pertanyaanya.
Menurut pemateri apakah kontrak kerja itu perlu memenuhi syarat -syarat hukum islam.dan jika tidak memenuhi syarat -syarat hukum Islam apa yang akan terjadi.
Ya, kontrak kerja harus memenuhi syarat-syarat hukum Islam. Jika tidak memenuhi syarat-syarat hukum Islam, maka kontrak kerja tersebut dapat dianggap tidak sah dan dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti:
– Kontrak kerja tidak dapat dilaksanakan dengan adil dan transparan
– Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak kerja dapat merasa dirugikan
– Kontrak kerja dapat dianggap sebagai perbuatan yang haram dan dapat menyebabkan dosa
Syarat-syarat hukum Islam yang harus dipenuhi dalam kontrak kerja antara lain:
– Kontrak kerja harus jelas dan transparan
– Kontrak kerja harus memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan
– Kontrak kerja harus tidak mengandung unsur-unsur yang haram, seperti riba atau spekulasi
– Kontrak kerja harus disepakati oleh kedua belah pihak dengan sukarela dan tidak dipaksa
Jika kontrak kerja tidak memenuhi syarat-syarat hukum Islam, maka dapat terjadi beberapa hal, seperti:
– Kontrak kerja dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan
– Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak kerja dapat dihukum oleh hukum Islam
– Kontrak kerja dapat menyebabkan kerugian materiil dan immateriil bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dalam pengamalan fikih muamalah kita sudah mengetahui yaitu salah satunya bsi atau bank syariah indonesia .
pertanyaannya.
coba jelaskan dari segimana bank syariah indonesia itu berhasil dalam melaksanakan pengamalan fikih muamalah tersebut?
Bank Syariah Indonesia (BSI) berhasil dalam melaksanakan pengamalan Fiqih Muamalah karena:
1. *Menggunakan prinsip syariah*: BSI menggunakan prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan, seperti tidak menggunakan bunga, tidak melakukan spekulasi, dan tidak melakukan transaksi yang tidak jelas.
2. *Menggunakan akad yang sesuai*: BSI menggunakan akad yang sesuai dengan syariah, seperti akad murabahah, akad mudharabah, dan akad musyarakah, untuk melakukan transaksi dan kegiatan.
3. *Menghindari riba*: BSI menghindari riba dalam semua transaksi dan kegiatan, sehingga tidak melakukan transaksi yang melibatkan bunga atau keuntungan yang tidak adil.
4. *Menggunakan dana yang halal*: BSI menggunakan dana yang halal dan tidak menggunakan dana yang haram, sehingga dapat memastikan bahwa semua transaksi dan kegiatan yang dilakukan adalah sesuai dengan syariah.
5. *Mengadakan pengawasan yang ketat*: BSI mengadakan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa semua transaksi dan kegiatan yang dilakukan adalah sesuai dengan syariah dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Dengan demikian, BSI dapat memastikan bahwa semua transaksi dan kegiatan yang dilakukan adalah sesuai dengan Fiqih Muamalah dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin melakukan transaksi dan kegiatan yang sesuai dengan syariah.
Mengapa manusia memerlukah muamalah dalam kehidupan sehari-hari? jelaskan dan berikan contohnya
Manusia memerlukan muamalah karena membantu mengatur hubungan, menghindari konflik, membangun kepercayaan, dan mengatur transaksi ekonomi dengan adil dan transparan. Contohnya: jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, kerja, dan perkawinan.
Apakah menjual minyak pertalite atau bensin secara eceran, yang hari ke hari minyaknya menyusut dan ketidakjelaskan jumlahnya termasuk bagian dari tiba?
Menjual minyak pertalite atau bensin secara eceran dengan jumlah yang tidak jelas dan menyusut secara bertahap dapat dianggap sebagai tiba (penipuan) dalam Fiqih Muamalah.
Dalam Fiqih Muamalah, tiba diartikan sebagai penipuan atau kecurangan dalam transaksi, termasuk penipuan tentang jumlah atau kualitas barang yang dijual. Dalam kasus menjual minyak pertalite atau bensin secara eceran, jika jumlah minyak yang dijual tidak jelas dan menyusut secara bertahap, maka dapat dianggap sebagai tiba karena:
1. _Ketidakjelasan jumlah_: Jumlah minyak yang dijual tidak jelas, sehingga pembeli tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa banyak minyak yang mereka beli.
2. _Penyusutan jumlah_: Jumlah minyak yang dijual menyusut secara bertahap, sehingga pembeli dapat kehilangan sebagian dari minyak yang mereka beli.
Dalam Fiqih Muamalah, penjual memiliki kewajiban untuk menjelaskan dengan jelas tentang jumlah dan kualitas barang yang dijual, serta tidak boleh melakukan penipuan atau kecurangan dalam transaksi. Oleh karena itu, menjual minyak pertalite atau bensin secara eceran dengan jumlah yang tidak jelas dan menyusut secara bertahap dapat dianggap sebagai tiba dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Fiqih Muamalah.
Namun, perlu diingat bahwa dalam praktiknya, penjualan minyak pertalite atau bensin secara eceran seringkali dilakukan dengan menggunakan sistem pengukuran yang tidak akurat, sehingga jumlah minyak yang dijual dapat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting bagi penjual untuk menggunakan sistem pengukuran yang akurat dan transparan, serta menjelaskan dengan jelas tentang jumlah dan kualitas minyak yang dijual kepada pembeli.