Fiqh & Ushul Fiqh

Azimah dalam Hukum Islam: Komitmen Penuh terhadap Syariat

TATSQIF ONLINE Dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh, terdapat dua konsep besar yang membentuk dasar hukum syariat: azimah dan rukhshah. Azimah adalah aturan dasar yang bersifat wajib dan tetap, sedangkan rukhshah merupakan keringanan yang diberikan dalam kondisi tertentu.

Aturan ini menuntut komitmen penuh dari umat Islam untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT tanpa pengecualian, kecuali jika terdapat dalil yang jelas membolehkan keringanan. Oleh karena itu, memahami konsep ini penting bagi setiap Muslim dalam menjalankan ajaran Islam dengan benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, azimah berperan sebagai hukum syariat yang bersifat mengikat, baik dalam aspek ibadah maupun muamalah. Misalnya, kewajiban salat lima waktu, puasa Ramadan, dan zakat merupakan bentuk azimah yang harus dipatuhi oleh setiap Muslim. Pada saat yang sama, syariat juga memberikan rukhshah bagi individu yang berada dalam kondisi tertentu, seperti sakit atau bepergian.

Azimah dalam Ushul Fiqh berarti hukum asal yang ditetapkan oleh syariat tanpa adanya pengurangan atau dispensasi. Aturan ini bersifat tetap dan mengikat kecuali jika ada kondisi-kondisi yang membolehkan rukhshah.

Sebagai contoh, setiap Muslim wajib melaksanakan salat lima waktu, yang tergolong dalam kategori azimah karena tidak mengenal pengecualian. Hanya dalam kondisi tertentu yang membolehkan rukhshah, seperti ketika seseorang sakit atau sedang dalam perjalanan, mereka dapat menunda atau mengubah bentuk pelaksanaan kewajiban ini.

Imam Al-Amidi dalam Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, menjelaskan bahwa azimah adalah bentuk ketaatan penuh terhadap hukum Allah SWT yang tidak mengizinkan adanya pengurangan kecuali dengan dalil yang sah. Hukum ini bersumber dari Alquran dan sunnah yang memberikan perintah dan larangan secara tegas.

Alquran sebagai sumber utama hukum syariat memberikan banyak dalil tentang azimah. Salah satu ayat yang jelas menetapkan azimah adalah dalam surah Al-Baqarah ayat 183, yang mengatur kewajiban puasa Ramadan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ayat ini menegaskan bahwa seluruh umat Islam wajib melaksanakan puasa sebagai bentuk azimah, kecuali dalam kondisi tertentu yang membolehkan rukhshah, seperti sakit atau sedang dalam perjalanan. Umat Islam tidak boleh mengabaikan kewajiban puasa Ramadan tanpa alasan yang sah.

Contoh lain yang terdapat dalam Alquran adalah kewajiban salat lima waktu, yang termaktub dalam surah An-Nisa ayat 103:

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Artinya: “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Berikut versi yang lebih fokus pada kata kerja aktif:

Salat lima waktu mengikat semua Muslim dan tidak boleh meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk menjalankan salat tepat waktu, dan umat-Nya harus mematuhi perintah ini.

Selain Alquran, hadis juga memberikan dasar yang kuat untuk memahami azimah. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis berikut ini:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ

Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan haji ke Baitullah,” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan lima pilar utama dalam Islam, yang semuanya menjadi bagian dari azimah. Umat Islam tidak dapat meninggalkan kelima kewajiban ini kecuali dalam kondisi yang memungkinkan adanya rukhshah. Misalnya, kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang mampu secara fisik dan finansial, sementara mereka yang sedang sakit atau dalam perjalanan dapat menunda pelaksanaan puasa.

Imam Nawawi dalam Al-Minhaj, menegaskan bahwa setiap Muslim harus menjalankan azimah sebagai kewajiban pokok. Ia juga menambahkan bahwa syariat hanya memberikan rukhshah ketika seseorang benar-benar menghadapi situasi yang tidak memungkinkan untuk menjalankan azimah secara penuh.

Perbedaan utama antara azimah dan rukhshah adalah sifat dan penerapannya. Azimah mengharuskan pelaksanaan hukum secara penuh, sedangkan rukhshah memberikan keringanan dalam kondisi tertentu sesuai ketentuan syariat. Kewajiban puasa di bulan Ramadan adalah contoh azimah, tetapi jika seseorang sakit atau dalam perjalanan, syariat memberikan rukhshah untuk berbuka dan mengganti puasanya di hari lain.

Imam Al-Qarafi dalam Al-Furuq, menjelaskan bahwa rukhshah tidak menghapus kewajiban yang ada, tetapi memberikan keringanan sementara berdasarkan kondisi tertentu. Setelah kondisi tersebut berakhir, seorang Muslim wajib kembali melaksanakan azimah. Misalnya, seseorang yang tidak mampu berpuasa karena sakit harus mengganti puasanya setelah ia sembuh.

Dalam kehidupan sehari-hari, seorang Muslim harus berusaha menjalankan azimah dengan sebaik mungkin. Pelaksanaan hukum syariah ini bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Menjalankannya dalam hal ibadah, seperti salat, puasa, dan zakat, menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga hubungan yang baik dengan-Nya.

Di era modern, tantangan dalam menjalankan kewajiban syariat semakin besar, terutama karena kesibukan pekerjaan, pendidikan, atau kondisi sosial. Umat Islam harus menjadikannya sebagai prioritas utama dalam hidup mereka. Mereka wajib melaksanakan salat dan ibadah lainnya dengan disiplin dan menyesuaikan semua aspek kehidupan sesuai dengan aturan syariat.

Azimah secara tegas mengatur kewajiban-kewajiban dasar umat Islam dalam syariat. Hukum ini tetap berlaku dan hanya memberikan pengecualian dalam situasi tertentu melalui rukhshah.

Dalil-dalil dari Alquran dan hadis dengan jelas menunjukkan pentingnya azimah dalam kehidupan seorang Muslim, baik dalam aspek ibadah maupun muamalah. Dengan memahami dan melaksanakannya, umat Islam dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sekaligus memahami bahwa syariat juga memberikan keringanan dalam kondisi tertentu.

Imam Al-Suyuti dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran, menyatakan bahwa syariat bertujuan untuk memudahkan kehidupan umat, bukan untuk mempersulitnya. Maka, meskipun kewajiban harus terlaksana, rukhshah mencerminkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang mengalami kesulitan. Wallahua’lam.

Fifi Angraini (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

6 komentar pada “Azimah dalam Hukum Islam: Komitmen Penuh terhadap Syariat

  • Bagaimana cara seseorang dapat meningkatkan azimah dalam kehidupannya?

    Balas
  • Putri amelia nasution

    Bagaimana cara meningkatkan komitmen terhadap azimah dalam masyarakat modern ini?

    Balas
  • Nurjulianti

    Bagaimana cara mengatasi tantangan di era modern saat ini yang mengakibatkan kita lupa akan kewajiban syariat ?

    Balas
  • May Elisa Sitompul

    Dalam situasi apa seseorang dianjurkan untuk memilih azima meskipun ada kemungkinan untuk mengambil rukhsah?

    Balas
  • Nurfadilah Simatupang

    Apa syarat sehingga kita bisa mendapat rukhshah? Dan apa hukum mengamalkan rukhshah?

    Balas
  • Mita Raisa Hutabarat

    apa saja tantangan yang sering dihadapi seseorang dalam menerapkan azimah dalam ibadah nya?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk