Fiqh & Ushul FiqhMust Read

Metode Fardh dan Ta’shib dalam Pembagian Harta Warisan, Simak

TATSQIF ONLINE Metode pembagian harta warisan memiliki dua pendekatan. Yang pertama adalah metode fardh, sementara yang kedua adalah metode ta’shib. Namun, terkadang ada ahli waris yang menerima bagian mereka melalui kedua pendekatan tersebut secara bersamaan, yaitu dengan metode fardh dan ta’shib.

Mengutip dari buku Seri Fiqih Kehidupan karya Ahmad Sarwat Lc., bahwa metode fardh merupakan cara pembagian warisan di mana ahli waris menerima bagian yang telah ditetapkan dengan pasti. Besarannya dinyatakan dalam pecahan seperti 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, dan 2/3.

Angka-angka ini berasal langsung dari ajaran Kitabullah, seperti nishf (setengah), tsuluts (sepertiga), rubu’ (seperempat), sudus (seperenam), tsumun (seperdelapan), dan tsulusa (dua pertiga), yang disebutkan dalam ayat-ayat tentang pembagian warisan, seperti Surat An-Nisa’ ayat 11 dan 12.

Pecahan tersebut menunjukkan bahwa setiap ahli waris yang disebutkan mendapatkan bagian yang merupakan pecahan dari total harta warisan, dianggap sebagai satu kesatuan.

Sebagai contoh, jika seorang suami mendapatkan 1/2 bagian dari harta yang ditinggalkan oleh istrinya yang telah meninggal, itu berarti dia menerima 50% dari total harta milik almarhumah istrinya. Begitu juga, jika istri mendapatkan 1/4 bagian, maka harta almarhum suaminya dibagi menjadi empat bagian, dan salah satu bagian diserahkan kepada istri.

Dalam praktiknya, metode ini adalah yang dihitung terlebih dahulu. Setelah ahli waris yang berhak atas bagian fardh menerima haknya, barulah sisanya dibagikan kepada ahli waris yang berhak atas bagian ta’shib. Ini berarti bahwa para ahli waris yang menerima bagian mereka melalui metode fardh diberi prioritas, dan kemudian sisa harta dibagi sesuai dengan metode ta’shib.

Metode ta’shib mengacu pada pembagian sisa harta warisan kepada ahli waris setelah bagian yang telah ditetapkan oleh metode fardh dibagikan. Setelah ahli waris yang berhak atas bagian fardh menerima bagian mereka, sisa harta dibagi di antara ahli waris yang memenuhi syarat sebagai penerima sisa warisan.

Sebagai contoh, jika seseorang meninggal dan meninggalkan seorang istri dan seorang anak laki-laki, istri akan menerima bagian fardh sesuai dengan ketentuan Al-Quran, yaitu 1/8 dari total harta. Sisa harta kemudian akan diberikan kepada anak laki-laki sebagai ahli waris ta’shib (ashabah). Dalam contoh ini, anak laki-laki akan menerima sisa harta, yaitu 1 – 1/8 = 7/8 bagian.

Misalkan jika total harta almarhum adalah 8 miliar, maka 1 miliar diberikan kepada istri dan 7 miliar diberikan kepada anak laki-laki. Ini adalah contoh penerapan metode ta’shib dalam pembagian warisan.

Rumus pembagian warisan melibatkan tiga langkah utama, yaitu:

1. Periksa Syaratnya: Langkah pertama adalah memeriksa syarat-syarat yang mengatur pembagian warisan untuk setiap ahli waris. Syarat-syarat ini menjadi titik perhatian utama sebelum menetapkan bagiannya.

Contohnya, jika seorang suami meninggal dan memiliki anak, bagian istri akan menjadi 1/8 dari total warisan. Namun, jika suami tidak memiliki anak, bagian istri akan menjadi 1/4. Dalam hal ini, keberadaan anak almarhum menjadi syarat yang menentukan bagian yang diterima oleh istri.

2. Tetapkan Bagiannya: Setelah syarat-syarat dipenuhi, langkah berikutnya adalah menetapkan bagian masing-masing ahli waris berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Misalnya, seorang istri mungkin memiliki dua kemungkinan bagian, yaitu 1/4 atau 1/8 dari total warisan, sementara seorang suami memiliki kemungkinan 1/4 atau 1/2 bagian, dan seterusnya.

Pecahan ini secara konkret merepresentasikan pembagian yang terjadi pada harta almarhum, dipecah menjadi berbagai ukuran yang berbeda. Ada pecahan yang mewakili separuh (1/2), seperempat (1/4), sepertiga (1/3), dan seterusnya dari total harta warisan. Dalam praktiknya, harta almarhum benar-benar dibagi-bagi menjadi potongan-potongan yang sesuai dengan pecahan tersebut, memastikan bahwa setiap ahli waris menerima bagian yang sesuai dengan haknya.

Hak yang diperoleh oleh ahli waris dalam pembagian warisan tidak selalu tetap, tetapi dapat bervariasi tergantung pada keberadaan ahli waris lainnya. Berikut adalah beberapa contoh kemungkinan bagi beberapa ahli waris:

1. Seorang istri memiliki dua kemungkinan, yaitu menerima 1/4 bagian atau 1/8 bagian dari total warisan.

2. Seorang suami memiliki dua kemungkinan, yaitu menerima 1/4 bagian atau 1/2 bagian.

3. Anak perempuan memiliki tiga kemungkinan, yaitu menerima 1/2 bagian, 2/3 bagian, atau bagian yang ditetapkan oleh metode ta’shib.

4. Cucu perempuan memiliki empat kemungkinan, yaitu menerima 1/2 bagian, 2/3 bagian, 1/6 bagian, atau bagian yang ditetapkan oleh metode ta’shib.

5. Ayah memiliki tiga kemungkinan, yaitu menerima 1/6 bagian, bagian yang ditetapkan oleh metode ta’shib, atau gabungan antara 1/6 bagian dan bagian yang ditetapkan oleh metode ta’shib.

6. Ibu memiliki tiga kemungkinan, yaitu menerima 1/6 bagian, 1/3 bagian, atau 1/3 bagian dari sisa warisan setelah pembagian kepada ahli waris lainnya.

Dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan ini dan mempertimbangkan syarat-syarat yang berlaku, pembagian warisan dapat dilakukan secara adil dan sesuai dengan ketentuan agama atau hukum yang berlaku.

3. Dahulukan Fardh, Sisanya Berikan ke Ashabah: Setelah bagiannya ditetapkan, ahli waris yang memiliki hak fardh (bagian yang sudah pasti) diberikan prioritas. Setelah itu, sisanya dibagikan kepada ahli waris yang berhak atas sisa warisan, sesuai dengan metode ta’shib.

Dalam hukum waris Islam, ada beberapa skenario pembagian warisan tergantung pada keberadaan ahli waris tertentu:

1. Jika muwarrits (pewaris) hanya meninggalkan ahli waris ashabah, maka mereka semua akan mendapatkan bagian warisan secara merata. Misalnya, jika seseorang meninggal dan meninggalkan 10 anak laki-laki, maka harta warisannya akan dibagikan secara adil di antara mereka semua.

2. Jika muwarrits meninggalkan ahli waris ashabul furudh dan ashabah, maka harta warisan akan dibagikan terlebih dahulu kepada ashabul furudh, baru kemudian sisanya diberikan kepada ashabah.

Contoh, jika seseorang meninggal dan meninggalkan 10 anak laki-laki bersama ibu dan istri, harta warisannya akan dibagikan terlebih dahulu kepada ibu dan istri sesuai dengan bagian pasti yang telah ditetapkan, baru kemudian sisa warisan akan dibagikan di antara anak-anak.

3. Jika setelah dibagikan kepada ashabul furudh warisannya tidak ada sisa atau bahkan berkurang, dan terjadi ‘aul (defisit), maka ashabah tidak akan mendapatkan bagian apa pun dari warisan tersebut. Artinya, mereka tidak akan menerima bagian warisan.

Contohnya seseorang wafat, meninggalkan seorang saudari kandung, seorang saudari seayah, ibu, seorang saudari seibu, dan seorang paman kandung. Berikut adalah pembagian warisannya dengan Asal Masalah (KPK) 6:

1. Ibu mendapatkan 1/6 atau satu bagian dari total harta warisan.

2. Saudari kandung mendapatkan 1/2 atau tiga bagian dari total warisan.

3. Saudari seayah mendapatkan 1/6 atau satu bagian dari total warisan.

4. Saudari seibu mendapatkan 1/6 atau satu bagian dari total warisan.

5. Paman kandung, sebagai sisa warisan (ashabah binafsihi), tidak mendapatkan bagian apa pun karena warisan telah habis terbagi.

