Fiqh Kontemporer

Aborsi dalam Hukum Islam: Menguak Batasan dan Kebolehan

TATSQIF ONLINE Dinamika sosial, terutama isu seperti pelecehan, pemerkosaan, dan kekerasan terhadap perempuan, sangat berkaitan dengan pembahasan aborsi. Pergaulan bebas kerap menjadi faktor utama yang membuat perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

Kehamilan di luar nikah, baik karena hubungan seksual sukarela maupun akibat pemerkosaan, sering mendorong perempuan untuk memutuskan melakukan aborsi. Namun, kehamilan yang tidak diinginkan tidak secara otomatis membenarkan tindakan menghentikan kehidupan janin. Dalam ajaran Islam, janin merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki hak untuk hidup.

Globalisasi, kemajuan teknologi, dan modernisasi telah mengubah nilai-nilai keluarga, sehingga menyebabkan aborsi. Keluarga yang menjauh dari ajaran agama lebih mudah terjerumus pada norma-norma yang bertentangan dengan moral dan agama, seperti pergaulan bebas dan hubungan di luar nikah. Konflik moral mengenai aborsi semakin jelas, terutama dalam memahami seksualitas dan tanggung jawab reproduksi.

Terdapat dua pandangan utama mengenai seksualitas. Pandangan pertama menempatkan seks sebagai bagian dari tatanan alam yang Tuhan ciptakan dengan tujuan reproduksi. Mereka yang mendukung pandangan ini menganggap aborsi sebagai intervensi yang melanggar hukum alam.

Sebaliknya, pandangan kedua menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengelola alam. Dengan demikian, aborsi dan kontrasepsi adalah bagian dari tanggung jawab manusia dalam mengatur kehidupannya sendiri.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sekitar 2 juta kasus aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Data ini mencerminkan besarnya masalah aborsi, yang sebagian besar dipicu oleh ketidakmampuan alat kontrasepsi dalam mencegah kehamilan.

Mayoritas kasus aborsi terjadi di wilayah perkotaan, dengan persentase mencapai 78%, sedangkan di pedesaan menyumbang sekitar 40%. Banyak perempuan terpaksa melakukan aborsi karena tekanan sosial, ekonomi, atau alasan kesehatan.

Aborsi merupakan tindakan yang menghentikan kehamilan sebelum janin mencapai usia cukup bulan. Dalam bahasa Arab, istilah aborsi dikenal sebagai Isqat al-Haml atau Ijhad, yang berarti penghentian kehidupan janin dalam kandungan. Dalam dunia medis, aborsi berarti menghentikan kehamilan sebelum usia 28 minggu atau ketika janin memiliki berat kurang dari 1000 gram.

Terdapat dua jenis aborsi, yaitu aborsi spontan dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus). Aborsi spontan terjadi secara alami akibat faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan atau komplikasi medis, dan tidak memiliki implikasi hukum. Sebaliknya, aborsi yang disengaja dilakukan dengan perencanaan tertentu, baik karena alasan medis maupun alasan non-medis yang tidak dibenarkan secara hukum.

Para ulama fikih sepakat bahwa aborsi setelah janin berusia 120 hari, yaitu setelah peniupan ruh adalah haram kecuali dalam keadaan darurat yang mengancam nyawa ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Mu’minun ayat 12-14:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٍ مِّن طِينٍ . ثُمَّ جَعَلْنَٰهُ نُطْفَةً فِى قَرَارٍ مَّكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ

Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya makhluk yang lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”

Namun, para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai aborsi sebelum janin mencapai usia 120 hari. Mazhab Hanafi memperbolehkan aborsi selama usia janin belum mencapai 120 hari, asalkan ada alasan yang sah. Misalnya, Ibnu Abidin menyebutkan bahwa perempuan boleh melakukan aborsi jika kehamilan tersebut mengancam kelangsungan hidup anak yang sedang disusui, karena kehamilan baru dapat mengurangi produksi air susu ibu.

Sebaliknya, Mazhab Maliki sangat melarang aborsi, bahkan ketika usia janin belum mencapai 40 hari. Fatwa Universitas Al-Azhar, Mesir, juga mendukung pandangan ini, menyatakan bahwa aborsi hanya boleh dalam situasi darurat yang membahayakan nyawa ibu, karena hak hidup ibu lebih utama daripada janin yang belum memiliki ruh.

Dalam perspektif fikih kontemporer, Hussein Muhammad memberikan pandangan yang berbeda dalam tulisannya Pemeriksaan Kritis terhadap Fakta Aborsi dari Perspektif Fiqih Modern, terutama terkait kehamilan akibat pemerkosaan. Hussein berpendapat bahwa larangan mutlak terhadap aborsi dalam kasus kehamilan di luar nikah, termasuk akibat pemerkosaan, perlu peninjauan ulang. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dan kontekstual terhadap kasus-kasus seperti ini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa yang membolehkan aborsi dalam situasi tertentu. Misalnya, kehamilan akibat pemerkosaan atau jika kehamilan tersebut mengancam nyawa ibu, dengan syarat usia kehamilan belum mencapai 120 hari. Ini merupakan respons terhadap realitas sosial yang semakin kompleks di era modern.

Aborsi, baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal, membawa risiko besar bagi kesehatan fisik dan mental perempuan. Aborsi ilegal, yang sering dilakukan tanpa pengawasan medis yang memadai, meningkatkan risiko infeksi.

Selain itu, prosedur tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan kerusakan organ reproduksi. Secara psikologis, aborsi juga dapat meninggalkan dampak traumatis bagi perempuan, termasuk perasaan bersalah dan gangguan emosional lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Boike menunjukkan bahwa 82% perempuan yang melakukan aborsi mengalami penurunan harga diri. Kemudian, 63% dari mereka mengalami mimpi buruk tentang bayi yang diaborsi, dan 51% di antaranya mengalami gangguan emosional seperti kecemasan dan histeria.

