Klasifikasi Tafsir Al-Qur’an Berdasarkan Sumber dan Metodenya
TATSQIF ONLINE – Ilmu tafsir merupakan cabang utama dari Ulumul Qur’an yang bertujuan untuk menjelaskan makna, maksud, dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Melalui ilmu ini, seorang muslim dapat memahami pesan ilahiah secara lebih dalam, baik dalam aspek akidah, syariah, maupun akhlak. Kajian terhadap sumber tafsir menjadi krusial, karena keabsahan pemahaman Al-Qur’an sangat tergantung pada validitas rujukan yang digunakan oleh para mufassir. Oleh karena itu, tulisan ini akan menguraikan jenis-jenis tafsir berdasarkan sumbernya: Tafsir bil Ma’tsur, Tafsir bil Ra’yi, dan Tafsir Izdijwaji, serta memperkenalkan metode-metode penafsiran yang berkembang di kalangan ulama.
Pengertian Tafsir
Secara etimologis, kata “tafsir” berasal dari bahasa Arab “al-fasr” yang berarti menyingkap atau menjelaskan sesuatu yang tersembunyi. Dalam bentuknya yang lebih kuat, yaitu dalam wazan taf’il, kata ini menjadi “at-tafsir”, yang bermakna menjelaskan secara intensif dan mendalam.
Ibnu Manzur dalam kamus Lisan al-‘Arab menjelaskan bahwa akar kata “al-fasr” berarti membuka atau menyingkap makna dari suatu lafaz yang rumit atau pelik. Sementara itu, menurut Ar-Raghib dalam kitab Al-Mufradat, tafsir berasal dari dua kata yaitu “al-fasr” dan “as-safr”, yang keduanya memiliki arti serupa, yakni menzahirkan sesuatu yang maknanya sebelumnya tersembunyi. Dalam konteks Al-Qur’an, tafsir berarti menjelaskan kandungan makna dari ayat-ayat suci, baik secara lafzi maupun maknawi.
Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 33 memberikan gambaran tentang pentingnya penjelasan yang terperinci dalam wahyu:
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ ۚ وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا
Artinya: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
Ayat ini memberikan contoh bagaimana Allah menurunkan wahyu yang terkadang bersifat global namun kemudian dijelaskan dalam ayat lain atau melalui sunnah Rasulullah.
Tafsir Menurut Istilah
Dalam terminologi Ulumul Qur’an, tafsir berarti menjelaskan kandungan makna ayat-ayat Al-Qur’an baik melalui ayat lain, hadis, maupun pendapat sahabat dan tabi’in. Menurut Ar-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, tafsir adalah proses mengungkap dan menjelaskan makna suatu ayat dengan cara yang dapat dipahami oleh manusia, baik dengan pendekatan bahasa, konteks, maupun riwayat.
Prof. Dr. Abdul Djalal menyatakan bahwa penafsiran Al-Qur’an ditinjau dari segi sumbernya terbagi menjadi tiga kategori besar: tafsir bil ma’tsur, tafsir bil ra’yi, dan tafsir izdiwaji.
Tafsir Bil Ma’tsur
Tafsir bil Ma’tsur adalah jenis tafsir yang sumbernya berasal dari penjelasan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, dengan hadis Nabi, serta pendapat para sahabat dan tabi’in. Ini disebut juga tafsir riwayat karena dasar utamanya adalah riwayat yang shahih.
Manna’ Khalil Al-Qattan dalam buku Mabahits fi Ulumil Qur’an menjelaskan bahwa tafsir bil Ma’tsur mengutamakan penjelasan ayat melalui dalil-dalil yang valid dan terpercaya, mulai dari penjelasan Al-Qur’an oleh ayat lain, oleh hadis Nabi sebagai penjelas wahyu, kemudian oleh sahabat yang menjadi generasi terdekat dengan Rasulullah, dan terakhir oleh tabi’in yang meriwayatkan dari para sahabat.
Ibnu Taimiyyah dalam Muqaddimah fi Ushul at-Tafsir menegaskan bahwa Rasulullah telah menjelaskan kepada para sahabat makna ayat sebagaimana beliau menyampaikan lafaznya. Hal ini diperkuat dengan firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 44:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Ayat ini menegaskan bahwa tugas Nabi adalah menjelaskan isi Al-Qur’an secara rinci.
Contoh penafsiran ma’tsur dapat ditemukan dalam ayat surat al-Fatihah ayat 7, tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai dan sesat. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ini menunjukkan hubungan kuat antara tafsir dan sumber riwayat.
Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam kategori tafsir bil Ma’tsur antara lain:
- Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari
- Al-Kasyfu wal Bayan karya Ahmad bin Ibrahim ats-Tsa’labi
- Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim karya Ibnu Katsir
- Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur karya Jalaluddin as-Suyuthi
Tafsir Bil Ra’yi
Tafsir bil Ra’yi adalah tafsir yang bersandar pada pemikiran dan ijtihad mufassir dengan memperhatikan kaidah bahasa Arab, konteks ayat, ilmu ushul fiqh, dan makna syar’i secara umum. Tafsir ini disebut juga tafsir dirayah karena berlandaskan pada pemahaman rasional.
Menurut Prof. Dr. Abdul Djalal, dalam tafsir bil ra’yi, penafsiran dilakukan dengan pengetahuan dan pemahaman pribadi, namun tetap harus sesuai dengan semangat dan jiwa syariah. Jika ijtihad tidak disertai ilmu yang memadai, maka hasilnya bisa menyimpang dan menyesatkan.
Meskipun sebagian ulama mengharamkan tafsir bil ra’yi, namun yang dimaksud adalah penafsiran yang tidak didasari ilmu dan semata-mata mengikuti hawa nafsu. Tafsir seperti ini dikritik dalam Al-Qur’an, misalnya dalam surat al-A’raf ayat 28 yang mengkritik penafsiran batil atas nama agama.
Namun, tafsir bil ra’yi yang sahih mendapat legitimasi melalui ayat seperti surat Shaad ayat 29:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Kitab (Al Quran) yang Kami turunkan kepada-mu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”
Ayat ini mendorong manusia untuk mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an, yang menjadi dasar kebolehan ijtihad dalam tafsir jika dilakukan oleh orang yang memenuhi syarat sebagai mufassir.
Tafsir Bil Izdijwaji
Tafsir bil Izdijwaji atau tafsir gabungan adalah metode yang mengombinasikan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi. Metode ini dinilai lebih lengkap karena menggabungkan kekuatan riwayat yang valid dan akal sehat yang terlatih.
Contoh tafsir dengan pendekatan ini adalah Tafsir al-Azhar karya Prof. Dr. Hamka. Dalam tafsirnya, Hamka menjelaskan bahwa beliau menjaga keseimbangan antara riwayah dan dirayah. Beliau tidak hanya menukil pendapat ulama terdahulu, tetapi juga memberikan pandangan berdasarkan konteks sosial dan pengalaman kehidupan modern.
Metode Tafsir Berdasarkan Cara Penjelasan
Dilihat dari cara penjelasannya, tafsir dapat dibagi menjadi dua:
- Tafsir Bayani
Tafsir ini bersifat deskriptif dan hanya menjelaskan ayat berdasarkan makna literalnya tanpa perbandingan dengan riwayat lain. - Tafsir Muqarin
Tafsir ini membandingkan berbagai pendapat dan riwayat yang ada untuk mendapatkan penafsiran yang lebih komprehensif dan mendalam.
Penutup
Memahami Al-Qur’an tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Diperlukan metode yang tepat dan sumber yang sahih agar makna yang dihasilkan benar-benar mencerminkan pesan ilahiah. Melalui klarifikasi sumber tafsir seperti tafsir bil ma’tsur, bil ra’yi, dan izdiwaji, umat Islam dapat memilah mana pemahaman yang benar dan mana yang menyimpang. Oleh karena itu, penting bagi para pelajar dan cendekiawan muslim untuk terus mendalami Ulumul Qur’an sebagai fondasi dalam berinteraksi dengan kitab suci Al-Qur’an. Wallahua’lam.
Dwi Syahrani A. Hasibuan (Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary)
Bagaimana kedudukan metode tafsir dalam memahami al-Quran secara tepat?
Mengapa penting untuk memahami klasifikasi tafsir Al-Qur’an berdasarkan sumber dan metodenya?
Mengapa al-quran dijadikan sumber hukum yang utama daripada yang lainnya?