Jika terdapat lebih dari satu ahli waris yang memenuhi syarat, sisa warisan akan diberikan kepada yang memiliki kedudukan yang lebih kuat, sementara yang lainnya akan mahjub (tidak mendapatkan bagian). Misalnya, jika terdapat ayah dan paman kandung sebagai ahli waris, ayah akan menerima seluruh atau sisa warisan, sedangkan paman kandung akan menjadi mahjub (tidak mendapatkan bagian).

Seorang perempuan meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris berupa seorang suami, seorang ibu, dan seorang anak laki-laki. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp150.000.000. Berikut adalah pembagian warisan:

a. Asal masalah adalah 12.

b. Suami mendapatkan bagian sebesar 1/4 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian suami adalah 3.

c. Ibu mendapatkan bagian sebesar 1/6 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian ibu adalah 2.

d. Anak laki-laki mendapatkan bagian sisa, sehingga jumlah bagian anak laki-laki adalah 7.

e. Harta sebesar Rp150.000.000 dibagi menjadi 12 bagian, sehingga setiap bagian senilai Rp12.500.000.

Seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris berupa seorang istri, seorang anak perempuan, seorang ibu, dan seorang paman. Harta yang ditinggalkan sejumlah Rp48.000.000. Berikut adalah pembagian warisan:

a. Asal masalah adalah 24.

b. Istri mendapatkan bagian sebesar 1/8 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian istri adalah 3.

c. Anak perempuan mendapatkan bagian sebesar 1/2 karena merupakan satu-satunya ahli waris dan tidak ada ahli waris tambahan, sehingga jumlah bagian anak perempuan adalah 12.

d. Ibu mendapatkan bagian sebesar 1/6 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian ibu adalah 4.

e. Paman mendapatkan bagian sisa, sehingga jumlah bagian paman adalah 5.

f. Harta sebesar Rp48.000.000 dibagi menjadi 24 bagian, sehingga setiap bagian senilai Rp2.000.000.

Seorang meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris berupa seorang bapak, seorang ibu, seorang anak laki-laki, dan dua orang anak perempuan. Nominal harta warisan sebesar Rp. 30.000.000. Berikut adalah perhitungan pembagian warisan:

a. Asal masalah adalah 6.

b. Bapak mendapatkan bagian sebesar 1/6 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian bapak adalah 1.

c. Ibu mendapatkan bagian sebesar 1/6 karena ada anak dari si mayit, sehingga jumlah bagian ibu adalah 1.

d. Anak laki-laki dan dua anak perempuan:

– Secara keseluruhan mendapatkan bagian sebagai ashabah atau sisa, yakni 4 siham.

– Anak laki-laki dihitung sebagai dua orang karena berlaku hukum bahwa laki-laki mendapatkan dua bagian dari anak perempuan.

– Maka, total penerima ashabah adalah seolah-olah ada 4 orang, terdiri dari 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.

– Sisa 4 siham dibagi menjadi 2 siham untuk satu anak laki-laki dan 2 siham untuk dua anak perempuan, di mana masing-masing anak perempuan mendapatkan 1 siham.

e. Harta sebesar Rp. 30.000.000 dibagi menjadi 6 bagian, sehingga setiap bagian senilai Rp. 5.000.000.

Wallahu A’lam
Oleh Jubaidah Apriani Tambunan (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

  • Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

    Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

28 komentar pada “Metode Fardh dan Ta’shib dalam Pembagian Harta Warisan, Simak

  • Coba berikan contoh pembagian warisan apabila yg meninggal ayah, dan ahli waris yang ada adalah ibu, seorang anak laki-laki dan seorang kakek dengan metode tas’hib ?

