Integrasi Fiqih Formalistik dan Maqasid dalam Kehidupan Muslim
TATSQIF ONLINE – Fiqih adalah disiplin ilmu dalam Islam yang mengatur berbagai aspek kehidupan umat Muslim. Fiqih tidak hanya panduan dalam ibadah, tetapi juga mencakup aspek sosial, ekonomi, dan politik. Dalam perkembangan zaman, fiqih menghadapi berbagai tantangan baru.
Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menemukan keseimbangan antara pendekatan formalistik dan maqasid al-shariah. Pendekatan formalistik berfokus pada aturan baku, sedangkan maqasid al-shariah memperhatikan tujuan hukum Islam.
Pendekatan Formalistik dalam Fiqih
Jenis pendekatan ini menekankan kepatuhan pada teks-teks hukum yang baku. Sumber-sumber hukum Islam seperti Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas menjadi acuan utama. Pendekatan ini lebih konservatif dalam menjaga stabilitas hukum Islam.
Ulama klasik seperti Al-Ghazali menekankan pentingnya aturan hukum yang ketat. Dalam bukunya Al-Mustasfa, ia menjelaskan pentingnya menjaga ketertiban dan kepastian hukum. Formalistik memberikan kepastian hukum bagi umat Islam. Umat tahu batasan jelas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Namun, pendekatan ini seringkali kurang fleksibel menghadapi perubahan sosial dan ekonomi. Abdullah Saeed dalam Islamic Thought: An Introduction menyebutkan bahwa pendekatan ini terkadang tidak relevan dengan dinamika kehidupan modern. Kritik ini muncul karena pendekatan formalistik cenderung mengabaikan konteks zaman dan perkembangan masyarakat.
Tujuan Fiqih dan Maqasid al-Shariah
Fiqih tidak hanya tentang aturan-aturan kaku, tetapi juga tentang tujuan dari aturan-aturan tersebut. Maqasid al-shariah adalah konsep tujuan utama dari hukum Islam.
Tujuan utama syariah meliputi lima hal penting: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pendekatan maqasid memberikan fleksibilitas dalam menerapkan hukum Islam sesuai konteks sosial.
Jasser Auda dalam bukunya Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law menekankan pentingnya pendekatan maqasid. Maqasid al-shariah berfokus pada esensi dari hukum Islam, bukan sekadar aturan tekstual. Pendekatan ini fokus pada substansi hukum—keadilan, kesejahteraan, dan kasih sayang—serta memungkinkan penerapan hukum yang relevan dan bermakna dalam berbagai situasi.
Pendekatan maqasid juga memungkinkan hukum Islam berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Hukum menjadi alat untuk mencapai tujuan syariah yang lebih besar. Dengan demikian, fiqih menjadi dinamis dan responsif terhadap isu-isu kontemporer.
Integrasi Antara Formalistik dan Maqasid dalam Membangun Karakter Umat
Membangun karakter umat yang ideal memerlukan integrasi kedua pendekatan tersebut. Umat Muslim tidak hanya butuh aturan formalistik, tetapi juga pemahaman mendalam tentang tujuan syariah. Dengan memahami maqasid, umat Muslim bisa menjalankan syariah dengan lebih bermakna.
Pendekatan ini sangat relevan dalam pendidikan agama. Siswa tidak hanya belajar aturan-aturan syariah secara tekstual. Mereka juga harus diajarkan tentang tujuan hukum Islam, yaitu menciptakan kehidupan yang adil dan sejahtera. Integrasi ini membantu membentuk karakter umat yang tidak hanya taat secara ritualistik, tetapi juga memahami tujuan hukum.
Menurut Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Awlawiyyat, maqasid al-shariah membantu umat dalam memprioritaskan tindakan. Umat tidak hanya sekadar mengikuti aturan, tetapi juga berpikir tentang dampaknya. Integrasi formalistik dan maqasid menciptakan umat yang patuh dan sadar akan tujuan besar syariah.
Tantangan dan Implikasi dalam Konteks Kontemporer
Fiqih dihadapkan pada tantangan-tantangan baru di era modern. Globalisasi, teknologi digital, dan perubahan sosial menuntut hukum Islam yang lebih dinamis. Banyak isu kontemporer seperti hak asasi manusia dan keadilan sosial memerlukan pendekatan hukum yang lebih progresif.
Pendekatan maqasid memberikan pijakan yang kuat untuk merespons perubahan tersebut. Mohammad Hashim Kamali dalam Reforming Islamic Law menyoroti bahwa fiqih harus berkembang tanpa kehilangan esensinya. Maqasid al-shariah memberikan dasar yang kuat untuk merumuskan hukum yang relevan dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Pendekatan maqasid juga berguna dalam merumuskan kebijakan publik yang relevan. Dalam sistem peradilan Islam, maqasid memberikan ruang untuk keadilan yang lebih kontekstual. Hukum Islam bisa tetap relevan di era modern dengan mempertimbangkan kondisi sosial yang ada.
Kesimpulan
Fiqih memerlukan keseimbangan antara pendekatan formalistik dan maqasid al-shariah. Pendekatan formalistik memberikan kepastian hukum, sedangkan maqasid memberikan fleksibilitas yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman. Integrasi kedua pendekatan ini sangat penting untuk membangun karakter umat yang ideal.
Dengan menggabungkan keduanya, umat Muslim tidak hanya taat secara ritual, tetapi juga memahami tujuan syariah. Maqasid al-shariah membantu umat dalam menjalankan syariah dengan lebih relevan dan bermakna. Fiqih yang berbasis maqasid dapat memberikan solusi atas tantangan-tantangan kontemporer yang dihadapi umat Muslim.
Fiqih bukan sekadar kumpulan aturan yang kaku, melainkan sarana untuk mencapai kehidupan yang adil, sejahtera, dan penuh kasih sayang. Dengan pendekatan maqasid, hukum Islam bisa terus relevan dan memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia di berbagai konteks zaman. Wallahua’lam.
Author: Masdani Siregar (Mahasiswi Prodi PGMI STIT Hasyim Asy’ari Padangsidimpuan)
Editor: Sylvia Kurnia Ritonga (Founder tatsqif.com)