Muamalah

Hiwalah dalam Fikih: Definisi, Jenis, Rukun, dan Manfaatnya

TATSQIF ONLINE  Dalam kehidupan sehari-hari, transaksi utang-piutang sering terjadi, baik dalam skala kecil maupun besar. Islam sebagai agama yang sempurna memberikan pedoman terkait mekanisme transaksi ini, salah satunya melalui konsep hiwalah.

Hiwalah merupakan akad yang memungkinkan pemindahan tanggung jawab utang dari satu pihak ke pihak lain secara syariah, sehingga mempermudah pembayaran dan mengurangi beban bagi pihak yang memiliki kewajiban membayar utang. Dalam dunia modern, terutama dalam sistem perbankan syariah, hiwalah menjadi instrumen penting untuk memperlancar transaksi keuangan.

Pengertian Hiwalah

Secara bahasa, hiwalah berarti pemindahan atau pengalihan. Dalam istilah fikih, hiwalah didefinisikan sebagai pengalihan tanggung jawab utang dari pihak yang berutang (muhil) kepada pihak lain yang juga berutang kepadanya (muhal ‘alaih). Dalam perbankan syariah, hiwalah merupakan akad pemindahan hak tagih piutang dari seorang debitur (muhil) kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih) atas persetujuan kreditur (muhal). Konsep hiwalah ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam transaksi utang piutang dan menjaga keseimbangan ekonomi berbasis syariah. Paoji Adnan menjelaskan hal ini dalam Jurnal Perbankan Syariah.

Dasar hukum hiwalah dapat ditemukan dalam firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 282:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنُتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya, dan hendaklah seorang di antara kalian menuliskannya dengan benar.”

Ayat ini mengandung perintah kepada umat Islam untuk mencatat utang piutang secara tertib dan benar, termasuk dalam konteks hiwalah yang melibatkan pemindahan tanggung jawab utang. Dalam hadis Rasulullah SAW juga disebutkan:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتَّبِعْ

Artinya: “Penundaan pembayaran oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Jika seseorang dari kalian dialihkan utangnya kepada orang yang mampu membayar, maka hendaklah ia menerima pengalihan tersebut,” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini memperjelas bahwa hiwalah adalah mekanisme yang dibolehkan selama pihak yang menerima tanggung jawab utang memiliki kemampuan untuk membayarnya.

Jenis-Jenis Hiwalah

Dalam praktiknya, hiwalah memiliki beberapa jenis, antara lain:

1. Hawalah al-Haq (Pengalihan Hak Piutang), yaitu pemindahan hak atas piutang dari satu pihak ke pihak lain.

2. Hawalah al-Dain (Pengalihan Utang), yaitu pengalihan kewajiban utang dari seseorang ke pihak lain.

3. Hawalah Muqayyadah (Pengalihan dengan Syarat), yaitu pengalihan yang mengikat pihak penerima dengan persyaratan tertentu.

4. Hawalah Muthlaqah (Pengalihan Tanpa Syarat), yaitu pengalihan yang tidak terikat dengan syarat khusus.

5. Hawalah Bil ‘Iwadh (Pengalihan dengan Imbalan), yaitu pengalihan utang yang disertai imbalan tertentu sebagai kompensasi.

6. Hawalah Ghair Muqayyadah (Pengalihan Tanpa Syarat Batasan), yaitu pengalihan yang dilakukan tanpa adanya batasan tertentu.

7. Hawalah Kafalah (Jaminan dalam Pengalihan), yaitu pengalihan yang disertai dengan jaminan dari pihak ketiga.

8. Hawalah Bil Nikaah (Pengalihan dengan Perkawinan), yaitu pengalihan yang terjadi sebagai konsekuensi dari akad pernikahan.

Rukun dan Syarat Hiwalah

Agar akad hiwalah sah, harus memenuhi beberapa rukun dan syarat sebagai berikut:

Rukun Hiwalah

1. Muhil (pihak yang mengalihkan utang)

2. Muhal atau Muhtal (pihak yang berhak menerima pembayaran utang)

3. Muhal ‘alaih (pihak yang ditunjuk untuk membayar utang)

4. Utang yang Diakadkan (harus jelas dan sah secara syariah)

    Syarat Muhil (Pengalihan Utang)

    1. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan perjanjian akad, yakni harus berakal, sehat, dan mampu.

    2. Harus dilakukan secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan.

      Imam Ibn Kamal dalam kitab al-Idhah menjelaskan bahwa syarat kerelaan dalam pengalihan utang sangat diperlukan agar hiwalah sah dan berlaku secara hukum.

      Manfaat Hiwalah

      Akad hiwalah memberikan berbagai manfaat, antara lain:

      1. Memungkinkan penyelesaian utang piutang dengan cepat dan simultan.

      2. Memberikan kemudahan dalam talangan dana bagi yang membutuhkan.

      3. Menjadi salah satu sumber pendapatan non-pembiayaan bagi bank syariah.

      4. Meminimalisir risiko gagal bayar dalam transaksi utang.

      5. Meningkatkan kepercayaan antara pihak yang bertransaksi dalam sistem keuangan syariah.

        Akibat Hukum Hiwalah

        Jika akad hiwalah telah terjadi, maka akibat hukumnya adalah:

        1. Menurut jumhur ulama, pihak pertama yang berutang tidak lagi memiliki kewajiban membayar utang kepada kreditur awal.

        2. Hak dan kewajiban berpindah kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih) yang menerima pengalihan utang.

        3. Mazhab Hanafi membolehkan hiwalah muthlaqah, di mana hak dan kewajiban antara pihak pertama dan ketiga tetap berlaku sesuai dengan kesepakatan awal.

        Kesimpulan

        Hiwalah adalah salah satu instrumen keuangan syariah yang mempermudah transaksi utang-piutang dan memberikan kemudahan bagi pihak yang berkepentingan. Dengan memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan, hiwalah dapat memberikan manfaat besar dalam dunia ekonomi Islam. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap konsep hiwalah sangat diperlukan agar praktiknya tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan. Wallahua’lam.

        Tri Adinda (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

            Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

            Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

            3 komentar pada “Hiwalah dalam Fikih: Definisi, Jenis, Rukun, dan Manfaatnya

            • Febriyantika Sari Pasaribu

              Apa tantangan yang dihadapi dalam penerapan akad hiwalah di dunia modern, dan apa solusinya

              Balas
            • Dewi Fitria

              Siapakah yang berhak menjadi muhal ‘alaih? Apakah hanya keluarga terdekat saja atau selain selain keluarga terdekat juga berhak menjadi muhal ‘alaih?

              Balas
            • Fadil igabsa siregar

              Bagaimana hiwalah dapat membantu dalam meningkatkan keadilan dan kejujuran dalam transaksi ekonomi dan fiqih ?

              Balas

            Tinggalkan Balasan

            Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

            × Chat Kami Yuk