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Dalam hukum waris Islam, metode tas’hib digunakan jika yang meninggal adalah seorang ayah dan ahli waris yang ada adalah ibu, seorang anak laki-laki, dan seorang kakek. Metode tas’hib mengutamakan garis keturunan yang lebih dekat secara perempuan daripada garis keturunan yang lebih jauh secara laki-laki. Berikut adalah contoh pembagian warisan menggunakan metode tas’hib:

      1. Total bagian adalah 6 bagian, karena ada ibu, anak laki-laki, dan kakek.
      2. Ibunda mendapatkan 1/6 bagian dari harta warisan.
      3. Anak laki-laki mendapatkan 2/6 (1/3) bagian dari harta warisan.
      4. Kakek mendapatkan 3/6 (1/2) bagian dari harta warisan.

      Jadi, pembagian warisan akan menjadi:
      – Ibunda: 1/6 dari total warisan.
      – Anak laki-laki: 2/6 dari total warisan.
      – Kakek: 3/6 dari total warisan.

      Balas
  • rohit ritonga

    wah artikelnya sangat bagus

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Terimakasih banyak🙏

      Balas
  • Delvy Aprilyanti Siregar

    coba pemakalah jelaskan apa saja kelebihan dan kekurangan metode ta’shib dibandingkan metode fardh?

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Metode ta’shib dan fardh adalah dua pendekatan yang berbeda dalam hukum waris Islam. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode:

      Metode Ta’shib:

      *Kelebihan:*
      1. Fleksibilitas: Metode ini memberikan fleksibilitas dalam pembagian warisan sesuai dengan kebutuhan keluarga dan situasi spesifik.
      2. Keadilan:Dapat menyesuaikan pembagian sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing ahli waris.
      3. Menghindari Sengketa: Dapat mengurangi potensi konflik di antara ahli waris karena pembagian yang disesuaikan dengan keinginan keluarga.

      Kekurangan:
      1. Subjektivitas: Keputusan pembagian dapat dipengaruhi oleh preferensi atau kepentingan pribadi, sehingga dapat menghasilkan ketidakadilan.
      2. Kompleksitas: Proses pembagian yang membutuhkan kesepakatan dari semua pihak dapat menjadi rumit dan memakan waktu.
      3. Ketidakpastian: Karena pembagian tergantung pada kesepakatan, ada potensi ketidakpastian dalam hasil akhir.

      Metode Fardh:

      Kelebihan:
      1. Kepastian:Pembagian warisan diatur secara jelas berdasarkan aturan syariah, sehingga menghasilkan kepastian dalam pembagian.
      2. Keadilan Formal:Menerapkan aturan yang sama untuk semua ahli waris, tanpa memperhitungkan situasi atau kebutuhan individual.
      3. Mencegah Penyalahgunaan:Dapat mencegah potensi penyalahgunaan atau kepentingan pribadi dalam pembagian warisan.

      Kekurangan:
      1. Ketidakfleksibelan: Tidak memperhitungkan kebutuhan atau situasi spesifik keluarga, sehingga dapat menghasilkan pembagian yang tidak adil dalam beberapa kasus.
      2. Potensi Konflik: Pembagian yang terlalu formal dan kaku dapat menyebabkan konflik di antara ahli waris jika mereka tidak puas dengan hasilnya.
      3. Tidak Sesuai dengan Perubahan Sosial:Aturan yang tidak fleksibel mungkin tidak selalu sesuai dengan perkembangan sosial dan kebutuhan keluarga modern

      Balas
  • Nurul Hafizoh Syah Hutahaean

    Bagaimana jika ahli waris yang fardh merasa tidak setuju dengan pembagian harta waris yang lebih banyak ke ashobah nya? Di banding hak waris fardh nya.

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Jika ahli waris yang memiliki bagian fardh merasa tidak setuju dengan pembagian yang lebih banyak ke ahli waris ashobah (non-fardh), hal ini dapat menimbulkan ketegangan dalam keluarga. Dalam konteks hukum waris Islam, pembagian warisan yang adil dan sesuai dengan aturan syariah sangat penting untuk mencegah konflik di antara ahli waris.

      Dalam situasi seperti itu, langkah-langkah berikut dapat diambil untuk menyelesaikan perselisihan:

      1. *Musyawarah:* Membahas masalah ini secara terbuka dan adil dalam pertemuan keluarga untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.

      2. Konsultasi dengan Ahli Hukum:Meminta bantuan dan nasihat dari ulama atau ahli hukum Islam untuk menemukan solusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

      3. *Mediasi:* Meminta bantuan mediator yang netral untuk membantu menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan damai.

      4. *Arbitrase:* Jika musyawarah dan mediasi tidak berhasil, pihak yang berselisih dapat setuju untuk menjalani proses arbitrase di mana keputusan diambil oleh arbiter yang ditunjuk secara mutual.

      5. *Pendekatan Hukum:* Jika semua upaya penyelesaian secara damai gagal, masing-masing pihak dapat memutuskan untuk mencari bantuan dari pengadilan atau lembaga hukum yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.

      Dalam semua langkah ini, penting untuk tetap menjaga komunikasi yang baik dan mengutamakan kepentingan keluarga serta keadilan dalam pembagian warisan.

      Balas
  • Nurlan Saima nst

    Masya Allah artikelnya bagus

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih banyak 🙏

      Balas
  • Abd Rahman Nst

    Seorang waris meninggalkan harta warisan sebesar 300 juta kepada penerima waris. Adapun orang yang menerima waris tersebut terdiri dari 1 orang anak laki-laki, 3 orang anak perempuan dan 1 orang istri. Coba pemakalah menyelesaikan masalah kasus waris tersebut serta menyebutkan bagian-bagian yang di terima setiap masing-masing penerima warisan. Terimakasih

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Dalam menyelesaikan masalah waris, pertama kita perlu menentukan bagaimana pembagian harta warisan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum waris yang berlaku di wilayah tertentu. Misalnya, jika menggunakan aturan waris sesuai dengan hukum Islam, pembagian waris dapat dilakukan sebagai berikut:

      1. Anak laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari anak perempuan. Jadi, setiap anak laki-laki mendapatkan 2 bagian, sementara setiap anak perempuan mendapatkan 1 bagian.

      2. Istirahat harta warisan menjadi 8 bagian, karena ada 1 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.

      3. Anak laki-laki mendapatkan 2 bagian x 1 = 2 bagian.

      4. Anak perempuan mendapatkan 1 bagian x 3 = 3 bagian.

      5. Jumlah total bagian adalah 2 + 3 = 5 bagian.

      6. Kemudian, kita bagi jumlah total harta warisan (300 juta) dengan jumlah total bagian (5 bagian).

      7. Setiap bagian bernilai 300 juta / 5 = 60 juta.

      8. Anak laki-laki mendapatkan 2 bagian x 60 juta = 120 juta.

      9. Setiap anak perempuan mendapatkan 1 bagian x 60 juta = 60 juta.

      10. Istri mendapatkan 1/8 bagian dari total harta warisan, yaitu 60 juta.

      Jadi, pembagian warisan untuk kas

      Balas
  • Abdul salam siregar

    Artikel ya bagus

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih banyak🙏

      Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Syukron 🙏

      Balas
  • Ariz Zaky Hibrizi Nst

    Waw masyaallah artikel nya sangan bagus.
    Mudah-mudahan bagi pembaca lainnya mereka cepat memahami artikel nya.

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih banyak 🙏

      Balas
  • Lumita Wulandari Hasibuan

    Artikelnya bagus

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih 🙏

      Balas
  • Yulia sari

    Artikel nya bagus 👍semoga bermanfaat bagi pembaca🤲🏻

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih banyak 🙏

      Balas
  • Apakah yang harus dilakukan jika salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan ternyata dalam keadaan mafqud?

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Jika salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan dalam keadaan mafqud (tidak diketahui keberadaannya), langkah pertama adalah mencari informasi atau bukti yang mengkonfirmasi keberadaannya. Setelah itu, Anda perlu melibatkan otoritas hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan hukum waris yang berlaku di wilayah tersebut.

      Balas
  • Wahyuni Siregar

    Apakah yang harus dilakukan jika salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan ternyata dalam keadaan mafqud?

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Jika salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan tidak diketahui keberadaannya (mafqud), langkah pertama biasanya adalah mencoba untuk menemukan atau mengkonfirmasi keberadaannya melalui berbagai cara, seperti kontak dengan keluarga atau penelusuran administratif. Jika setelah upaya tersebut masih tidak berhasil, biasanya akan ada prosedur hukum tertentu yang harus diikuti sesuai dengan hukum waris yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Langkah-langkah ini dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukumnya.

      Balas
  • Luthfi Salsabila

    Artikel nya bagus,, semangat terus

    Balas
    • Jubaidah Apriani Tambunan

      Makasih banyak🙏

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk