Analisis Mujmal dan Mubayyan: Ini Implikasinya pada Hukum Islam
TATSQIF ONLINE – Pemahaman teks syariat dalam Islam membutuhkan pendekatan ilmiah yang mendalam untuk menghasilkan hukum yang relevan dan tepat. Dalam ushul fiqh, istilah mujmal dan mubayyan digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kejelasan teks Al-Qur’an dan Hadis.
Menurut Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat, mujmal adalah lafaz yang tidak dapat dipahami tanpa penjelasan tambahan, sedangkan mubayyan adalah lafaz yang jelas tanpa memerlukan penafsiran lebih lanjut. Pemahaman terhadap kedua konsep ini penting dalam memastikan konsistensi penetapan hukum Islam.
Konsep mujmal mencerminkan adanya kebutuhan terhadap penjelasan yang lebih rinci dari dalil lain, sedangkan mubayyan menunjukkan kepastian hukum yang dapat langsung diterapkan. Artikel ini akan menjelaskan definisi, sebab, contoh, dan dampak keduanya secara sistematis, disertai analisis dari karya para ulama, seperti Imam Asy-Syaukani dalam Irsyad al-Fuhul dan Abu Zahrah dalam Ushul al-Fiqh.
Definisi Mujmal dan Contohnya
Secara bahasa, mujmal berasal dari akar kata “جمل” yang berarti “menggabungkan”. Dalam istilah ushul fiqh, mujmal adalah lafaz yang memiliki makna samar sehingga memerlukan penjelasan tambahan dari dalil lain. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah ayat 228:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”
Letak mujmal dalam ayat ini adalah kata quru’, yang dalam bahasa Arab dapat berarti masa haid atau masa suci. Abu Zahrah dalam Ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa kata ini memiliki makna musytarak (ganda), sehingga para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi’i memahami quru’ sebagai masa suci, sedangkan Imam Abu Hanifah menafsirkannya sebagai masa haid. Perbedaan ini berdampak pada penentuan masa iddah wanita yang ditalak, menunjukkan perlunya dalil tambahan untuk memperjelas makna lafaz tersebut.
Definisi Mubayyan dan Contohnya
Sebaliknya, mubayyan berasal dari kata “بَيَّنَ” yang berarti “menjelaskan”. Dalam ushul fiqh, mubayyan merujuk pada lafaz yang jelas maknanya tanpa memerlukan penafsiran tambahan. Contoh mubayyan terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 185:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: “Barang siapa di antara kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa.”
Menurut Asy-Syaukani dalam Irsyad al-Fuhul, perintah فَلْيَصُمْهُ (hendaklah ia berpuasa) dalam ayat ini merupakan mubayyan karena kewajiban puasa langsung dipahami tanpa memerlukan tafsiran tambahan. Dampaknya, ayat ini menjadi dasar hukum yang jelas untuk kewajiban puasa Ramadan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat.
Sebab Teks Menjadi Mujmal
Lafaz mujmal muncul karena beberapa faktor, seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat:
1. Makna Musytarak (Ganda): Contoh: Kata quru’ dalam Surah Al-Baqarah ayat 228, yang memiliki dua makna berbeda.
2. Istilah Khusus Syariat: Contoh: Perintah mendirikan shalat dalam Surah Al-Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat.”
Letak mujmal ada pada kata الصَّلَاةَ (shalat), yang maknanya memerlukan penjelasan teknis dari hadis, seperti sabda Nabi Muhammad:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari).
3. Lafaz yang Ganjil atau Tidak Umum: Contoh: Kata هلوع dalam Surah Al-Ma’arij ayat 19:
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah.”
Menurut Abu Zahrah, lafaz ini jarang digunakan, sehingga memerlukan penjelasan dari ahli bahasa.
Perbandingan Mujmal dan Mubayyan
Teks mujmal memerlukan penjelasan tambahan, sedangkan mubayyan tidak. Mujmal sering ditemukan pada lafaz yang memiliki makna ganda atau istilah teknis, seperti quru’ dalam Surah Al-Baqarah ayat 228. Sebaliknya, mubayyan memberikan kejelasan langsung, seperti perintah puasa dalam Surah Al-Baqarah ayat 185. Dampaknya, mujmal memerlukan dalil tambahan untuk penerapan hukum, sedangkan mubayyan langsung dapat diterapkan.
Kesimpulan
Mujmal dan mubayyan adalah konsep penting dalam memahami kejelasan teks syariat. Mujmal menunjukkan kebutuhan terhadap penjelasan tambahan, sedangkan mubayyan memberikan kepastian hukum yang dapat langsung diterapkan.
Dengan memahami keduanya, ulama dapat menetapkan hukum syariat secara akurat sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam Ushul al-Fiqh karya Abu Zahrah, kajian ini tidak hanya membantu memahami teks syariat, tetapi juga menjaga kesinambungan hukum Islam dalam kehidupan umat. Wallahua’lam.
Abdul Rahman Lubis, Irsan Maulana Siregar, dan Sahril Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa saja metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan lafaz mujmal menjadi mubayyan atau menjadi jelas untuk di amalkan ?
Apa perbedaan antara mujmal dan mubayyan?
Bagaimana cara memahami mujmal ketika tidak ada penjelasan yang eksplisit dalam Al-Qur’an atau Hadis?
Siapa saja yang ber hak memberi penjelasan tambahan dalil terkait dengan penjelasan mujmal ?
Bagaimana pemahaman mujmal dan mubayyan membantu menjelaskan perbedaan pendapat antara mazhab?
Apakah semua mubayyan harus didukung oleh dalil qath’i (pasti), atau boleh menggunakan dalil zanni (dugaan kuat) untuk menjelaskan lafaz mujmal?
Dapatkah sebuah ayat yang awalnya mujmal menjadi mubayyan melalui penafsiran ulama dari masa ke masa
Apa contoh kasus yang menunjukkan penerapan analisis mujmal dalam hukum islam
Apa akibat dari perbedaan pemahaman antara teks mujmal dan mubayyan terhadap penerapan hukum Islam di masyarakat?
Bagaimana penjelasan mujmal dalam al qur’an berhubungan dengan konteks budaya dan sosial yang berbeda
Mengapa pemahaman tentang mujmal dan mubayyan penting dalam memahami hukum Islam?