Al-Qur'an & HadisMust Read

Munasabah: Kunci Penting dalam Penafsiran Al-Qur’an yang Akurat

TATSQIF ONLINE Munasabah adalah studi yang mengungkapkan hubungan antara satu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya. llmu ini merupakan aspek penting dalam kajian Ulum al-Qur’an, yang membantu dalam pemahaman Al-Qur’an secara menyeluruh dan penafsiran Al-Qur’an yang lebih yang akurat.

Munasabah membantu para ahli tafsir Al-Qur’an dalam menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayatnya, serta mempermudah pembaca dalam memahami pesan yang terkandung di dalamnya. Contoh-contoh dari munasabah ini bisa ditemukan pada urutan awal dan akhir surat, serta pada keselarasan tema antara surat-surat yang saling terkait.

BACA JUGA: Ilmu Munasabah: Menilik Teori Korelasi dalam Al-Qur’an, Simak

Para ulama sepakat bahwa urutan ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam, yang dikenal sebagai tauqify. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai urutan surah-surah dalam Al-Qur’an.

Al-Qhurtubi meriwayatkan pernyataan Ibn Al-Thibb yang mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan pendapat dalam hal urutan surah Al-Qur’an. Dalam konteks ini, ada tiga pandangan yang berbeda:

Pertama, urutan surah berdasarkan ijtihad para sahabat. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama seperti Imam Malik dan Al-Qadhi Abu Bakr At-Thibb. Beberapa alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah mengenai urutan surah dalam Al-Qur’an, dan sahabat pernah mendengar Rasulullah membaca Al-Qur’an dengan urutan surah yang berbeda, seperti terbukti dengan munculnya empat mushaf yang berbeda dari kalangan sahabat. Misalnya, mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, dan mushaf Ibnu Abbas.

2) Perbedaan dalam mushaf yang dicatat oleh para sahabat menunjukkan bahwa tidak ada ketetapan resmi dari Rasulullah mengenai urutan surah.

3) Ada riwayat yang menyatakan bahwa Umar memerintahkan untuk mengurutkan surat At-Tiwal, tetapi riwayat ini perlu diteliti ulang.

Kedua, urutan surah berdasarkan petunjuk Rasulullah (tauqifi). Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu Bakr Al-Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi, dan Al-Sayuthi. Beberapa alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut:

1) Kesepakatan sahabat terhadap mushaf Usman, yang menurut mereka tidak akan terjadi jika urutan tersebut tidak bersifat tauqifi, karena jika bersifat ijtihadiy, maka pemilik mushaf lain akan tetap mempertahankan urutan mereka.

2) Hadis tentang pembagian Al-Qur’an menjadi tujuh bagian yang seimbang, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Dawud dari Huzaifah Al-Syaqafi.

3) Hadis dari Ibn Abbas tentang penyatuan surat Al-Taubah dan Al-Anfal, yang menunjukkan bahwa urutan Al-Qur’an bersifat tauqifi.

Ketiga, urutan surah sebagian berdasarkan tauqifi dan sebagian berdasarkan ijtihadiy. Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Baihaqi dan Al-Qadhi Abu Muhammad Ibn Athiyah. Salah satu alasan lainnya adalah bahwa tidak semua nama surah diberikan langsung oleh Allah, beberapa diberikan oleh Rasulullah atau bahkan para sahabat.

Dalam kesimpulannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai urutan surah dalam Al-Qur’an, meskipun urutan ayat-ayatnya merupakan ketetapan dari Rasulullah SAW.

BACA JUGA: Munasabah: Keterkaitan Ayat dan Surat dalam Al-Qur’an, Simak

Dalam menganalisis munasabah antar surat dan ayat, para ulama biasanya mulai dengan pertanyaan tentang maksud di balik penempatan satu ayat dengan ayat lain, serta penempatan satu surat dengan surat lainnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka berusaha menciptakan hubungan-hubungan umum antar surat, terutama dari segi isi.

Hubungan yang serasi atau munasabah antara surat-surat ini pada dasarnya menunjukkan hubungan yang erat antara satu surat dengan surat lainnya. Munasabah yang terlihat dalam masing-masing surat biasanya menunjukkan adanya tema yang sama atau sejenis.

Misalnya, satu surat dapat memuat tema utama, sementara surat-surat lainnya menjelaskan sub-tema dan rincian tema tersebut baik secara umum maupun spesifik. Contoh yang dapat diberikan adalah Munasabah yang dapat diamati pada tiga surat berurutan, yaitu surah Al-Fatihah, Al-Baqarah, dan Ali Imran.

    Satu surat berperan menjelaskan surat sebelumnya, seperti yang terlihat dalam akhir surah Al-Fatihah ayat 6:

    اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

    Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus.”

    Lalu dijelaskan di dalam ayat pertama surah Al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

    ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

    Artinya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”

    Dalam bukunya Kaidah Tafsir, Quraish Shihab mengemukakan dua jenis hubungan munasabah dalam Al-Qur’an berikut ini:

    Pertama, adalah hubungan dekat antara satu ayat atau kelompok ayat dengan yang lain, yang meliputi: 1) Hubungan antarkata dalam satu ayat, 2) Hubungan antara suatu ayat dengan ayat berikutnya, 3) Hubungan antara isi suatu ayat dengan penutupnya (fasilah), 4) Hubungan antara suatu surat dengan surat berikutnya, 5) Hubungan antara nama surat dengan tema surat, 6) Hubungan antara uraian akhir surat dengan uraian awal surat berikutnya.

    Kedua, adalah hubungan pemahaman satu ayat dengan ayat lain, seperti pengkhususan atau penegasan syarat terhadap ayat lain yang tidak menyebutkan syarat, seperti yang terjadi dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 3 tentang larangan darah secara umum, namun Al-Qur’an surah al-An’am ayat 145 mengkhususkan larangan pada darah yang mengalir. Keterkaitan fungsional keduanya tampak jelas karena tema yang sama. Oleh karena itu, banyak ulama membatasi penerapan munasabah hanya pada bentuk pertama di atas.

    Praktik munasabah tidak dilakukan terhadap seluruh ayat, tetapi berdasarkan temuan yang tidak dapat dipaksakan. Ada empat kondisi ayat yang tidak perlu dicari munasabahnya, menurut Quraish Shihab:

    1. Ayat yang diikuti oleh ayat pengecualian, seperti dalam Al-Qur’an surah al-‘Ashr ayat 2 dan 3.

    2. Ayat yang kandungannya menguatkan ayat sebelumnya, seperti Al-Qur’an surah al-Qiyamah ayat 32 yang menguatkan ayat 31.

    3. Penggalan ayat yang berfungsi sebagai sisipan, seperti padaAl-Qur’an surah al-Baqarah ayat 24.

    4. Ayat atau kelompok ayat yang berfungsi sebagai sisipan, seperti dalam Al-Qur’an surah al-Qiyamah ayat 16 sampai ayat 19.

      Ayat-ayat dengan jenis di atas tidak perlu dicari keterkaitannya karena sudah jelas. Munasabah dibutuhkan untuk memahami ayat-ayat yang belum jelas posisi sintakmatik-paradigmatiknya.

      Sintagmatik meliputi hubungan antar kata dalam satu kalimat, atau hubungan antar kata horizontal, sementara paradigmatik meliputi hubungan antar kata dalam suatu kalimat atau frasa, atau hubungan antar kata vertikal.

      Wallahu A’lam
      Oleh Elsa Surya Dini Hasibuan (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

      • Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

        Lihat semua pos Lecturer

      Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

      Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

      13 komentar pada “Munasabah: Kunci Penting dalam Penafsiran Al-Qur’an yang Akurat

      • putri Elyana

        artikel nya bagus saya suka dengan isi nya dan bisa dapat menambah pengetahuan saya

        Balas
      • tika sari devi sipahutar

        Apa kegunaan munasabah dalam menafsirkan Al Qur an?

        Balas
      • Wita Afrina

        apa yang dapat kita pelajari dari ada nya munasabah atau keterkaitan antara ayat ayat atau surah surah dalam Al-Qur’an

        Balas
        • siti jubaidah siregar

          artikel yang bagus dan menambah wawasan

          Balas
      • Dina Fitriani Bahri Purba

        artikelnya memuat substansi yg sangat padat dan lengkap

        Balas
      • Bagaimana para ulama ulama clasik mengunakan prinsip munasabah dalam menafsirkan Al-Qur’an dan bagaimana prinsip ini relevan dalam konteks modern

        Balas
      • Syahniar Maharaja

        Bagaimana konsep munasabah dalam islam?

        Balas
      • Tria sri rahayu

        Kesimpulan dari pentingnya munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an adalah bahwa pemahaman yang akurat dan mendalam terhadap teks suci ini memerlukan pemahaman konteks dan hubungan antar ayat-ayatnya. Dengan memperhatikan kaitan antara ayat-ayat Al-Qur’an, kita dapat memahami pesan yang ingin disampaikan dengan lebih baik. Dengan demikian, munasabah menjadi kunci penting dalam mendekati dan menafsirkan Al-Qur’an secara benar dan akurat.mungkin cukup sekian kesimpulan dari saya.

        Balas
      • Intan Alawiyah

        Bagaimana cara mengetahui adanya munasabah dalam Al-Qur’an?

        Balas
      • Hapni sahri nasution

        Apa yang melatarbelakangi munculnya ilmu munasabah?

        Balas
      • Dinda Shelviana Syahfitri

        artikel nya bagus

        Balas
      • Sondang Tiara Rambe

        Bagaimana contoh munasabah Alquran dalam kehidupan sehari-hari?

        Balas
      • Bagaimana penafsiran ulama sekarang mengenai pendapat Alquran bersifat tauqifi?

        Balas

      Tinggalkan Balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      × Chat Kami Yuk