Hukum fikih menggolongkan provocatus abortus sebagai tindak kejahatan (jinayah) yang memerlukan sanksi. Namun, pelaku aborsi tidak menerima hukuman yang sama dengan pembunuh orang dewasa, karena status janin belum sepenuhnya diakui sebagai makhluk hidup di luar kandungan.

Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa pelaku aborsi wajib membayar kompensasi berupa ghurrah (denda) sebagai ganti rugi atas janin yang diaborsi:

أَنَّ امْرَأَتَيْنِ مِنْ هُذَيْلٍ رَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى فَطَرَحَتْ جَنِينَهَا فَقَضَى فِيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِغُرَّةٍ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ

Artinya: “Bahwa dua wanita dari suku Hudzail bertengkar, salah satunya melemparkan yang lain hingga menyebabkan keguguran. Nabi SAW memutuskan hukuman berupa ghurrah (denda) yang setara dengan nilai seorang budak laki-laki atau perempuan,” (HR Bukhari).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa tenaga medis yang memiliki kompetensi perlu melakukan aborsi dengan memperhatikan aspek hukum, kesehatan, dan kepentingan keluarga.

Aborsi merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai aspek, baik dari sudut pandang agama, kesehatan, maupun sosial. Dalam pandangan Islam, haram melakukan aborsi kecuali dalam keadaan darurat seperti ancaman terhadap nyawa ibu atau kehamilan akibat pemerkosaan, dan pelaksanaannya hanya boleh sebelum usia kehamilan mencapai 120 hari. Pendekatan fikih klasik dan kontemporer memberikan panduan yang cukup jelas, meskipun pandangan tersebut berkembang seiring dengan tantangan sosial yang terus berubah. Wallahua’lam.

Pardamean Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

20 komentar pada “Aborsi dalam Hukum Islam: Menguak Batasan dan Kebolehan

  • Nur falah pradinata

    Kita ketahui bahwa aborsi ini sangat berbahaya bagi kesehatan, apakah ada konsekuensi untuk jangka panjang yang akan diterima oleh orang yg melakukan aborsi secara ilegal ?

    Balas
  • Jubaidah Apriani Tambunan

    Bagaimana hukum Islam dapat diterapkan dalam menghadapi kasus-kasus aborsi yang kompleks di era modern?

    Balas
  • Annisya Jamil

    Artikel nya cukup menarik untuk di pahami dan dapat menjadi referensi kita kedepannya

    Balas
  • Situ Rabiah Rangkuti

    Dari pembahasan tentang aborsi tersebut ada istilah alghurrah yg dimana artinya Denda, nah pada zaman rasul dendanya yaitu membebaskan budak jadi pada zaman sekarang bagaimana cara melaksanakan alghurrah tersebut?

    Balas
  • Ilmi Amaliah Nasution

    Mengapa mazhab maliki melarang aborsi bahkan sebelum usia janin mencapai 40 hari?

    Balas
  • Nadya futri Harahap

    1.apa saja alasan yang diakui dalam Islam untuk melakukan aborsi ,dan bagaimana cara menilai keabsahannya?

    Balas
  • Widiya Rahma

    Dalam artikel telah dijelaskan bahwa aborsi hanya boleh dalam situasi darurat yang membahayakan nyawa ibu,jadi pertanyaannya apakah Islam membolehkan aborsi jika janin mengalami kelainan genetik yang serius, seperti sindrom Down?

    Balas
  • Wahyuni Batubara

    Bagaimana pendekatan islam terhadap aborsi dalam konteks kesehatan mental ibu,Apakah Gangguan psikologis berat atau trauma juga dianggap alasan sah untuk melakukan aborsi?

    Balas
  • Saripah Ritonga

    Artikel sangat bagus dan mudah dimengerti. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua

    Balas
  • Siti Apriani Hasibuan

    Apa konsekuensi hukum bagi wanita yang melakukan aborsi di luar ketentuan yang diizinkan oleh hukum?

    Balas
  • Yulia sari

    Artikelnya bagus semoga bermanfaat bagi pembaca 🤲🏻

    Balas
  • Diana Dinda Harahap

    Artikelnya jelas, mudah dimengerti dan sangat berguna untuk bekal ilmu terutama bagi muslimah.

    Balas
  • Nabila rispa izzzaty

    Bagaimana pendapat pemakalah tentang seseorang yang mendapat pelecehan seksual, dan ternyata mengandung. Apakah dalam hal ini ia boleh melakukan aborsi?

    Balas
  • Yulan Agustina

    Artikel ini sangat membantu bagi semua orang

    Balas
  • Putri Ruhqhaiyyah

    Bagaimana hukum Islam menyeimbangkan antara hak ibu dan janin dalam kasus aborsi akibat pemerkosaan atau penyakit?

    Balas
  • Utami Harahap

    Artikel nya bagus dan mudah dipahami semoga bisa bermanfaat bagi yang membacanya

    Balas
  • Misronida Harahap

    Bagaimana kebijakan aborsi di Indonesia mempengaruhi angka kematian ibu

    Balas
  • Yuliana Siregar

    Artikelnya sangat bagus dan juga bermanfaat

    Balas
  • Nia Ramayanti

    Artikelnya sangat bagus , dan mudan di pahami

    Balas
  • Luthfi Salsabila

    Apa dampak psikologis aborsi bagi ibu, ayah, dan keluarga? Bagaimana Islam memandang masalah ini?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk